
Emas Diramal Cetak Rekor di Akhir 2020, Tapi Bakal Turun Dulu

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia kembali melemah pada perdagangan Kamis (18/6/2020), meski sentimen pelaku pasar sedang memburuk akibat kecemasan akan penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19) gelombang kedua.
Pada pukul 18:52 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.720,71/troy ons, melemah 0,32% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
China, lokasi pertama wabah Covd-19, kini mengalami peningkatan kasus Covid-19. Kali ini episentrumnya di Beijing. Kemarin, ada tambahan 31 kasus baru, sehingga total ada 137 kasus sejak pertama kali dilaporkan pada Jumat (12/6/2020) pekan lalu. Akibatnya, beberapa penerbangan dibatalkan, sekolah diliburkan, dan pengunjung dari luar kota dibatasi.
Peningkatan kasus tersebut membuat pelaku pasar waspada akan kemungkinan penerapan karantina wilayah (lockdown) lagi di China, yang tentunya akan memukul pertumbuhan ekonomi global.
Tidak hanya di China, di Negeri Paman Sam juga terjadi hal yang sama. Negara Bagian Texas melaporkan penambahan kasus sebanyak 2.793 orang atau 11% dari total kasus yang ada Rabu kemarin. Sebelumnya pada hari Selasa, tercatat kasus baru sebanyak 2.518.
Penambahan kasus Covid-19 tersebut menjadi penyebab memburuknya sentimen pelaku pasar dan bursa saham berguguran. Dalam kondisi itu, emas seharusnya bisa menguat, tetapi nyatanya malah melempem.
Direktur global trading Kitco Metals Peter Hug menilai emas akan melemah dalam jangka pendek, tetapi di akhir tahun akan melewati level US$ 1.920/troy ons, alias mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Faktor musiman akan menyebabkan emas melemah di musim panas (Juni-Agustus), tetapi dalam jangka menengah jalur penguatan emas masih terbuka.
"Jangka pendek, khususnya karena faktor musiman, harga emas akan melemah, tetapi pada akhir tahun saya pikir level tertinggi tahun 2011 yakni US$ 1.920, akan berhasil dicapai atau bahkan lebih tinggi lagi," kata Hug sebagaimana dilansir Kitco News.
Ia menambahkan kerusakan ekonomi yang panjang akibat pandemi Covid-19 akan memicu koreksi lagi di pasar saham, dan emas juga akan ikut terkoreksi. "Saya pikir itu (koreksi pasar saham) tidak akan menjadi bullish bagi emas. Saya pikir reaksi awal emas akan ikut melemah karena orang-orang mulai panik dan memilih memegang uang kas," tambahnya.
Pergerakan tersebut pernah terjadi di bulan Maret, saat bursa saham diterpa aksi jual masif, emas justru ikut ambrol, saat itu muncul jargon "cash is the king".
Secara teknikal, melihat grafik harian emas sebenarnya bergerak mendatar (sideways) dalam pola rectangle sejak awal April lalu.
Emas bergerak dalam rentang US$ 1.670/troy ons (batas bawah pola rectangle) sampai US$ 1.744/troy ons (batas atas pola rectangle). Beberapa kali, emas memang sempat melewati batas tersebut, tetapi pada akhirnya kembali terjebak di dalam pola tersebut.
Indikator stochastic berada di dekat wilayah jenuh beli (overbought). Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun.
![]() xau |
Stochastic saat ini berada di level 74, sehingga ruang penguatan emas hari ini cukup terbuka menuju resisten (tahanan atas) terdekat US$ 1.744/troy ons.
Ke depannya, jika mampu menembus US$ 1.744/troy ons dengan meyakinkan, dan mampu bertahan di atasnya dalam beberapa hari ke depan, artinya emas berhasil breakout pola rectangle. Itu artinya, emas berpeluang melesat menuju US$ 1.818/troy ons.
Sementara selama tertahan di bawah resisten tersebut, emas masih akan terjebak dalam pola rectangle, dengan risiko koreksi ke US$ 1.670/troy ons.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas
