
Kenapa Harga Batu Bara Susah ke Level US$ 60/Ton?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib komoditas batu bara kian terpuruk, harganya kini kian ambles. Jalan menuju harga sebelum pandemi corona terjadi di US$ 60/ton penuh tantangan, terjal dan berbatu.
Kemarin (10/6/2020) harga batu bara termal Newcastle untuk kontrak yang ramai ditransaksikan kembali ditutup dengan pelemahan. Harga pasir hitam ini terkoreksi sebesar 1,48% ke US$ 53,2/ton. Ini merupakan harga terendah sejak 11 Mei 2020.
Meskipun ekonomi sudah mulai dibuka kembali secara gradual, prospek permintaan terhadap batu bara masih diliputi ketidakpastian. Pembatasan perdagangan tampaknya menjadi penghalang impor batu bara China. Padahal sebenarnya peluang China untuk mengimpor batu bara lebih banyak masih terbuka.
Data bea cukai menunjukkan impor batu bara untuk semua jenis mencapai 22,1 juta ton pada Mei, turun 29% dari bulan sebelumnya dan lebih rendah dari 21,8 juta ton pada Mei tahun lalu.
Meskipun kebijakan impor China masih belum jelas, pembatasan impor seperti adanya kuota pelabuhan telah menjadi masalah yang terus berkembang dalam beberapa pekan terakhir. Hal ini disampaikan langsung oleh para trader batu bara kepada Reuters.
Pembatasan impor ini adalah langkah pemerintah China untuk melindungi produsen batu bara lokal setelah harga batu bara domestiknya turun tajam akibat pandemi corona.
Namun beberapa waktu terakhir, harga batu bara domestik Cina cenderung naik dan lebih tinggi daripada harga pengiriman batu bara impor. Biasanya ini akan memicu lonjakan impor. Namun hal yang sebaliknya malah terjadi, impor China justru menurun.
Analis melihat bahwa tingginya volume impor batu bara China awal tahun ini tidak mungkin dipertahankan terus menerus mengingat adanya kebijakan pembatasan impor dan kemungkinan pengurangan pasokan dari produsen yang berbiaya tinggi.
Ketegangan yang terjadi antara China dengan Australia juga turut menjadi faktor yang perlu dicermati dan dapat berdampak pada permintaan batu bara dari Australia mengingat Negeri Kangguru menjadi salah satu pemasok terbesar batu bara ke Negeri Panda.
Selain itu impor batu bara total Korea Selatan dan Jepang yang masih rendah di awal bulan ini juga menjadi sentimen lain yang turut menekan harga komoditas unggulan Australia dan Indonesia ini.
Mengacu pada data Refinitiv Coal Flow, untuk pekan yang berakhir pada 7 Juni, total impor batu bara Korea Selatan dan Jepang masing-masing adalah 0,98 dan 1,99 juta ton. Lebih rendah dibandingkan dengan 1,88 dan 3,31 juta ton yang diimpor di setiap negara pada minggu terakhir bulan Mei.
Sebenarnya potensi naiknya permintaan batu bara memang ada jika melihat temperatur di negara-negara Asia Utara yang lebih hangat dari normal membuat kebutuhan akan pendingin menjadi meningkat. Namun ketersediaan dan murahnya harga gas sebagai bahan bakar substitusi menjadi ancaman bagi batu bara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Harga Batu Bara Tak Gerak, Nasibnya Kini Terombang-Ambing