Di Balik Misi Bank Mega Melawan Corona

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
05 June 2020 14:55
Bank Mega Peduli Sesama Menghadapi Pandemi Covid-19. (Dok.Bank Mega)
Foto: Bank Mega Peduli Sesama Menghadapi Pandemi Covid-19. (Dok.Bank Mega)

Jakarta, CNBC Indonesia - Peran sosial korporasi sempat dinilai bertentangan dengan "fungsi dasar" perusahaan sebagai entitas untuk mencetak laba. Namun di tengah pandemi, PT Bank Mega Tbk justru "nekad" merogoh kocek lebih dalam untuk membiayai aktivitas sosial.

Istilah Corporate Social Responsibility (CSR) tentu sudah sangat familiar di telinga kita, yakni tanggung-jawab korporasi di bidang sosial kemasyarakatan dengan membagikan manfaat non-bisnis kepada stakeholder (konsumen, klien, maupun masyarakat).

Namun tahukah anda, bahwa ketika CSR pertama diperkenalkan oleh Howard R. Bowen dalam bukunya "Social Responsibilities of The Businessman" (1953), tak semua akademisi setuju? Banyak juga yang menolak, salah satunya adalah Profesor Universitas Harvard, Theodore Levitt.

Dalam tulisannya berjudul "The Dangers of Social Responsibility" (1958), Levitt mengingatkan bahwa CSR bisa mengalihkan fokus perusahaan dari tujuan pembentukannya-yakni memaksimalkan keuntungan-dan pada akhirnya bisa membahayakan eksistensinya.

Levitt tak sendirian. Ekonom Milton Friedman dalam artikelnya di The New York Times (1960) menegaskan "the social responsibility of business is to enhance its profit". Oleh karena itu, aktivitas yang melayani kepentingan non-shareholder akan kontraproduktif dengan tujuannya.

Namun kini, CSR telah menjadi program rutin perusahaan, tak terkecuali di Indonesia. Di awal tahun 1980-an, dunia usaha telah familiar dengan istilah bakti sosial, yakni kegiatan non-profit seperti sumbangan bencana alam, beasiswa, pengobatan massal, dll.

Dengan munculnya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, CSR pun menjadi bagian tak terpisahkan dari perusahaan Indonesia karena bersifat mandatori. Di pasal 1 UU tersebut, istilah CSR disebut sebagai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).

Kini, di tengah pandemi COVID-19 yang berujung pada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) alias lockdown parsial, entitas usaha pun terpukul karena aktivitas bisnis terhambat. Kegiatan bisnis di Indonesia melesu sehingga pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya akan di kisaran 2,3% dan bukan 5,3% seperti target di awal tahun. Dus, pelaku usaha pun mengencangkan ikat pinggang.

Namun di tengah situasi sulit itu, bank berkode saham MEGA malah mengucurkan dana ekstra untuk CSR. Bersama CT Corp, Astra dan Indofood, perseroan membantu pengadaan peralatan medis ICU dan HCU di dua Rumah Sakit rujukan Covid-19 yaitu RSUPN  Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) - Jakarta dan Rumah Sakit Infeksi - Airlangga di Surabaya.

Mengapa inisiatif tersebut diambil? Jika bicara kewajiban CSR sebagaimana amanat UU Perseroan Terbatas, bukankah perseroan sudah rutin menggarap pos CSR dalam Laporan Keberlanjutan? Apa yang kurang?

Mengacu pada Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) 2019, Bank Mega fokus pada strategi membangun keberlanjutan bisnis dengan skala prioritas pada pengembangan kapasitas dan penyaluran kredit sesuai Kategori Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB). Itu secara internal.

Khusus untuk program eksternal, bank yang didirikan pada tahun 1969 ini memiliki dua program CSR yakni Mega Berbagi dan Mega Peduli. Sepanjang tahun 2019, mereka telah mengucurkan dana internal senilai total Rp 17,7 miliar untuk kedua program tersebut.

Program Mega Berbagi diarahkan ke sektor pendidikan, karena bank yang dikendalikan mantan Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung ini meyakini bahwa "peningkatan taraf pendidikan akan memutus mata rantai kemiskinan."

