Saham BBRI, BMRI & BBNI Keok, Saham Otomotif Kompak Ngacir

tahir saleh & Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
19 May 2020 07:20
pertumbuhan ekonomi
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Penjelasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) soal mekanisme adanya Bank Jangkar (anchor bank) guna membantu likuiditas bank-bank Tanah Air yang terkena dampak pandemi virus corona (Covid-19) ternyata direspons negatif oleh pelaku pasar modal.

Berdasarkan data penutupan perdagangan Senin kemarin (18/5/2020), sebanyak tiga saham bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia ramai dilego investor asing.

Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dilepas asing Rp 280,69 miliar di seluruh pasar dalam sehari kemarin, sehingga tekanan ini membuat saham BBRI ambles 3,12% di level Rp 2.170/saham. Dalam sepekan perdagangan terakhir, saham BBRI dilepas asing Rp 1,97 triliun dan sebulan terakhir asing net sell Rp 3,18 triliun.

Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga dilepas asing Rp 71 miliar di semua pasar, membuat sahamnya minus 1,06% di level Rp 3.720/saham. Sepekan terakhir asing melepas saham BMRI Rp 375 miliar dan sebulan terakhir net sell Rp 593 miliar.

Satu lagi yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dijual asing Rp 1,8 miliar, cenderung rendah. Sahamnya terkoreksi tipis 0,30% di level Rp 3.330/saham. Sepekan terakhir asing keluar Rp 38 miliar di semua pasar dan sebulan terakhir net sell Rp 75 miliar di semua pasar. Nilai net sell asing sebulan terakhir rendah karena ada beli bersih (net buy) asing di pasar nego dan tunai Rp 71 miliar).

Hanya saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang menguat kemarin di level Rp 760/saham, naik 2,01%. Asing keluar Rp 659 juta dalam sehari, sepekan asing jual Rp 44 miliar dan sebulan terakhir net sell Rp 85 miliar.

Sebelumnya muncul rencana OJK memperkenalkan mekanisme bantuan likuiditas bernama Bank Jangkar atau dalam aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun disebut dengan Bank Peserta. Bank-bank ini akan menjadi penyedia likuiditas bagi bank-bank yang mengalami masalah likuiditas akibat Covid-19.

Mekanisme bantuan likuiditas ini akan didapatkan bank penerima (Bank Pelaksana) dengan menggadaikan kreditnya kepada Bank Jangkar (Bank Peserta).

Hal ini dilakukan jika bank penerima tersebut sudah mentok dari sisi likuiditas dan kondisinya sudah tak memungkinkan lagi melakukan gadai atau repurchase agreement (repo) SBN (surat berharga negara) yang dimilikinya kepada Bank Indonesia (BI).

Menanggapi ini, ekonom senior PT Samuel Sekuritas Indonesia, Ahmad Mikail, menilai para investor khawatir dengan risiko yang dihadapi bank-Bank Peserta yang akan menjadi Bank Jangkar.

"Kekhawatiran masyarakat dan kekhawatiran investor adalah yang nanti akan menanggung risiko kredit kalau sewaktu-waktu aset yang diagunkan bank kecil tadi ternyata sampai Covid-19 selesai tidak bisa bayar atau underperformed, maka yang menanggung risiko nya adalah Bank Jangkar ini yang tentunya pasti akan kelihatan buruk nantinya di posisi balance sheet [neraca]-nya bank jangkar ini," ujar mantan ekonom Pefindo ini, Sabtu (16/5/2020).

Ahmad menjelaskan, meskipun OJK menyatakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang akan menjamin risiko kredit dari penempatan likuiditas ke Bank Pelaksana oleh Bank Jangkar, hal ini tetap akan meningkatkan risiko kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) di dalam Jank Jangkar.

Tak hanya bank-bank BUMN, saham bank-bank papan atas Indonesia non-BUMN juga ambles. Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) minus 0,42% di level Rp 23.825/saham dengan net sell asing Rp 289 miliar.

