Efek Covid-19

Bank Jangkar, 'Buah Simalakama' buat Bank Himbara

Ratu Rina, CNBC Indonesia
16 May 2020 17:11
Banner of Asian Games 2018 is seen on Mandiri bank building in Jakarta, Indonesia July 17, 2018. REUTERS/Beawiharta
Foto: REUTERS/Beawiharta

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkenalkan mekanisme bantuan likuiditas bernama Bank Anchor (Bank Jangkar) atau dalam aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun disebut dengan Bank Peserta. Bank-bank ini akan menjadi penyedia likuiditas bagi bank-bank yang mengalami masalah likuiditas akibat Covid-19.

Ekonom Senior PT Samuel Sekuritas Indonesia, Ahmad Mikail mengatakan kebijakan ini jika tidak dijelaskan secara rinci bakal menjadi sentimen negatif ke investor karena ketidakjelasan siapa yang akan menanggung risiko kalau asset backed securities (efek beragun aset) dari bank-bank kecil yang pinjam dana ke Bank Peserta tadi gagal bayar selamanya.

Dia menjelaskan, meskipun OJK menyatakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang akan menjamin risiko kredit dari penempatan likuiditas ke Bank Pelaksana oleh Bank Jangkar, hal ini tetap akan meningkatkan risiko kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) di dalam Jank Jangkar.

Selain risiko yang bakal ditanggung bank besar yang menjadi Bank Peserta, Bank Peserta ini pun mendapat tekanan lain yakni restrukturisasi kredit yang jumlahnya begitu banyak, terutama bank-bank besar BUMN alias bank yang tergabung dalam Himbara (Himpunan Bank-bank Milik Negara).

 


"Siapa yang harus menanggung? Sedangkan di saat bersamaan bank-bank Himbara itu juga sedang melakukan restrukturisasi kredit yang begitu banyak, jadi mereka seakan akan dibebankan dengan banyak kredit bermasalah dari internal mereka sendiri, dan harus merekstrukturisasi banyak NPL [kredit bermasalah]," tegas Ahmad, kepada CNBC Indonesia, Sabtu (16/5/2020).

"Di sisi lain, mereka [Himbara] harus membantu, walaupun katanya likuiditasnya disediakan oleh pemerintah [Kementerian Keuangan]," jelas mantan ekonom Pefindo ini.

Bank-bank Himbara yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).

"BI [Bank Indonesia] hanya mau menyediakan likuiditas SBN [surat berharga negara], artinya bank-bank kecil yang bermasalah tadi, BI bisa menyediakan likuiditas tapi dalam bentuk underline-nya SBN, melakukan repo [gadai] SBN, nah itu kan tanpa ada krisis pun bisa dilakukan oleh BI," jelas Ahmad.


"Ini yang harus dilihat lagi detailnya, karena investor melihat detail siapa yang menanggung ujungnya apakah bank Himbara, Bank Jangkar atau pemerintah atau LPS [Lembaga Penjamin Simpanan], ini harus di-clear-kan," katanya. 

Dia menilai bank Himbara kini berada dalam posisi 'double' karena harus menjadi Bank Jangkar dan juga mengurusi restrukturisasi kredit internal bank masing-masing BUMN. 

"Karena bank himbara ujungnya ada di tengah-tengah, bingung juga pasti. Makanya beberapa bank yang bilang kalau bisa dia ngga ikut sebagai Bank Peserta. Karena khawatir menanggung risikonya."

Jumat kemarin (15/5/2020), OJK menjelaskan bahwa 
bank-bank yang selama ini menjadi supplier di pasar uang antarbank (PUAB) nantinya akan menjadi Bank Jangkar.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan Bank Jangkar akan menjadi bank yang menerima penempatan dana dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Mekanisme bantuan likuiditas ini akan didapatkan Bank Pelaksana dengan menggadaikan kreditnya kepada Bank Jangkar. Hal ini dilakukan jika bank tersebut sudah mentok dari sisi likuiditas dan kondisinya sudah tak memungkinkan lagi melakukan gadai atau repurchase agreement (repo) SBN (surat berharga negara) yang dimilikinya kepada Bank Indonesia (BI).

Wimboh menjelaskan, mekanisme penyangga likuiditas ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam PP itu disebutkan, penanganan kebutuhan likuiditas dipenuhi dari kapasitas internal bank terlebih dahulu melalui PUAB/Repo/PLJP (pinjaman likuiditas jangka pendek) Bank Indonesia sebelum mengajukan permintaan bantuan likuiditas dari pemerintah.

Pemerintah kemudian menempatkan dana yang ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan di Bank Peserta alias Bank Jangkar ini.

Risiko yang ditanggung pemerintah terhadap bank di mana pemerintah menempatkan dananya itu dijamin oleh LPS.

"Di dalam PP 23 itu, disebutkan Bank Peserta ini nanti bisa memberikan ruang pinjaman ke bank lain atau Bank Pelaksana dengan underlying-nya atau dengan jaminannya kredit-kredit yang direstrukturisasi tadi," kata Wimboh, dalam teleconference, Jumat (15/5/2020).

[Gambas:Video CNBC]


(tas/tas) Next Article Ekonom Sebut Bank Jangkar Picu Ketidakpastian Pasar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular