Analisis Teknikal

Produksi Turun, Harga Emas Dunia Melesat, tapi...

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 May 2020 18:38
emas
Foto: Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia kembali menguat pada hari ini, Rabu (20/5/2020) melanjutkan penguatan kemarin. Pada pukul 17:20 WIB, emas diperdagangkan di kisaran US$ 1.750,64/troy ons. Sementara Selasa kemarin, logam mulia ini menguat 0,68%.

Tapi meski sedang menguat, jika dilihat secara teknikal pada grafik harian untuk melanjutkan penguatan emas perlu mengakhiri perdagangan hari ini di atas level US$ 1.746/troy ons yang merupakan resisten (tahanan atas) terdekat.

Emas yang disimbolkan XAU/USD mendapatkan momentum penguatan setelah menembus pola Triangle (garis biru) pada Kamis (14/5/2020) lalu. Tetapi pergerakan emas pada hari Senin jika dilihat dengan candle stick membentuk pola Shooting Star.

Body (badan) candle stick kecil di bagian bawah, sementara tail (ekor) panjang ke atas. Pola tersebut disebut Shooting Star, dan kerap dijadikan sinyal pembalikan arah atau XAU/USD akan bergerak turun, alias emas berisiko melemah.

Secara psikologis, pola Shooting Star menunjukkan trader yang menjual emas berusaha mendominasi pasar.

xauGrafik: Emas (XAU/USD) Harian
Foto: Refinitiv



Risiko penurunan emas semakin besar melihat indikator Stochastic yang mulai turun dari wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah jenuh beli (di atas 80), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun.

Jika pada perdagangan hari ini emas kembali berakhir di bawah resisten US$ 1,746/troy ons, logam mulia ini berisiko melemah. Support (tahanan bawah) terdekat berada di kisaran US$ 1.720/troy ons, jika dilewati emas berisiko melemah ke US$ 1.708 sampai 1.700/troy ons.

Penembusan konsisten di bawah level tersebut berisiko membuat emas drop dan kembali memasuki fase konsolidasi, dengan target bawah ke US$ 1.660/troy ons.

Sementara untuk jangka panjang, outlook emas masih bullish alias dalam tren naik, sehingga jika mampu mengakhiri perdagangan hari ini di atas US$ 1.746/troy ons, emas berpeluang menguat menuju US$ 1.800/troy ons.



Secara fundamental, tingkat produksi emas dilaporkan turun di kuartal I-2020. Kitco melaporkan sepanjang kuartal I-2020, tingkat produksi emas perusahaan-perusahaan tambang besar yang listing di bursa saham Amerika Serikat (AS) turun 15% menjadi 5,859 juta ons, dan kuartal IV-2019 6,834 juta ons.

Penurunan suplai tersebut menjadi salah satu pemicu penguatan harga emas. Selain itu, ketua The Fed, Jerome Powell, yang berbicara di hadapan Kongres AS Selasa kemarin juga mendorong penguatan harga logam mulia ini.

Powell mengatakan The Fed kemungkinan akan memberikan lebih banyak stimulus guna membantu perekonomian AS.

Sebelumnya dalam sebuah wawancara dengan CBS, Powell mengatakan perekonomian AS berisiko terkontraksi 20% hingga 30% di kuartal II-2020.
"Data yang akan kita lihat di kuartal yang berakhir Juni, akan sangat buruk," katanya sebagaimana dikutip dari AFP, Senin (18/5/2020).

Powell juga melihat tingkat pengangguran akan meroket hingga mendekati saat masa depresi besar (great depression) tahun 1930an sebesar 25%.


"Akan ada penurunan besar dalam kegiatan ekonomi. lonjakan dalam pengangguran," tambahnya.

Stimulus moneter dari The Fed dan bank sentral lainnya secara global, begitu juga kebijakan fiskal pemerintah di berbagai negara saat ini menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi emas.

The Fed sudah membabat habis suku bunganya hingga menjadi 0-0,25%, kemudian mengaktifkan kembali program pembelian aset atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE) dengan nilai tanpa batas. Berapapun akan digelontorkan agar likuiditas di perekonomian AS tidak mengetat akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang membuat roda perekonomian melambat bahkan nyaris terhenti.

Itu baru The Fed, bank sentral lainnya juga menerapkan kebijakan yang sama, bank sentral Australia misalnya, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah menerapkan program QE.

Di tahun 2008 ketika terjadi krisis finansial global, The Fed dan bank sentral lainnya di Eropa menerapkan kebijakan yang sama, suku bunga rendah serta QE, dampaknya harga emas terus bergerak naik hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada tahun 2011.

Tidak hanya bank sentral, saat ini pemerintah di berbagai negara juga menggelontorkan stimulus fiskal guna menanggulangi Covid-19. Pemerintah AS sudah menggelontorkan stimulus senilai US$ 2 triliun, terbesar sepanjang sejarah.

Stimulus moneter dan fiskal tersebut membuat pasar banjir likuiditas, yang menguntungkan bagi emas, oleh karena itu, outlook jangka panjang emas masih bullish, meski dalam jangka pendek akan mengalami volatilitas atau bergerak turun-naik.

Ole Hansen, Kepala Ahli Strategi Komoditas di Saxo Bank mengatakan pelaku pasar belum paham sepenuhnya bagaimana dampak kebijakan bank sentral dan pemerintah di berbagai negara ke pasar finansial.

"Dari perspektif investasi emas, ini bukan mengenai apa yang terjadi hari ini, besok, atau bulan depan, tetapi apa yang akan terjadi 6 sampai 12 bulan ke depan atau lebih dari itu" kata Hansen, sebagaimana dikutip Kitco.

Hansen memprediksi di akhir tahun ini harga emas berada di US$ 1.800/troy ons, kemudian mencetak rekor tertinggi di 2021, dan dalam jangka panjang berada di atas US$ 4.000/troy ons.



[Gambas:Video CNBC]




(pap/pap) Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular