
Saat Bos JPMorgan Bicara Hikmah di Balik Covid-19

Jakarta, CNBC Indonesia - CEO bank investasi global, JPMorgan Chase & Co, Jamie Dimon mengatakan bahwa dampak virus corona (Covid-19) yang menghantam ekonomi global saat ini ternyata memberikan 'hikmah' tersendiri yakni dorongan untuk bisa membangun ekonomi inklusif yang bisa menjangkau "lebih banyak orang secara dramatis."
Pernyataan Dimon itu termaktub dalam sebuah memo internal yang diperoleh CNBC International sebelum pertemuan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) bank investasi asal AS ini.
Memo ini biasanya disampaikan perusahaan kepada pemegang saham jelang RUPST untuk memberikan pembaruan informasi terhadap respons bank yang berbasis di New York ini terhadap dampak pandemi corona.
Dimon juga merinci langkah-langkah yang sudah diambil perusahaan untuk mendukung nasabah dan karyawan perusahaan sejak krisis dimulai 2 bulan lalu, serta rencananya JPMorgan menghimbau karyawan untuk kembali masuk kantor.
![]() FILE PHOTO: A J.P. Morgan building is seen at Canary Wharf in London, Britain May 17, 2017. REUTERS/Stefan Wermuth/File Photo GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD |
"Ini adalah harapan saya yang kuat bahwa kita bisa memanfaatkan krisis ini [Covid-19] sebagai katalis dalam membangun kembali ekonomi, memberi peluang bagi lebih banyak orang, terutama mereka yang terlalu lama diabaikan," kata Dimon.
"Beberapa bulan terakhir ini, kita bisa melihat kenyataan bahwa, bahkan sebelum pandemi ini melanda, sudah terlalu banyak orang yang hidup di ujung tanduk [lantaran tak diperhatikan secara ekonomi]."
Data bank sentral AS, Federal Reserve, dikutip CNBC, mencatat sejak pandemi terjadi di AS, ada 36,5 juta orang sudah mengajukan klaim pengangguran, dan sebagian besar yang terpukul adalah pekerja berpenghasilan rendah.
Selain itu, hampir 40% rumah tangga di AS memiliki pendapatan kurang dari US$ 40.000 atau Rp 596 juta (kurs Rp 14.900/US$) juga telah melaporkan kehilangan pekerjaan.
Bahkan bagi mereka yang masih bekerja, pandemi corona tersebut memunculkan kesenjangan lain: walaupun pekerja kantoran sebagian besar bisa beraktivitas dari rumah mereka (work from home), tapi pekerjaan bergaji rendah juga menempatkannya pada risiko infeksi yang lebih besar.
"Sayangnya, masyarakat berpenghasilan rendah dan orang kulit berwarna paling terpukul, memperburuk ketidaksetaraan kesehatan dan ekonomi yang sudah terjadi sebelum virus ini muncul," kata Dimon, yang mantan petinggi Federal Reserve Bank of New York ini.
"Ekonomi inklusif, di mana ada akses yang luas bagi masyarakat lain, adalah ekonomi yang lebih kuat, dan lebih tangguh," tambah alumnus Harvard University dan salah satu tokoh ekonomi paling berpengaruh di dunia versi Time ini.
"Krisis ini harus berfungsi sebagai panggilan [bagi kita bersama] untuk membangun dan bertindak, baik bagi pelaku usaha dan pemerintah untuk berpikir, bertindak dan berinvestasi demi kebaikan bersama dan menghadapi hambatan struktural yang telah menghambat pertumbuhan ekonomi inklusif selama bertahun-tahun," tegas mantan CEO Bank One ini.
Dimon mengatakan dia akan segera membagikan idenya tentang bagaimana mempekerjakan kembali para pekerja dan membuka kembali usaha kecil yang dapat membantu menciptakan ekonomi yang lebih inklusif.
Mengacu definisi dari World Economic Forum (WEF), ekonomi inklusif adalah suatu strategi meningkatkan kinerja perekonomian dengan perluasan kesempatan dan kemakmuran ekonomi, serta memberi akses yang luas pada seluruh lapisan masyarakat.
Indonesia, melalui Bappenas, mendefinisikan pembangunan ekonomi inklusif adalah pertumbuhan ekonomi yang bertujuan menciptakan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan, dan mengurangi kesenjangan antarkelompok dan wilayah.
(tas/sef) Next Article JPMorgan Siapkan Rp 447 T buat Komunitas Kulit Hitam & Latin