Siap-siap, Dapen Bakal Borong Obligasi!

Market - Haryanto, CNBC Indonesia
24 June 2020 12:31
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Ilustrasi Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Director of Rates Strategy di Wells Fargo Michael Schumacher mengungkapkan bahwa akhir kuartal II-2020 akan terjadi situasi yang tidak stabil di pasar keuangan karena investor besar dan institusi pengelola dana pensiun cenderung mencairkan sebagian keuntungannya di pasar saham dan masuk ke obligasi.

"Kami memperkirakan bahwa dana pensiun perusahaan di AS akan masuk ke aset pendapatan tetap (fixed income) senilai lebih dari US$ 35 miliar ," kata Michael Schumacher dan menambahkan bahwa, "itu akan menjadi aliran terbesar dalam enam tahun, ia telah melacak penyeimbangan kembali portofolio, " melansir CNBC.

Oleh karena itu, investor obligasi mencermati pergerakan di pasar obligasi yang berpotensi kebanjiran dana seiring beralihnya portfolio dana pensiun dari saham ke pasar fixed income tersebut. Bahkan beberapa analis berspekulasi dana yang pindah dari saham ke obligasi mulai dari US$ 35 miliar hingga US$ 75 miliar.

"Alasannya jelas karena selama ini saham menguat secara masif sementara obligasi tidak seberapa," kata Michael Schumacher.

Schumacher memperkirakan dana pensiun AS kemungkinan membukukan keuntungan 10 persen triwulan ini. Naiknya harga saham juga meningkatkan solvency rate sebesar 0,6 poin ke 85%.

Sementara itu, JPMorgan mengharapkan penyeimbangan kembali pada akhir kuartal lebih besar lagi menjadi US$ 65 miliar.

Selain itu, Goldman Sachs juga memperkirakan dana pensiun melakukan aksi jual saham sebesar US$ 76 miliar.

"Kita melihat ada risiko koreksi kecil di pasar saham dalam dua minggu ke depan karena dana pensiun berusaha menyeimbangkan portfolionya. Namun, kami tetap bullish (naik) untuk obligasi dan koreksi di pasar saham akan menjadi kesempatan beli," menurut analisis JPMorgan.

Setelah pasar ekuitas telah menguat tajam pada kuartal ini karena kebijakan moneter dan fiskal besar-besaran yang diluncurkan oleh pemerintah AS dan otoritas global untuk melawan perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh virus corona.

Sementara itu, obligasi masih tertinggal. Pada hari Selasa kemarin (23/6/2020), S&P 500 naik 21% secara kuartal-to-date (QTD) sedangkan harga obligasi AS yang bertenor 10 tahun turun lebih dari 9%.

Mengacu hal tersebut, JPMorgan mengatakan jika ada aksi jual dan harga saham jatuh, maka ini adalah kesempatan beli obligasi.

Sementara itu, pada perdagangan Selasa kemarin imbal hasil (yield) 10 tahun AS, yang bergerak berlawanan dengan harganya, naik tipis menjadi 0,709% basis poin (bps). Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Pelemahan obligasi terdorong oleh bursa Wall Street yang rebound dari koreksi sebelumnya setelah penasihat perdagangan Gedung Putih Peter Navarro mengklarifikasi pernyataannya tentang kesepakatan perdagangan antara AS-China.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Investor Panik Pegang Cash, Pasar Obligasi RI Tertekan


(har/har)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading