Internasional

Diajak Australia Berdamai, Begini Respons China

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
08 June 2020 16:45
Australian Foreign Minister Julie Bishop, left, shakes hands with Chinese Foreign Minister Wang Yi as she arrives for a meeting at the Ministry of Foreign Affairs in Beijing, Wednesday, Feb. 17, 2016. (Wu Hong/Pool Photo via AP)
Foto: File Photo: Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop, kiri, berjabat tangan dengan Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi. AP/Wu Hong

Jakarta, CNBC IndonesiaAustralia menyampaikan seruan ke China untuk meredakan ketegangan antar kedua negara belum juga mendapat tanggapan. Padahal, ajakan untuk mengadakan diskusi untuk menemukan solusi bagi perselisihan mereka telah dikirimkan ke China sejak berminggu-minggu lalu, kata Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham.

"Sayangnya, permintaan kami untuk diskusi sejauh ini telah dipenuhi secara negatif," kata Birmingham kepada radio Australian Broadcasting Corp (ABC), Senin (8/6/2020). "Itu mengecewakan."

Hubungan antara Australia dengan China telah menegang pasca Negeri Kanguru meminta dilakukan penyelidikan internasional tentang asal-usul virus corona (COVID-19) yang telah menginfeksi tujuh ribu lebih orang di negaranya.


Sebelumnya China telah mengatakan bahwa virus tersebut kemungkinan berasal dari hewan buas yang dijual di sebuah pasar makanan laut yang ada di kota Wuhan, China. Namun Australia tetap bersikeras untuk melakukan penyelidikan. Per Senin, ada 79% orang Australia yang mendukung upaya investigasi tersebut, menurut hasil jajak pendapat yang dimuat surat kabar the Australian.

Hal itu telah membuat China marah. China menyebut Australia memainkan "tipuan kecil" dan duta besar China untuk Australia telah mengeluarkan peringatan bahwa konsumen China dapat memboikot produk-produk Australia jika Australia melakukan penyelidikan.

Sejak itu China juga telah menghentikan impor daging sapi dari empat pengolah daging terbesar di Australia dan memberlakukan tarif yang tinggi terhadap impor gandum. Namun, kedua belah pihak mengatakan langkah-langkah itu tidak ada hubungannya dengan perselisihan mereka soal pandemi yang mematikan tersebut.

Langkah China itu dipastikan bakal berpengaruh pada ekonomi Australia mengingat Negeri Tirai Bambu merupakan pasar ekspor terbesar Australia. Di mana cakupannya mencapai lebih dari 30% ekspor Australia.



Selain ancaman dan tarif, pada Jumat lalu China juga telah mengimbau warganya untuk tidak bepergian ke Australia. Alasannya adalah karena ada diskriminasi rasial dan kekerasan terhadap orang China sehubungan dengan pandemi virus corona di negara itu. Namun, hal ini telah dibantah Australia.

"Belum ada gelombang kekerasan terhadap orang-orang China. Saya tidak tahu mengapa ini dinyatakan," kata Wakil Perdana Menteri Michael McCormack, menurut The Sydney Morning Herald. "Yang bisa saya katakan adalah pernyataan itu tidak benar."

"Siapa pun dari China yang mengunjungi Australia atau berada di negara ini saat ini sangat disambut," tambah McCormack. "Orang-orang dari China tahu bahwa ini adalah negara yang hebat untuk dikunjungi dan didatangi. Kami ingin orang-orang dari China, dari mana saja di dunia, datang dan menjelajahi Australia."

Hal senada juga disampaikan oleh Birmingham, yang juga merupakan menteri pariwisata Australia. Birmingham mengecam pemerintah China karena membuat klaim yang disebutnya tidak berdasar itu. Dia juga mengatakan Australia adalah masyarakat multikultural dan migran paling sukses di dunia.

"Komunitas China-Australia adalah kontributor yang signifikan dan bernilai bagi kisah sukses itu," katanya. China adalah sumber tunggal terbesar wisatawan dan pelajar internasional di Australia.

"Penolakan kami terhadap klaim-klaim ini, yang sebelumnya dibuat secara salah oleh pejabat China, sudah diketahui oleh mereka," kata Birmingham.

Saran untuk tidak mengunjungi Australia disampaikan pejabat China tak lama setelah Perdana Menteri Scott Morrison mengungkapkan rencana perbaikan aturan investasi asing dengan Dewan Peninjau Investasi Asing (FIRB) agar diberikan wewenang untuk menyetujui semua investasi di industri sensitif terlepas dari ukurannya.

Dewan itu biasanya meninjau aktivitas investasi asing dengan nilai di atas US$ 275 juta.

Direktur eksekutif Australian Strategic Policy Institute Peter Jennings menduga waktu dikeluarkannya imbauan China itu tidak ada hubungannya dengan perubahan FIRB. Tetapi ia yakini bahwa langkah itu adalah bagian dari taktik pemerintah China untuk menjadi lebih agresif dan lebih tegas secara global.

"Sejujurnya, itu hanya propaganda. Saya tidak melihat dasar faktual ... dari perilaku rasis terkait epidemi," kata Jennings.

[Gambas:Video CNBC]


(res/res) Next Article Harga Batu Bara Tak Gerak, Nasibnya Kini Terombang-Ambing

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular