
Berat! BNI Proyeksikan Kredit Bakal Tumbuh Hanya 2-4%

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) memperkirakan pertumbuhan kredit di semester kedua tahun ini akan cukup berat dan hanya akan tumbuh pada kisaran 2-4%.
Dampak pandemi Covid-19 menyebabkan banyak nasabah di semua segmen melakukan restrukturisasi, sehingga permintaan kredit baru diperkirakan mengalami perlambatan.
Direktur Bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah BNI, Tambok P. Setyawati menuturkan, hingga 30 April 2020, sebanyak 103.447 nasabah yang direstrukturisasi berupa penundaan pembayaran pokok dan bunga dengan total kredit yang direlaksasi mencapai Rp 69,8 triliun.
Nasabah di segmen Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), paling banyak terkena dampaknya selain di sektor korporasi dan nasabah konsumer.
"Berdasarkan proyeksi ekonomi Indonesia, kita lihat bahwa penyaluran kredit kami diproyeksikan tumbuh 2-4% yoy [semester II-2020]. Memang saat ini kami benar benar fokus menghadapi situasi ini dengan melakukan perbaikan kualitas aset," kata Tambok, melalui pemaparan virtual, Selasa (19/5/2020).
Strategi yang diterapkan antara lain dengan lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru kepada nasabah, terutama yang masih berpotensi tumbuh seperti di sektor teknologi informasi, telekomunikasi, consumer goods dan industri hilir perkebunan, sanitasi dan industri makanan dan minuman.
"Pada semester kedua, penyaluran pinjaman dilakukan secara selektif dan kami fokus pada perbaikan kinerja, tentunya yang bergerak di sektor terdampak Covid-19, hal ini berlaku untuk semua segmen," katanya.
Tambok mengakui, banyaknya nasabah yang direstrukturisasi akan berdampak pada tertekannya profitabilitas. Karena itu, di masa pandemi ini, perseroan menggencarkan pendapatan berbasis komisi (fee based income) dari transaksi digital banking. Tidak hanya itu, perseroan juga melakukan efisiensi biaya operasional, membatasi kegiatan promosi serta kegiatan lainnya.
"Profit diproyeksikan akan tertekan, 2021 diharapkan akan recovery namun tidak seagresif 2019, kita berharap pandemi ini bisa selesai September atau Oktober," ungkapnya.
Secara terpisah, Kepala Ekonom BNI, Ryan Kiryanto menuturkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan permintaan kredit melemah, antara lain adalah dampak dari kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menyebabkan aktivitas perekonomian terganggu dan berimbas pada lesunya permintaan kredit baru.
Penurunan ini sudah terlihat dari hasil survei Bank Indonesia pada April 2020 juga menunjukkan indikasi melemahnya permintaan kredit sepanjang tahun 2020 yang diperkirakan hanya akan tumbuh 5,5% dari periode yang sama tahun sebelumnya 6,1%.
Selain itu, katanya, dampak pandemi juga akan menyebabkan risiko meningkatnya rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL). Pasalnya, banyak sektor-sektor penggerak ekonomi yang bermasalah, sehingga banyak perusahaan mengajukan restrukturisasi penundaan angsuran pokok maupun bunga. Kondisi ini menyebabkan permodalan bank (capital adequacy ratio/CAR) tergerus.
"Februari sampai Maret NPL masih di bawah 3 persen, angka ini terjadi belum dilakukan loan restructuring ke masyarakat. Akan ada sedikit kenaikan NPL gross," kata Ryan.
(tas/tas) Next Article Kredit Q1 Capai Rp 559 T, BNI Geber Naik 6-9% Tahun Ini
