Hadapi Corona, BoJ akan "Cetak Uang" US$ 300 Miliar Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 June 2020 17:05
Mata Uang Yen Jepang
Foto: Mata Uang Yen Jepang (REUTERS/Lee Jae-Won)

Perekonomian Jepang memang sudah mengalami resesi. Pada kuartal I-2020 lalu, produk domestik bruto (PDB) Jepang mengalami kontraksi alias minus 0,6% dari kuartal sebelumnya (quarter-on-quarter/QoQ).

Jepang akhirnya resmi mengalami resesi teknikal akibat PDB minus dalam dua kuartal beruntun secara QoQ. Di kuartal IV-2019 lalu, PDB Jepang minus 1,9% QoQ, dan di kuartal sebelumnya stagnan 0%.

Secara annualized, di kuartal I-2020 PDB Jepang berkontraksi 2,2% YoY, dan di kuartal IV-2019 terkontraksi sebesar 7,2%.


Badai yang menghantam perekonomian terbesar ketiga di dunia ini masih belum berakhir. Di kuartal II-2020 kontraksi ekonomi diprediksi hingga 20% annualized oleh para analis, sebagaimana dilansir Reuters.


Maklum saja, Jepang menerapkan status darurat nasional Covid-19 mirip dengan lockdown di bulan April dan baru dicabut pada akhir Mei. Sehingga sekitar 2 bulan di kuartal II-2020 roda perekonomian Jepang melambat signifikan.


Kontraksi dalam yang di depan mata tak membuat BoJ agresif dalam memberikan stimulus moneter. Salah satu sebabnya adalah nilai tukar yen Jepang yang cenderung stabil.


Sejak akhir 2019 hingga Senin kemarin, yen hanya menguat 1,42% melawan dolar AS. Padahal yen merupakan mata uang yang dianggap safe haven, ketika terjadi kemerosotan ekonomi akan banyak diburu, sehingga bisa menguat tajam.


Di awal Maret lalu, yen memang sempat menguat sekitar 6% saat pasar finansial global mengalami gejolak. Tetapi setelahnya, yen kembali stabil.
Stabilitas yen sangat penting bagi perekonomian Jepang. Nilai tukar yen yang terlalu kuat akan berdampak buruk bagi Jepang yang beorientasi ekspor. Berdasarkan data dari World Bank, ekspor bekontribusi sekitar 18% terhadap PDB Jepang di tahun 2018.


Penguatan yen membuat produk Jepang menjadi lebih mahal, sehingga kehilangan keunggulan kompetitif. Ketika itu terjadi, tekanan bagi BoJ untuk menambah stimulus moneter tentunya semakin kuat.


Seperti disebutkan sebelumnya, penambahan stimulus membuat perekonomian banjir lukuiditas. Ketika itu terjadi, nilai suatu mata uang cenderung terdepresiasi.


Stabilnya yen membuat tekanan bagi BoJ untuk menambah stimulus menjadi berkurang, sehingga kebijakan utama masih tetap dipertahankan.


TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular