
Defisit APBN Naik, Mampukah Pasar Membiayai?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana menaikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 guna menanggulangi keterpurukan ekonomi akibat pandemi virus corona (Covid-19).
Belanja Pemerintah Pusat di outlook terbaru APBN 2020 menjadi Rp 1.974,4 triliun dari sebelumnya Rp 1.851,1 triliun. Ada kenaikan Rp 123,3 triliun.
Kenaikan tersebut akan memicu pemerintah untuk menambah suplai penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) guna memenuhi sebagian pembiayaan dalam APBN 2020. Pemerintah akan mengoptimalkan penerbitan melalui lelang, Obligasi Negara Ritel (ORI), serta private placement.
Penerbitan obligasi dalam minggu-minggu terakhir ini dianggap cukup sukses atau berhasil karena permintaan yang lumayan tinggi. Pada hari Selasa (9/6/2020) pemerintah melakukan lelang enam seri Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dengan kelebihan permintaan (oversubscribed) sebanyak 4,1 kali.
Target indikatif pada lelang kemarin sebesar Rp 7 triliun, permintaan yang masuk senilai Rp 28,64 triliun, dan pemerintah memenangkan sebesar Rp 9,5 triliun dari enam seri tersebut, mengacu data DJPPR Kementerian Keuangan.
Sebelumnya, pada Selasa (2/6/2020), pemerintah juga melakukan lelang tujuh seri Surat Utang Negara (SUN). Lelang tersebut oversubscribed sebanyak 5,2 kali, yang tercermin dari permintaan yang masuk senilai Rp 105,27 triliun, dan pemerintah memenangkan sebesar Rp 24,35 triliun dari tujuh seri tersebut dengan target indikatif Rp 20 triliun.
Mengacu dari hasil lelang yang masuk, investor cukup optimis terhadap aset pendapatan tetap (fixed income) ini karena penawaran tingkat yield yang cenderung lebih tinggi. Sementara meningkatnya kekhawatiran ketegangan antara AS-China dan ekonomi global yang masuk jurang resesi turut mendukung aset fixed income yang minim risiko.
Nah dalam lelang 2 Juni 2020 ini, Bank Indonesia (BI) membeli langsung di pasar primer Rp 2,09 triliun.
"Dari jumlah ini untuk BI 2,09 triliun. Jadi dari lelang perdana semakin kecil yang BI beli," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pesan singkatnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (2/6/2020).
Dengan lebih rendahnya pembelian di pasar perdana, Perry menegaskan confidence terhadap market Indonesia makin tinggi.
"Ini tunjukkan confidence pasar semakin baik. Bid pasar yang masuk semakin besar. Yang dimenangkan pasar semakin besar. Yield turun. BI beli semakin kecil."
Derasnya minat investor terhadap obligasi pemerintah, bahkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Keuangan Negara (DJPPR) Kementerian Keuangan bahkan menerbitkan dua global bond sekaligus pada semester II-2020 mendatang.
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu, Deni Ridwan menjelaskan, dua global bond yang dimaksud adalah penerbitan Samurai Bond dan Euro Bond.
"Memang ada rencana penerbitan Samurai Bond dan Euro Bond di semester kedua [2020]," kata Deni dalam video conference, Kamis (4/6/2020).
Untuk diketahui, pada Januari 2020 lalu pemerintah telah menerbitkan global bond perdana sebagai bagian dari pembiayaan APBN 2020.
Obligasi global yang diterbitkan berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) dalam dua seri, yaitu RI0230 senilai US$ 1,2 miliar untuk tenor 10 tahun dan RI0250 senilai US$ 800 juta untuk tenor 30 tahun. Sementara, global bond euro diterbitkan dengan seri RIEUR0227 senilai EUR 1 miliar untuk tenor 7 tahun.
Sukses dalam lelang-lelang tersebut, mencerminkan bahwa penyerapannya cukup bisa diandalkan untuk membiayai postur APBN 2020 yang berencana naik menjadi sebesar Rp 1.974,4 triliun, kendati tidak seutuhnya hanya melalui pasar obligasi.
Negara yang ingin memperbaiki defisit anggarannya dapat melakukannya dengan cara penghematan belanja dan meningkatkan pendapatan. Cara penghematannya, seperti penghentian program yang tidak efektif, pemangkasan biaya operasional dan rutin lainnya, serta pemotongan subsidi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, untuk revisi kedua APBN 2020 ini, pemerintah memutuskan untuk kembali menghemat anggaran K/L hingga Rp 50 triliun.
"Belanja K/L turun karena ada penghematan lanjutan Rp 50 triliun," ujarnya melalui teleconference, Kamis lalu (4/6/2020).
Dengan penghematan ini, maka belanja K/L saat ini menjadi Rp 786,5 triliun dari sebelumnya yang dianggarkan Rp 836,5 triliun pada Perpres nomor 54 tahun 2020.
Namun, jika secara total belanja negara mengalami peningkatan Rp 124,5 triliun menjadi Rp 2.738,4 triliun dari sebelumnya Rp 2.613,8 triliun. Belanja ini meningkat karena ada tambahan cukup besar di belanja Pemerintah Pusat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(har/har) Next Article Defisit APBN Naik, Apakah Pasar Masih Kuat Biayai?