Lumayan, Rupiah Juara 2 Setelah Sempat yang Terburuk di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 May 2020 16:11
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berbalik menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di akhir pada perdagangan Kamis (14/5/2020), setelah seharian berada di zona merah bahkan menjadi menjadi yang terburuk di Asia.

Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,27% ke Rp 14.890/US$. Depresiasi bertambah besar hingga 0,47% ke Rp 14.920/US$. Setelahnya rupiah menghabiskan perdagangan di zona merah, sebelum akhirnya berbalik menguat di menit-menit akhir.

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot di Rp 14.840/US$ atau menguat 0,07%. Dengan penguatan tersebut rupiah menjadi juara 2 alias mata uang dengan kinerja terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari yen Jepang yang menguat 0,19%.

Mayoritas mata uang utama Asia memang melemah melawan dolar AS hari ini, rupee India menjadi yang terburuk pada hari ini dengan pelemahan 0,23%. Tetapi posisi tersebut bisa berubah mengingat perdagangan di India dan beberapa negara lainnya masih belum berakhir.

Berikut Pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:10 WIB.



Kemarin rupiah mampu menguat 0,2%, meski tidak terlalu besar tapi cukup mengantarkannya menjadi yang terbaik di Asia. Rupiah sebenarnya dibayangi pelemahan akibat memburuknya sentimen pelaku pasar setelah adanya risiko penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19) gelombang kedua. Sebabnya, pelonggaran kebijakan karantina wilayah (lockdown) maupun social distancing.

China dan Korea Selatan yang sebelumnya sudah "menang" melawan virus corona kini harus kembali siaga akibat adanya penambahan kasus baru. Pemerintah China mengambil langkah tegas dengan menerapkan lockdown di Kota Shulan, Provinsi Jilin.



Sementara itu Korea Selatan melaporkan penambahan 29 kasus. Penyebaran kasus baru di Negeri Ginseng tersebut terjadi di sebuah klub, dan hingga saat ini sudah 131 orang dinyatakan positif yang terkait dengan klub tersebut.

Meski dibayangi sentimen negatif, rupiah nyatanya masih mampu menguat kemarin berkat dolar AS yang sedang dalam mode "defensif' menyusul adanya isu penerapan suku bunga negatif di AS.

Tetapi isu tersebut dimentahkan kemarin malam (Rabu pagi waktu AS) oleh ketua Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell.

Powell mengatakan The Fed tidak memiliki rencana untuk menerapkan suku bunga negatif, tetapi instrument lainnya akan dimaksimalkan.

"Kami akan menggunakan instrumen yang kami miliki secara penuh sampai krisis ini terlalui dan pemulihan ekonomi mulai terjadi. Namun suku bunga negatif bukan sesuatu yang kami pertimbangkan," kata Powell dalam paparan di hadapan Kongres AS secara virtual.

Dikesampingkannya suku bunga negatif tentunya membuat dolar AS kembali perkasa dan rupiah berisiko melemah pada perdagangan hari ini, Kamis (14/5/2020).

Apalagi, Powell memberikan outlook yang agak suram terkait ekonomi Paman Sam, yang diprediksi membutuhkan waktu lama untuk bangkit.
"Akan butuh waktu untuk kembali seperti sebelum sekarang. Pemulihan kemungkinan akan terjadi dalam tempo yang lebih lebih lambat dari perkiraan," kata Powell.

Selama risiko kesehatan (bahkan kehilangan nyawa) masih tinggi, Powell menegaskan akan sulit bagi dunia usaha untuk menggenjot ekspansi. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja menjadi sangat terbatas (bahkan berkurang drastis) sehingga rumah tangga juga mengalami penurunan pendapatan.

"Ini membuat ekonomi akan mengalami periode produktivitas rendah dan pendapatan yang stagnan dalam waktu yang lebih lama. Dukungan fiskal mungkin membutuhkan biaya yang tidak murah, tetapi layak jika mampu membantu menghindari kerusakan ekonomi jangka panjang dan memperkuat peluang menuju pemulihan," papar Powell.

[Gambas:Video CNBC]




Pernyataan Powell tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, sehingga mata uang yang dianggap safe haven seperti dolar AS kembali garang pada hari ini, begitu juga dengan yen Jepang.

Fakta rupiah mampu menguat pada hari ini menunjukkan pelaku pasar mulai kembali melirik rupiah. Sebabnya imbal hasil atau yield di Indonesia yang cukup tinggi. Yield surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun sebesar 7,862%, bandingkan dengan obligasi AS (Treasury) dengan tenor yang sama hanya sebesar 0,614%.

Rupiah yang perlahan mulai kembali dilirik pelaku pasar hasil survei dua mingguan yang dilakukan Reuters. Survei tersebut menunjukkan para pelaku pasar mulai mengurangi posisi short (jual) rupiah sejak awal April. Survei tersebut konsisten dengan pergerakan rupiah yang mulai menguat sejak awal April.

Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (30/4/2020) pekan lalu menunjukkan angka 0,58, turun jauh dari rilis sebelumnya 16 April sebesar 0,86. Angka tersebut menunjukkan penurunan dalam tiga survei beruntun, sejalan dengan penguatan rupiah di bulan April.



Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.



Semakin rendahnya angkat positif di hasil survei tersebut menunjukkan pelaku pasar semakin menurunkan posisi long dolar AS, yang berarti perlahan-lahan rupiah kembali diburu pelaku pasar.

Di bulan Maret, rupiah mengalami gejolak, hingga menyentuh level Rp 16.620/US$ yang merupakan level terlemah sejak krisis moneter 1998. Hasil survei Reuters kala itu menunjukkan angka 1,57, artinya posisi jual rupiah sedang tinggi.

Sementara itu sebelum bulan Maret, hasil survei Reuters tersebut selalu menunjukkan angka minus (-) yang berarti pelaku pasar mengambil posisi short dolar AS dan long rupiah. Ketika itu rupiah masih membukukan penguatan secara year-to-date (YTD) melawan dolar AS.


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular