
BUMN Dapat Rp 143,6 T, Setoran Dividen Tahun Depan akan Seret

Jakarta, CNBC Indonesia - DPR RI menyatakan setoran dividen dari perusahaan pelat merah kepada negara di tahun depan akan merosot dalam, jauh dari setoran dividen tahun ini yang mencapai Rp 49 triliun di tengah dampak pandemi Covid-19.
Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima mengatakan tahun depan jumlah dividen akan turun dibanding dengan tahun lalu. Pasalnya, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan lebih difokuskan untuk kembali menggerakkan perekonomian nasional.
"Perkiraan tahun depan masih dalam pembahasan tapi tidak sebesar Rp 49 triliun tahun ini. [Nilai] turunnya belum bisa disampaikan," kata Aria usai Rapat Kerja dengan Kementerian BUMN, Senin (22/6/2020).
Dia menjelaskan, penyetoran dividen tak menjadi fokus di tahun depan, pasalnya perusahaan-perusahaan swasta saat ini mengalami tekanan berat sehingga perusahaan BUMN mau tak mau harus menjadi motor penggerak agar ekonomi membaik pascapandemi Covid-19.
"Status ada penurunan penerimaan dividen. Kita tidak terlalu berharap dari dividen yang kami minta supporting terjadinya pertumbuhan mulai bagaimana lebih, bukan benefit korporasi tapi benefit kepentingan bangsa, negara, rakyat lebih besar," lanjutnya.
"Kalau dikejar dividen justru terjadi yang lebih korporatif ya ini meleset tujuan kita karena sektor private berat jadi BUMN harus proaktif dan ekspansif makanya kita berikan dukungan," tandasnya.
Pernyataan tersebut juga disampaikan saat Komisi VI DPR RI melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan 17 BUMN yang mendapatkan dana bantuan pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai total Rp 143,63 triliun.
Aria Bima mengatakan rapat ini ditujukan untuk meminta penjelasan kepada perusahaan-perusahaan yang mendapatkan dana dari pemerintah. Hal itu terkait dengan dana yang digelontorkan jumlahnya tidak kecil.
"Ini bukan jumlah yang kecil jadi kita harus tahu secara detail. Pencairan utang pemerintah Rp 108,48 triliun, PMN Rp 15,5 triliun, dana talangan Rp 19,65 triliun," kata Aria dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Adapun dana yang dimaksud diberikan dalam bentuk pencairan utang pemerintah senilai Rp 108,48 triliun. Pembayaran ini akan diberikan kepada PT Pertamina (Persero) Rp 40 triliun, PT PLN (Persero) Rp 48,46 triliun, PT Pupuk Indonesia (Persero) Rp 6 triliun dan PT KAI (Persero) Rp 300 miliar.
Selanjutnya ada Perum Bulog sebesar Rp 560 miliar, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) Rp 1 triliun. Sejumlah perusahaan BUMN Karya seperti PT Hutama Karya (Persero), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
Kemudian ada PMN sebesar Rp 15,5 triliun yang akan diterima oleh PT Hutama Karya (Persero) Rp 7,5 triliun, PT PNM (Persero) Rp 1,5 triliun, PT BPUI (Persero) Rp 6 triliun dan ITDC sebesar Rp 500 miliar.
Lalu dana talangan sebesar Rp 19,65 triliun yang akan diberikan kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) Rp 8,5 triliun, PT KAI Rp 3,5 triliun, Perum Perumnas Rp 650 miliar, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) dan PT Perkebunan Nusantara (Persero) Rp 4 triliun.
Adapun rapat ini dihadiri oleh seluruh direktur utama dan jajaran direksi lainnya dari 17 BUMN tersebut.
Terkait dengan dividen, dalam Rapat Kerja (Raker) tertutup Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Komisi XI DPR RI, pada Rabu (13/5/2020), juga disebutkan bahwa ada potensi penundaan setoran dividen (keuntungan dari laba bersih) BUMN kepada pemerintah.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febri Kacaribu saat itu membenarkan adanya anggaran untuk BUMN dalam rangka Program PEN. Namun dia menegaskan nominal stimulusnya, termasuk angka Rp 152,15 triliun, belum bisa dipastikan sebab masih akan dibahas lebih lanjut dalam Sidang Kabinet (sidkab).
"Ada [stimulus untuk] BUMN. Kita belum bisa tampilkan angka [pasti] karena harus dibawa ke sidkab. Nanti akan ada PMN, ada pembayaran kompensasi ini jelas karena pemerintah ada utang kompensasi ke PLN dan Pertamina," kata Febrio, dalam teleconference, Rabu (13/5/2020).
"Lalu ada bentuknya investasi ke BUMN, tapi dalam rangka mendorong modal kerja untuk sampai ke dunia usaha. Lalu dukungan bentuk lain seperti pelunasan tagihan, loss limit penjaminan terkait modal kerja, penundaan dividen, penjaminan pemerintah, pembayaran talangan tanah PSN [proyek strategis nasional], beberapa BUMN yang masuk ke PSN," tegas Febrio.
Dia juga menjelaskan, pemerintah tidak bantu semua BUMN yang susah karena ada kriteria termasuk dari sisi operasional dan finansial.
"Kita harus hati hati. Pemerintah tidak bantu semua BUMN yang susah. Kategorinya supply demand, operasional, finansial. Supply misalnya apakah pasokan bahan baku terganggu, supply tidak terserap, demand penurunan daya beli atau operasional ada pembatasan. Secara finansial, apakah ada penunggakan pembayaran," jelasnya.
Adapun dia menjelaskan kriteria BUMN yang mendapatkan bantuan di antaranya BUMN tersebut harus punya pengaruh terhadap hajat hidup masyarakat, punya peran sovereign, dan eksposur terhadap sistem keuangan signifikan. Ada skala prioritas yang disusun yakni sektor pangan, transportasi, keuangan, manufaktur, pariwisata energi.
"Kita akan umumkan resmi kalau sudah masuk ke sidkab," katanya.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Erick: Setoran BUMN 10 Tahun Rp 3.295 T, PMN cuma Rp 147 T
