
Ekonomi Global Bangkit, Rupiah Ikut Terungkit
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 June 2020 09:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Kepercayaan diri investor terhadap pemulihan ekonomi semakin tebal sehingga minat untuk mengoleksi aset-aset berisiko pun bertambah.
Pada Selasa (9/6/2020), US$ 1 setara dengan Rp 13.850 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.
Namun rupiah tidak betah berlama-lama di zona merah. Pada pukul 09:08 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.840 di mana rupiah menguat tipis 0,07%.
Kemarin, rupiah gagal mempertahankan momentum penguatan karena hanya bisa finis stagnan di Rp 13.850/US$. Padahal rupiah sempat menguat seiring rilis cadangan devisa yang menggembirakan.
Namun hari ini sepertinya sulit untuk membendung laju penguatan rupiah. Pasalnya, risk appetite investor sedang melambung.
Tingginya risk appetite ini terlihat di bursa saham New York. Pada dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 1,7%, S&P 500 naik 1,2%, dan Nasdaq Composite bertambah 1,13%. Bahkan Nasdaq sudah mencatatkan kenaikan 10,64% secara year-to-date, meski DJIA dan S&P 500 masih minus.
Euforia akibat rilis data ketenagakerjaan AS akhir pekan lalu masih sangat terasa. Bukan apa-apa, rilis tersebut jauh lebih baik ketimbang perkiraan, memberikan kejutan besar.
Pada Mei, perekonomian AS menciptakan lapangan kerja sebanyak 2,51 juta. Jauh membaik ketimbang bulan sebelumnya di mana kesempatan kerja berkurang 20,69 juta. Juga jauh lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan terjadi penyusutan lapangan kerja sebanyak 8 juta.
Bahkan tambahan 2,51 juta lapangan kerja adalah rekor tertinggi setidaknya sejak 1939. Rekor sebelumnya adalah pada September 1983, itu pun 'hanya' 1,12 juta.
Pencapaian ini membuat tingkat pengangguran AS sedikit menurun. Pada Mei, tingkat pengangguran tercatat 13,3% sedangkan bulan sebelumnya mencapai 14,7%.
"Laporan data ketenagakerjaan sangat jauh di atas ekspektasi dan angkanya seperti berasal dari dunia yang berbeda. Kini, pasar mulai melihat bahwa kontraksi (pertumbuhan negatif) ekonomi hanya bersifat sementara dan ke depan akan ada pemulihan yang kuat," tegas Thomas Hayes, Chairman Great Hill Capital yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
Berdasarkan jajak pendapat yang digelar Reuters pada 1-3 Juni lalu, 58% dari 52 ekonom yang terlibat memperkirakan mata uang negara-negara berkembang akan pulih tahun ini. Penguatan mata uang negara-negara berkembang (termasuk rupiah) didorong oleh derasnya arus modal asing.
"Ekonomi di banyak negara mula menunjukkan kebangkitan usai pelonggaran pembatasan sosial. Ini menciptakan sentimen positif di pasar," kata David Hauner, Head of Emerging Markets Strategy di Bank of America Merril Lynch, salah satu yang terlibat dalam survei Reuters.
Pada Selasa (9/6/2020), US$ 1 setara dengan Rp 13.850 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.
Namun rupiah tidak betah berlama-lama di zona merah. Pada pukul 09:08 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.840 di mana rupiah menguat tipis 0,07%.
Namun hari ini sepertinya sulit untuk membendung laju penguatan rupiah. Pasalnya, risk appetite investor sedang melambung.
Tingginya risk appetite ini terlihat di bursa saham New York. Pada dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 1,7%, S&P 500 naik 1,2%, dan Nasdaq Composite bertambah 1,13%. Bahkan Nasdaq sudah mencatatkan kenaikan 10,64% secara year-to-date, meski DJIA dan S&P 500 masih minus.
Euforia akibat rilis data ketenagakerjaan AS akhir pekan lalu masih sangat terasa. Bukan apa-apa, rilis tersebut jauh lebih baik ketimbang perkiraan, memberikan kejutan besar.
Pada Mei, perekonomian AS menciptakan lapangan kerja sebanyak 2,51 juta. Jauh membaik ketimbang bulan sebelumnya di mana kesempatan kerja berkurang 20,69 juta. Juga jauh lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan terjadi penyusutan lapangan kerja sebanyak 8 juta.
Bahkan tambahan 2,51 juta lapangan kerja adalah rekor tertinggi setidaknya sejak 1939. Rekor sebelumnya adalah pada September 1983, itu pun 'hanya' 1,12 juta.
Pencapaian ini membuat tingkat pengangguran AS sedikit menurun. Pada Mei, tingkat pengangguran tercatat 13,3% sedangkan bulan sebelumnya mencapai 14,7%.
"Laporan data ketenagakerjaan sangat jauh di atas ekspektasi dan angkanya seperti berasal dari dunia yang berbeda. Kini, pasar mulai melihat bahwa kontraksi (pertumbuhan negatif) ekonomi hanya bersifat sementara dan ke depan akan ada pemulihan yang kuat," tegas Thomas Hayes, Chairman Great Hill Capital yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
Berdasarkan jajak pendapat yang digelar Reuters pada 1-3 Juni lalu, 58% dari 52 ekonom yang terlibat memperkirakan mata uang negara-negara berkembang akan pulih tahun ini. Penguatan mata uang negara-negara berkembang (termasuk rupiah) didorong oleh derasnya arus modal asing.
![]() |
"Ekonomi di banyak negara mula menunjukkan kebangkitan usai pelonggaran pembatasan sosial. Ini menciptakan sentimen positif di pasar," kata David Hauner, Head of Emerging Markets Strategy di Bank of America Merril Lynch, salah satu yang terlibat dalam survei Reuters.
Next Page
Hati-hati, Risiko Masih Tinggi!
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular