
Rating Sejumlah Emiten Dipangkas, Sinyal Apakah Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyebutkan banyaknya perusahaan yang mengalami penurunan peringkat (rating) dan prospek atau outlook dari emiten yang menjadi pantauannya disebabkan karena lembaga ini menilai adanya perkiraan penurunan kinerja.
Penurunan kinerja ini dinilai berpotensi akan meningkatkan risiko kredit (credit risk) perusahaan akibat pandemi Covid-19.
Direktur Pefindo Vonny Widjaja mengatakan faktor utama yang menjadi variabel penurunan peringkat ini adalah pandemi Covid-19, meski tak menutup kemungkinan adanya variabel lainnya.
"Penurunan peringkat dan/atau outlook menunjukkan antisipasi Pefindo akan adanya penurunan kinerja perusahaan, tidak sebaik perkiraan/proyeksi kami sebelumnya saat awal pemberian peringkat, yang berpotensi meningkatkan credit risk perusahaan tersebut," kata Vonny kepada CNBC Indonesia, Kamis (28/5/2020).
Salah satu indikasi yang ditunjukkan dengan penurunan peringkat dan outlook ini adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya. Artinya, emiten dengan rating dan outlook yang rendah dinilai tak mampu membayarkan kewajibannya tersebut.
Namun demikian, Vonny menegaskan bahwa tak semua emiten memiliki indikasi kemampuan gagal bayar ini.
Dia memberikan gambaran, bila peringkat AA kategori turun ke A, menurut hasil analisis Pefindo, kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya juga menurun. Namun masih cukup aman dari kemungkinan gagal bayar. Hanya saja bila peringkat turun ke non-investment grade, maka memang benar risiko gagal bayar meningkat.
Adapun lembaga ini telah melakukan review terhadap peringkat dan outlook yang diberikannya kepada emiten yang dipantaunya. Paling baru adalah adalah peringkat dari anak usaha BUMN PT PP (Persero) Tbk (PTPP) yakni PT PP Properti Tbk (PPRO).
Pefindo menurunkan peringkat PPRO dan Obligasi I Tahun 2016 menjadi idBBB- dari idBBB. Penurunan peringkat mencerminkan ekspektasi Pefindo bahwa profil kredit PPRO akan tetap lemah dalam jangka waktu menengah sebagai dampak dari penurunan permintaan atas properti di tengah kondisi leverage keuangan yang cukup tinggi.
"Kami memproyeksikan arus kas masuk dari PPRO akan tergerus cukup signifikan di 2020 akibat dari pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) yang membatasi aktivitas pemasaran dan memperlambat pembangunan proyek," tulis Martin Pandiangan dan Kresna Piet Wiryawan, dua analis Pefindo, dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (27/5/2020).
Pefindo juga mengantisipasi proyeksi rasio utang terhadap EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) akan tetap tinggi melebihi 15 kali dalam jangka waktu menengah.
Adapun prospek atau outlook dari peringkat perusahaan dipertahankan di "negatif" untuk mengantisipasi memanjangnya arus kas operasi dan risiko pembiayaan kembali dari Medium-Term Notes (MTN) perusahaan yang akan jatuh tempo pada Agustus 2020 hingga November 2020 dengan total nilai sebesar Rp 1,2 triliun.
Namun demikian, lembaga pemeringkat ini menegaskan obligor dengan peringkat idBBB memiliki kemampuan yang memadai dibandingkan obligor Indonesia lainnya untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjangnya.
Tak hanya PPRO, Pefindo juga memangkas rating PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) dari BBB+ menjadi BB+. Penurunan peringkat beberapa obligasi TELE seiring dengan mulai naiknya risiko atas pembiayaan ulang surat utang tersebut. Pefindo juga menurunkan peringkat perusahaan dengan memberikan Creditwatch dengan implikasi negatif.
Ada empat obligasi yang diturunkan peringkatnya dari BBB+ menjadi BB+.
(tas/tas) Next Article Prospek Dipangkas, Rating Waskita Tak Lagi Digarap Pefindo