Sejak diluncurkan pada tahun 2008 hingga akhir Desember 2019, Bank Mega telah menghimpun dana donasi Rp 111 miliar dari Tabungan Mega Berbagi, yang disalurkan kepada 69 sekolah untuk pembangunan dan renovasi serta 3 sekolah yang saat itu masih dalam tahap pembangunan, dengan alokasi dana sebesar Rp102 miliar.

Dengan selesainya pembangunan sekolah di Timika pada awal tahun ini, maka Mega Berbagi telah membangun kembali dan merenovasi 72 sekolah diseluruh Indonesia.

Sementara itu, sejak tahun 1996 program Mega Peduli telah dijalankan dengan berbagai kegiatan sosial lainnya seperti pemberian bantuan sembako, melakukan pemeriksaan dan pengobatan gigi gratis, belajar membaca, donor darah dan bantuan lainnya kepada masyarakat sekitar Kantor Bank Mega.

Pandemi Covid-19 merupakan ancaman lintas negara karena virus tersebut memiliki karakteristik unik, yakni mudah menyebar dan mematikan untuk mereka yang memiliki komplikasi. Negara di seluruh dunia pun menghadapi persoalan yang sama, yakni ledakan jumlah pasien pengidap virus jenis corona tersebut sehingga rumah sakit pun kewalahan.

Di tengah situasi demikian, Bank Mega merasa perlu melakukan program CSR yang lebih besar lagi sebagai wujud kepedulian di bidang kesehatan. Oleh sebab itu, Bank Mega bersama CT Corp telah membantu pengadaan peralatan fasilitas medis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RSKI UNAIR, Surabaya.

qFoto: Dokumentasi PT Bank Mega Tbk
Direktur Utama PT Bank Mega Tbk Kostaman Thayib dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto berbincang di sela pemberian bantuan pengadaan peralatan medis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta pada 30 April 2020.


Bantuan yang diberikan antara lain berupa 128 slices MSCT scan, digital mobile x-ray, ventilator dan  monitor bed, infusion dan syring pump, elektrokardiogram (EKG) dan Defibrilator, Central Monitor, Oxygen mobile, tempat tidur Intensive Care Unit (ICU) serta High Care Unit (HCU) yang bernilai sekitar sembilan puluh miliar rupiah.

Saat penyerahan acara bantuan, kepada CNBC Indonesia,  Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib mengatakan bahwa melalui bantuan ini, perseroan berharap kedua rumah sakit tersebut akan dapat menampung lebih banyak lagi pasien Covid-19, sehingga penanggulangan pandemi Covid-19 menjadi lebih cepat, agar kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan baik dan kembali normal.

 

Direktur Utama PT Bank Mega Tbk Kostaman Thayib menyerahkan bantuan paket Sembilan Bahan Pokok (Sembako) di acara Mega Peduli di Jakarta Selatan, pada 15 Mei 2020.Foto: Dokumentasi PT Bank Mega Tbk
Direktur Utama PT Bank Mega Tbk Kostaman Thayib menyerahkan bantuan paket Sembilan Bahan Pokok (Sembako) di acara Mega Peduli di Jakarta Selatan, pada 15 Mei 2020.

Selain itu, masih dalam rangka membantu masyarakat yang terdampak covid-19, Bank Mega juga menyalurkan bantuan sembako kepada masyarakat di sekitar 379 Kantor Bank Mega di seluruh Indonesia, dengan total 16 ribu paket sembako senilai Rp 1,6 miliar.

“Pandemi yang terjadi saat ini telah memberikan dampak ekonomi yang cukup besar dimana banyak masyarakat harus kehilangan mata pencahariannya. Ada penurunan pendapatan di masyarakat, maka Bank Mega mengadakan Mega Peduli kepada masyarakat di sekitar kantor pusat dan cabang Bank Mega yang tersebar 379 cabang ” demikian kata Kostaman, kepada CNBC Indonesia beberapa waktu yang lalu.