Saham PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) juga terkoreksi 1,65% di level Rp 595/saham, saham PT Bank Danamon Indonesa Tbk (BDMN) turun 0,86% di level Rp 2.310/saham dan PT Bank Panin Tbk (PNBN) terkoreksi 1,45% di level Rp 680/saham.

[Gambas:Video CNBC]


Kendati bank-bank BUMN dan papan atas Indonesia melorot, lain halnya dengan saham-saham emiten otomotif dan pembiayaan di BEI. Pada perdagangan kemarin, saham sektor ini justru melesat.

Padahal ada kabar tak mengenakkan datang dari industri otomotif nasional di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan mobil pada April 2020 turun 90,6% atau hanya terjual 7.871 unit saja dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya 84.056 unit.

Mengacu data tersebut, jika dibandingkan penjualan Maret 2020, turun 89,7% dengan penjualan 76.811 unit. Pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah dinilai turut memberikan dampak dahsyat pada penurunan tajam penjualan kendaraan baik mobil hingga 90% dan sepeda motor 70% sepanjang April 2020.

Tapi pada perdagangan Senin kemarin, saham-saham industri otomotif dan pendukungnya, termasuk perusahaan pembiayaan (multifinance) melesat, seiring dengan penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ditutup naik 0,08% di level 4.511.

Saham PT Astra International Tbk (ASII) naik 5,39% di level Rp 3.910/saham, sebulan menguat 8,01%, sementara saham kompetitornya PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) juga melesat 2,08% di level Rp 490/saham dan sebulan koreksi tipis 2%.

Saham PT Astra Autoparts Tbk (AUTO) juga menguat 2,05% menjadi Rp 745/saham.


Di sisi lain, saham-saham perusahaan pembiayaan atau multifinance juga naik. Saham PT Wahana Otomitra Multiartha Tbk (WOM) atau WOM Finance naik 3,26% di level Rp 190/saham pada perdagangan siang, tapi kemudian ditutup naik 1,63% yakni Rp 187/saham, sebulan minus 5,56%.

Sementara itu, saham PT Adira Dinamika Multifinance Tbk (ADMF) atau Adira Finance naik 0,40% di level Rp 6.275/saham. Emiten lainnya PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) juga naik tipis 1,69% di level Rp 290/saham pada perdagangan siang, kemudian ditutup stagnan Rp 288/saham.

"Kalau melihat hasil bulan April yang wholsesale-nya adalah luar biasa turun jadi kira-kira turunnya sekitar 90% dibanding kondisi normal, jadi cuma mencapai angka 8.000 saja tidak mencapai, dan ini merupakan suatu pukulan yang luar biasa," kata Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nagoi dalam acara MarkPlus Industry Roundtable, Jumat (15/5).

Ia memprediksi, situasi penurunan tajam masih akan terjadi sepanjang Mei, pasalnya banyak daerah yang menerapkan kebijakan PSBB. "Dan menjelang Hari Suci Idul Fitri, sehingga kemungkinan besar penjualan mobil akan tetap menurun, akan lebih rendah dibanding bulan April," ungkapnya.

Menurutnya, kondisi ini menjadi semakin berat mengingat kapasitas produksi mobil di Indonesia bisa mencapai 2,2 juta sampai 2,3 juta unit setiap tahunnya.

Situasi yang juga kurang menggembirakan terjadi pada penjualan sepeda motor. Pandemi mengguncang penjualan sepeda motor pada April terkoreksi 70%.

Ketua Umum Asosiasi Sepeda Motor Indonesia (AISI), Johannes Loman mengungkapkan, sebelum adanya wabah, AISI sempat mempekirakan penjualan selama 2020 akan mencapai 6,4 juta unit atau sama dengan capaian 2019. Namun, saat mewabahnya Covid-19, maka realisasi penjualan sepeda motor diperkirakan hanya akan mencapai separuhnya saja.

"Di Indonesia orang beli motor digunakan sebagai faktor produksi. Untuk usaha atau dipakai bekerja. Covid -19 telah menghambat banyak sektor usaha, otomatis penjualan motor juga ikut terdampak," kata Loman melalui virtual meeting MarkPlus Industry Roundtable Automotive industry Perspective, Jumat (15/5).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular