Harga Turun! Pengembang Raksasa: Jualan Rumah Juga Drop 37%

Syarizal Sidik & Ratu Rina, CNBC Indonesia
20 May 2020 14:44
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 di Indonesia berdampak ke sejumlah sektor usaha, termasuk industri properti. Penjualan rumah turun drastis hingga lebih dari 37%, yang membuat harga jual rumah di pasar sekunder jadi drop 30%. 

Ini membuat industri properti dalam tekanan, karena daya beli masyarakat yang turun dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di hampir seluruh provinsi guna memutus penyebaran Covid-19.

Direktur Ciputra Development, Harun Hajadi mengatakan Kinerja penjualan PT Ciputra Development TBK (CTRA) sepanjang Januari-Maret 2020 masih sangat baik.

Namun, memasuksi bulan April penjualan turun 37% secara tahunan (YoY) dan diproyeksi masih akan terjadi hingga bulan Mei seiring dengan pelemahan pasar.

"Sampai 31 maret 2020 penjualan kita 2% lebih baik dari pada 2019, nah di April ini lah kita terjadi penurunan, sampai dengan 30 April penjualan kita turun 37% yoy. Itu memang disebabkan karena lemahnya pasar di bulan April," kata Harun dalam Squawk Box CNBC Indonesia, Rabu (20/05/20).


Menurutnya, masyarakat lebih menahan pembelian rumaha saat pandemi Covid-19. Dia berharap pelonggaran PSBB yang direncanakan akan terealisasi pada Juni 2020 dapat membuat penjualan mulai kembali naik.

"Dengan adanya pandemi Corona ini, maka deman masyarakat di properti akan melemah karena mereka mengutamakan kebutuhan pokok seperti misalnya kebutuhan hidup utama, mereka takut akan seberapa lama pandemi ini berlangsung. Sehingga kebutuhan-kebutuhan sekunder seperti perumahan atau kendaraan itu menjadi bukan yang diutamakan saat ini," ujarnya.

"Kami berharap setelah PSBB dilonggarkan pada bulan Juni kita akan melihat mulai adanya kenaikan," lanjutnya.

Dia menambahkan, sejauh ini bunga KPR sudah cukup baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun, hal itu tidak cukup mengerek penjualan jika permintaan tidak ada.

Para pengembang properti berharap pemerintah turun tangan untuk mengatasi situasi sulit di industri properti. Khususnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) agar memberikan kelonggaran provisi untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

"Nah kalau misalnya sekarang ini dari BI dan OJK sudah mengatakan bahwa prinsipal itu bisa ditunda, setidak tidaknya satu tahun dengan tidak perlu bank-bank itu memberlakukan provisi," kata Harun.



Menurut dia, aturan sekarang keringanan KPR baru sebatas penundaan pembayaran pokok, tidak termasuk bunga. Dengan demikian bank masih tetap harus membuat provisi.

Jika keadaan memburuk, lanjut Harus, seharusnya perlu dipertimbangkan untuk menunda pembayaran bunga hingga enam bulan atau hingga akhir 2020.

"Setelah itu, baru mereka mulai mencicil kembali tanpa bank-bank itu dibebani dengan provisi-privisi tersebut. Dan demikian para pembeli yang sudah mengambil KPR ini bisa hidup kembali," kata Harun.

Sementara itu, Direktur Independen Ciputra Development, Tulus Santoso menambahkan penjualan properti Ciputra selama Mei turun lebih dalam dibandingkan April, khususnya di daerah-daerah yang menerapkan PSBB.

Untuk menyiasati lesunya penjualan properti yang lesu selama masa pandemi ini, perseroan fokus menekan biaya dengan melakukan efisiensi di semua lini agar tetap bertahan.

"Kita melakukan efisiensi, berharap ini sementara saja," ujarnya.

Sebelumnya, Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (Arebi) mencatat ada penurunan harga 20-30% untuk perumahan bekas, sekalipun di kawasan elite Pondok Indah, Jakarta Selatan.

"Koreksinya variasi, nggak bisa ditentukan, ada yang 20%, 30% bahkan kemarin ada hampir 40%. Tergantung kebutuhan si owner. Tapi kalo yang lain rata-rata 15-20%," kata Senior Associate Director Era Graha Igantius Raymond Gunawan kepada CNBC Indonesia, Rabu (20/5).

Dari pengamatan CNBC Indonesia di beberapa market place, harga rumah di Pondok Indah nilainya ata-rata sudah di atas Rp. 20 miliar. Bahkan ada yang mencapai Rp 60 miliar.



Akan tetapi, di masa pandemi ini, sejumlah pemilik rumah masih menahan untuk tidak menjual asetnya. Di sisi lain, calon pembeli lebih memilih untuk menunggu sambil harganya turun. Sehingga transaksi rumah mewah tidak banyak terjadi saat pandemi.

Raymond menuturkan, penjualan rumah di kawasan Pondok Indah relatif jarang terjadi jika hanya disebabkan oleh faktor butuh uang. Pasalnya, jika akibat faktor butuh uang, maka harganya bisa benar-benar jatuh.

"Sebenarnya penurunan ada pasti karena dengan kondisi ini banyak waiting dulu jadi ya memang sempat bulan Maret sempat juga mengalami minim transaksi juga. Jadi penurunan pasti, April-Mei ini mulai beberapa karena ada penyesuaian juga dari owner-owner, sesuai dengan kebutuhannya," papar Raymond.


[Gambas:Video CNBC]




(hps/hps) Next Article BTN Beri Bunga KPR Murah untuk Milenial, Tertarik?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular