
Rupiah Lesu, Dolar AS Masih Saja di Atas Rp 14.000

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Sentimen yang beredar memang cenderung negatif sehingga membuat investor menahan diri untuk mengoleksi aset-aset berisiko.
Pada Jumat (19/6/2020), US$ 1 dihargai Rp 14.010 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya alias stagnan.
Namun sejurus kemudian rupiah langsung melemah. Pada pukul 09:05 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.020 di mana rupiah melemah 0,07%.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot di posisi Rp 14.010 atau menguat 0,11%. Hari ini, sepertinya agak sulit bagi mata uang Tanah Air untuk mengulangi pencapaian serupa.
Pasalnya, sentimen yang beredar di pasar sulit untuk mendongkrak rupiah. Malam tadi waktu Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 13 Juni adalah 1,51 juta. Turun 58.000 dibandingkan pekan sebelumnya.
Meski turun, tetapi angka tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi pasar yang memperkirakan sebanyak 1,3 juta. Akibatnya, muncul persepsi bahwa pemulihan pasar tenaga kerja AS yang terhantam keras oleh pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) butuh waktu yang agak lama.
"Memang pandangan sudah beralih dari gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat kebijakan karantina wilayah (lockdown). Namun ternyata PHK masih terjadi, yang merupakan cerminan dari resesi," kata Andrew Stettner, Senior Fellow di The Century Foundation yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
Perkembangan penyebaran virus corona juga terus dimonitor oleh pelaku pasar. Kecemasan akan gelombang serangan kedua (second wave outbreak) kian mengemuka.
Kini giliran Jerman yang mendapat sorotan. Sekitar 400 pekerja di sebuah rumah pemotongan hewan di bagian utara Jerman positif mengidap virus corona. Ini membuat sejumlah sekolah di daerah tersebut kembali ditutup untuk sementara.
"Kami mencemaskan gelombang serangan kedua, dan Anda bisa melihat tanda-tandanya di AS, China, bahkan Jerman. Hal seperti ini akan berujung kepada mini lockdown untuk mencegah penularan lebih lanjut. Pertanyaannya, seberapa jauh ini akan mempengaruhi pasar?" kata Justin Onuekwusi, Portfolio Manager di Legal & General Invesment Management, seperti dikutip dari Reuters.