Direktur Utama PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib berbincang dengan salah seorang murid SD St. Aloysius YPPK Tillemans di Timika - Papua yang merupakan salah satu sekolah penerima bantuan Mega Berbagi pada tanggal 20 Februari 2020.Foto: Dokumentasi PT Bank Mega Tbk
Direktur Utama PT Bank Mega Tbk Kostaman Thayib berbincang dengan salah seorang murid SD St. Aloysius YPPK Tillemans di Timika - Papua yang merupakan salah satu sekolah penerima bantuan Mega Berbagi pada tanggal 20 Februari 2020.



Jika kita mengacu pada studi University of California, Berkeley, apa yang dilakukan Bank Mega dengan program CSR-nya ini merupakan bentuk aglomerasi (penggabungan) dua jenis CSR, yakni CSR ingrain (yang bersifat laten) dan CSR add-on (tambahan).

Dalam laporan berjudul “Strategically Leveraging Corporate Social Responsibility: A Corporate Branding Perspective” (2012), Christine Vallaster dkk melaporkan bahwa dua level integrasi CSR itu banyak dijalankan dalam praktik bisnis, karena sama-sama memperkuat merek (brand) baik untuk produk (product brand) maupun perusahaan (corporate brand).

Ada perusahaan yang melakukan CSR karena panggilan eksternal (stakeholder) sehingga berujung pada CSR tambahan (add on), misalnya ketika Bank Mega turun tangan demi melihat stakeholder—yakni pemerintah dan masyarakat—memerlukan bantuan di tengah pandemi, seperti halnya saat Bank Mega membantu pengadaan peralatan fasilitas medis di 2 rumah sakit rujukan Covid-19. 

Namun, dan ada juga CSR yang berjalan karena panggilan internal (shareholder), yang berujung pada CSR laten (ingrained) dan menjadi bagian dari budaya korporasi. Ini dilakukan Bank Mega denganMega Berbagi, Mega Peduli serta pengembangan kapasitas internal dan penyaluran kredit berkelanjutan.

csrSumber: Christine Vallaster et al (2012)

Membantah paradigma yang disodorkan Levitt dan Friedman, Christine menilai CSR dan dua variannya itu justru membantu perusahaan menciptakan dan menjaga nilai korporasi (baik nilai ekonomi maupun sosial), dan bukannya membahayakan eksistensi mereka. Asalkan, kegiatan CSR tersebut terkomunikasikan dengan baik kepada masyarakat.

Banyak studi yang mengonfirmasi hal tersebut di berbagai negara. Salah satunya adalah riset Merve Kilic dkk yang berjudul “The Impact of Ownership and Board Structure on Corporate Social Responsibility (CSR) Reporting in The Turkish Banking Industry” pada tahun 2015.

Kilic melaporkan temuannya bahwa masyarakat Turki menilai bank yang ideal adalah yang memberikan dukungan terhadap aktivitas pendidikan, kebudayaan dan olah raga. Di sisi lain, mereka yang hanya fokus berbisnis justru cenderung meredup bisnisnya di masyarakat.

“Aktivitas demikian, akan meningkatkan kinerja sosial bank tersebut, yang pada gilirannya melegitimasi aktivitas mereka dan mendapatkan citra positif di mata publik terkait dengan kinerja sosial yang lebih baik,” demikian Kilic menyimpulkan (2015:17).

 

Masyarakat juga ternyata lebih loyal pada bank dengan nilai (value) yang baik. Hal ini sangat penting, terutama untuk industri bank, sebagaimana disimpulkan Barbara R. Lewis & Magdalini Soureli dalam riset berjudul “The Antecedents of Consumer Loyalty in Retail Banking” (2006).

“Terlihat bahwa loyalty (nasabah) dipengaruhi oleh nilai yang mereka lihat, kualitas layanan yang dirasakan, kepuasan, atribut layanan, imaji, dan rasa kepercayaan,” tulis Barbara dan Magdalini (2006:27)

Bank Mega membuktikan itu. Dengan berbagai layanan dan program CSR-nya, loyalitas pelanggan pun terjaga. Hal ini dikonfirmasi oleh MRI dengan menganugerahkan penghargaan sebagai bank berperingkat 1 pada 7 kategori dalam hal kesetiaan pelanggan, di antara Bank Buku III di 2019.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags) Next Article Tak Sekedar CSR, Ini Misi Bank Mega Bantu Masyarakat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular