
Rekor Terus-terusan, Harga Emas Kini Ambles Jadi US$ 1.743/oz
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
21 May 2020 10:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki bulan Mei, harga emas dunia mengalami kenaikan yang tinggi. Namun setelah mencetak rekor tertinggi barunya dalam kurun waktu hampir 8 tahun terakhir, harga logam mulia emas mengalami koreksi.
Kamis (21/5/2020), harga emas dunia di pasar spot mengalami penurunan sebesar 0,33% ke US$ 1.743,38/troy ons. Kemarin harga bullion ditutup di level US$ 1.748,98/troy ons menandai level tertinggi sejak November 2012. Walau harga emas terkoreksi hari ini, secara month to date kenaikan harganya tercatat mencapai 3,76%.
Koreksi harian yang terjadi memang lumrah jika melihat harga logam mulia ini sudah mencetak rekor tertinggi lagi. Investor tergoda untuk mencairkan cuan yang sudah diperolehnya (profit taking). Bagaimanapun juga prospek emas masih bagus ke depan dengan adanya berbagai risiko ketidakpastian global.
Risiko pertama muncul dari kemungkinan adanya gelombang kedua wabah yang bisa sewaktu-waktu muncul. Jika berkaca pada pandemi seabad lalu yakni wabah Flu Spanyol, gelombang kedua wabah datang dan menewaskan lebih banyak korban.
Kini jumlah orang yang dinyatakan positif terinfeksi virus corona (Covid-19) hampir mencapai 5 juta secara global. Dalam satu hari terakhir tercatat hampir ada penambahan kasus sebanyak 100 ribu.
Pada beberapa negara seperti Eropa pelonggaran lockdown dan berbagai pembatasannya sudah mulai diterapkan memasuki bulan Mei. Jika lonjakan kasus kembali muncul maka hal ini berpotensi menjadi sinyal bahwa gelombang kedua mulai muncul. Lagipula wabah benar-benar tidak akan hilang selagi vaksin yang efektif belum ditemukan.
Kabar terkait perkembangan vaksin yang menjanjikan pada pekan ini pun tak mampu membuat harga emas rontok. Pasalnya masih ada yang bersikap skeptis bahwa kandidat vaksin produksi Moderna yakni mRNA-1273 benar-benar menunjukkan hasil positif dalam uji klinis. Bahkan ada yang menilai itu harapan semu belaka.
Terlepas dari anggapan tersebut, perjalanan menuju penemuan vaksin yang efektif masih akan panjang mengingat sampai saat ini kandidat-kandidat vaksin yang ada sedang berada di tahap uji klinis.
Di saat perkembangan vaksin yang dinilai positif membawa dampak berupa munculnya optimisme bahwa hidup normal kembali dan pulihnya ekonomi akan terwujud, ancaman baru kembali muncul dari ketegangan yang terjadi antara Washington-Beijing.
Poros Amerika Serikat (AS) dan China kembali bersitegang. Trump terus menuding China sebagai biang keladi merebaknya wabah sehingga menjadi pandemi seperti sekarang ini.
Berbagai ultimatum dilayangkan Trump mulai dari adanya tarif baru, menghapus China dari rantai pasok global, menjegal perusahaan teknologi China, memutus hubungan bilateral, mengancam akan menghentikan dana untuk WHO dan terus mendesak dilakukannya investigasi terkait asal muasal virus yang kini telah menyebabkan pandemi global ini.
China yang geram akhirnya buka suara. Presiden Xi Jinping dalam Majelis Kesehatan Dunia (WHA) memberikan pidatonya bahwa China sudah sangat transparan terkait wabah. China juga mendukung langkah investigasi tersebut tetapi harus dilakukan secara independen dan menggunakan prinsip objektivitas.
Selain itu, Xi Jinping juga berjanji jika vaksin ditemukan maka produk tersebut akan menjadi barang milik umu serta memberikan bantuan senilai US$ 2 miliar untuk memberantas pandemi.
Tekanan untuk melakukan investigasi juga muncul dari Australia. Hal ini membuat hubungan Australia-China juga retak. Terbaru China memutuskan untuk menetapkan kebijakan anti-dumping dan anti-subsidi untuk 80,5% produk import Barley dari Australia.
Merasa dirugikan, tersiar kabar Australia berencana melaporkan China ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tak hanya AS-China saja yang menjadi sorotan dunia. Kini perang dagang antara Australia-China juga tengah dicermati arah dan perkembangannya.
Perang dagang menambah buruk prospek perekonomian yang sudah rontok akibat langkah penanganan wabah di berbagai negara. Aset-aset minim risiko seperti emas menjadi diminati dan diburu dan membuat harganya terbang.
Prospek ekonomi yang suram juga membuat potensi banjir stimulus masih akan terjadi. Faktor ini juga menjadi pemicu penguatan emas terjadi mengingat emas juga menjadi aset lindung nilai terhadap inflasi maupun depresiasi nilai tukar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Dunia Tegang karena Ancaman Perang, Harga Emas Bangkit Lagi
Kamis (21/5/2020), harga emas dunia di pasar spot mengalami penurunan sebesar 0,33% ke US$ 1.743,38/troy ons. Kemarin harga bullion ditutup di level US$ 1.748,98/troy ons menandai level tertinggi sejak November 2012. Walau harga emas terkoreksi hari ini, secara month to date kenaikan harganya tercatat mencapai 3,76%.
Risiko pertama muncul dari kemungkinan adanya gelombang kedua wabah yang bisa sewaktu-waktu muncul. Jika berkaca pada pandemi seabad lalu yakni wabah Flu Spanyol, gelombang kedua wabah datang dan menewaskan lebih banyak korban.
Kini jumlah orang yang dinyatakan positif terinfeksi virus corona (Covid-19) hampir mencapai 5 juta secara global. Dalam satu hari terakhir tercatat hampir ada penambahan kasus sebanyak 100 ribu.
Pada beberapa negara seperti Eropa pelonggaran lockdown dan berbagai pembatasannya sudah mulai diterapkan memasuki bulan Mei. Jika lonjakan kasus kembali muncul maka hal ini berpotensi menjadi sinyal bahwa gelombang kedua mulai muncul. Lagipula wabah benar-benar tidak akan hilang selagi vaksin yang efektif belum ditemukan.
Kabar terkait perkembangan vaksin yang menjanjikan pada pekan ini pun tak mampu membuat harga emas rontok. Pasalnya masih ada yang bersikap skeptis bahwa kandidat vaksin produksi Moderna yakni mRNA-1273 benar-benar menunjukkan hasil positif dalam uji klinis. Bahkan ada yang menilai itu harapan semu belaka.
Terlepas dari anggapan tersebut, perjalanan menuju penemuan vaksin yang efektif masih akan panjang mengingat sampai saat ini kandidat-kandidat vaksin yang ada sedang berada di tahap uji klinis.
Di saat perkembangan vaksin yang dinilai positif membawa dampak berupa munculnya optimisme bahwa hidup normal kembali dan pulihnya ekonomi akan terwujud, ancaman baru kembali muncul dari ketegangan yang terjadi antara Washington-Beijing.
Poros Amerika Serikat (AS) dan China kembali bersitegang. Trump terus menuding China sebagai biang keladi merebaknya wabah sehingga menjadi pandemi seperti sekarang ini.
Berbagai ultimatum dilayangkan Trump mulai dari adanya tarif baru, menghapus China dari rantai pasok global, menjegal perusahaan teknologi China, memutus hubungan bilateral, mengancam akan menghentikan dana untuk WHO dan terus mendesak dilakukannya investigasi terkait asal muasal virus yang kini telah menyebabkan pandemi global ini.
China yang geram akhirnya buka suara. Presiden Xi Jinping dalam Majelis Kesehatan Dunia (WHA) memberikan pidatonya bahwa China sudah sangat transparan terkait wabah. China juga mendukung langkah investigasi tersebut tetapi harus dilakukan secara independen dan menggunakan prinsip objektivitas.
Selain itu, Xi Jinping juga berjanji jika vaksin ditemukan maka produk tersebut akan menjadi barang milik umu serta memberikan bantuan senilai US$ 2 miliar untuk memberantas pandemi.
Tekanan untuk melakukan investigasi juga muncul dari Australia. Hal ini membuat hubungan Australia-China juga retak. Terbaru China memutuskan untuk menetapkan kebijakan anti-dumping dan anti-subsidi untuk 80,5% produk import Barley dari Australia.
Merasa dirugikan, tersiar kabar Australia berencana melaporkan China ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tak hanya AS-China saja yang menjadi sorotan dunia. Kini perang dagang antara Australia-China juga tengah dicermati arah dan perkembangannya.
Perang dagang menambah buruk prospek perekonomian yang sudah rontok akibat langkah penanganan wabah di berbagai negara. Aset-aset minim risiko seperti emas menjadi diminati dan diburu dan membuat harganya terbang.
Prospek ekonomi yang suram juga membuat potensi banjir stimulus masih akan terjadi. Faktor ini juga menjadi pemicu penguatan emas terjadi mengingat emas juga menjadi aset lindung nilai terhadap inflasi maupun depresiasi nilai tukar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Dunia Tegang karena Ancaman Perang, Harga Emas Bangkit Lagi
Most Popular