
IHSG Melesat 3% Lebih, tapi Dana Asing Keluar RI Rp 28 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari naik tinggi 3% lebih. Namun kinerja positif IHSG tersebut diikuti penarikan dana asing dengan net sell sebesar Rp 150 miliar.
Kenaikan IHSG hari ini, merupakan respons atas keputusan Federal Reserve alias The Fed yang mengatakan akan membeli obligasi korporasi di pasar sekunder, memperluas pembelian surat utang korporasi dari semula hanya di pasar primer.
Sikap The Fed yang kian agresif melakukan pembelian di pasar obligasi menunjukkan bahwa bank sentral paling digdaya sedunia ini bakal memastikan likuiditas di pasar terjaga dan bahkan berlebih.
Seharusnya, dengan likuiditas berlebih, maka pasar modal negara berkembang dan emerging market pun berpeluang mendapat limpahan investasi likuiditas berlebih, yang tentunya menjadi sentimen positif kenaikan IHSG hari ini.
Faktanya, hari ini asing masih keluar dari pasar saham domestik. Bahkan dalam sepekan terakhir investor asing sudah melakukan penjualan bersih sebesar Rp 2,67 triliun.
Belum ada sinyal investor asing akan memasukkan dana ke pasar saham Indonesia dalam waktu dekat. Jika di total dari awal tahun, dana yang sudah dilarikan investor asing jumlahnya mencapai Rp 27,94 triliun.
Nampaknya investor asing tidak berani bertaruh pemulihan ekonomi Indonesia akan berlangsung dengan cepat karena menurut berbagai analis, Pemerintah Indonesia telat dalam menangani pandemi virus corona, bahkan sejak awal terkesan acuh tak acuh.
Hal ini dapat dilihat dari rilis data Juru Bicara Pemerintah RI untuk Covid-19, Achmad Yurianto, kembali menyampaikan perkembangan kasus corona di Indonesia. Pada hari Senin, 15 Juni 2020, Gugus Tugas mencatat adanya penambahan kasus positif sebanyak 1.017 sehingga total kasus menjadi 39.294.
Sementara itu, jumlah pasien sembuh bertambah 529 menjadi 15.123 dan untuk jumlah pasien wafat menjadi 2.198 atau bertambah 64 dari sehari sebelumnya.
Kenaikan ini sangat mengkhawatirkan apalagi sudah dibukanya pusat perbelanjaan alias mal pekan ini yang tentunya akan menarik kerumunan masyarakat.
Rilis data ini tentunya akan mendatangkan ketakutan bagi para pelaku pasar akan munculnya gelombang kedua virus Covid-19. Apalagi banyak yang berpendapat bahwa gelombang pertama virus corona saja belum berhasil dilewati.
Apalagi saham-saham berkapitalisasi pasar besar yang menjadi tulang punggung IHSG adalah saham-saham di sektor perbankan. Jika mengacu pada teori siklus krisis di pasar keuangan, apabila terjadi kontraksi ekonomi maka saham dari sektor perbankan yang tertekan dalam.
Ini artinya apabila perekonomian dihentikan kembali karena peningkatan kasus virus corona, maka saham sektor dari sektor ini yang akan mengalami tekanan paling duluan.
Sementara itu, stimulus likuiditas yang disuntikkan oleh Bank Indonesia (BI) juga dinilai sangat minim, sebesar Rp 503 triliun saja. Sementarai itu total stimulus yang sudah disuntikkan The Fed sebesar US$ 1,4 triliun.
Ditambah Quantitative Easing (QE) ala BI hanya berani membeli obligasi pemerintah saja, dan QE ala The Fed, obligasi perusahaan apabila memiliki rating yang memadai akan diborong juga.
Belum lagi Menteri Keuangan Sri Mulyani baru-baru ini memprediksi bahwa tahun ini adalah tahun yang buruk perekonomian Indonesia.
"2020 adalah tahun yang sangat extraordinary. Pandemi Covid-19 adalah tantangan yang belum ada jawaban kapan akan berakhir dan bagaimana respons yang paling efektif," kata Sri Mulyani dalam keterangan pers APBN Kita edisi Juni 2020, Selasa (16/6/2020).
Akibat pandemi virus corona (Covid-19), lanjut Sri Mulyani, Bank Dunia memperkirakan ekonomi global terkontraksi atau tumbuh negatif -5,2%. "IMF (Dana Moneter Internasional) kita akan lihat beberapa bulan ke depan, biasanya outlook Juli. Pasti ada revisi," katanya.
"Pada kuartal II akan ada kontraksi karena PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dilakukan dan memberi kontribusi ke pertumbuhan ekonomi yang besar. Ini akan mempengaruhi kuartal II yang kita perkirakan -3,1%," katanya.
Namun pada kuartal III dan IV, demikian Sri Mulyani, situasi diperkirakan membaik dan pertumbuhan ekonomi kembali ke teritori positif. Oleh karena itu, pemerintah masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 di kisaran -0,4% hingga 2,3%.
Hal-hal inilah yang menyebabkan Dow Jones secara tahun berjalan hanya terkoreksi 9,72%, dan IHSG secara tahun berjalan masih terkoreksi sebesar 21,24%, dan apabila para pelaku pasar berekspektasi pemulihan IHSG akan membentuk huruf U atau bahkan L maka ini dapat dimaklumi.
Mungkin satu-satunya yang dapat menyelamatkan IHSG hanya skenario apabila AstraZeneca benar-benar bisa mendistribusikan vaksin darurat ke AS dan Inggris pada September atau Oktober, dengan kesiapan pengiriman secara stabil pada awal 2021.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
