
Risk Appetite Menurun, Dolar Singapura Menguat ke Rp 10.500
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 May 2020 14:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura menguat melawan rupiah pada perdagangan Kamis (14/5/2020) meski masih belum jauh dari level terlemah satu setengah bulan. Sentimen pelaku pasar yang memburuk membuat risk appetite atau minat terhadap aset berisiko menurun pada hari ini, yang memberikan tekanan bagi Rupiah.
Pada pukul 14:06 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.052,25, dolar Singapura menguat 0,45% di pasar spot melansir data Refinitiv. Sementara level terelemah satu setengah bulan Rp 10.433,53/SG$ sebelumnya disentuh pada 4 Mei lalu.
Sebenarnya sentimen pelaku pasar sudah mulai kurang bagus sejak Rabu kemarin akibat munculnya risiko penyebaran penyakit virus corona (Covid-19) gelombang kedua.
China dan Korea Selatan yang sebelumnya sudah "menang" melawan virus corona kini harus kembali siaga akibat adanya penambahan kasus baru. Pemerintah China mengambil langkah tegas dengan menerapkan lockdown di Kota Shulan, Provinsi Jilin.
Sementara itu Korea Selatan melaporkan penambahan 29 kasus. Penyebaran kasus baru di Negeri Ginseng tersebut terjadi di sebuah klub, dan hingga saat ini sudah 131 orang dinyatakan positif yang terkait dengan klub tersebut.
Risk appetite pelaku pasar semakin rusak setelah ketua bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell memberikan outlook yang agak suram bagi perekonomian Paman Sam, yang diprediksi membutuhkan waktu lama untuk bangkit.
Ketika raksasa ekonomi dunia sedang suram, negara-negara lainnya juga akan terdampak, akibatnya sentimen pelaku pasar memburuk, dan aset-aset berisiko serta mata uang emerging market berguguran.
"Akan butuh waktu untuk kembali seperti sebelum sekarang. Pemulihan kemungkinan akan terjadi dalam tempo yang lebih lebih lambat dari perkiraan," kata Powell, dalam paparan di hadapan Kongres AS secara virtual.
Selama risiko kesehatan (bahkan kehilangan nyawa) masih tinggi, Powell menegaskan akan sulit bagi dunia usaha untuk menggenjot ekspansi. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja menjadi sangat terbatas (bahkan berkurang drastis) sehingga rumah tangga juga mengalami penurunan pendapatan.
"Ini membuat ekonomi akan mengalami periode produktivitas rendah dan pendapatan yang stagnan dalam waktu yang lebih lama. Dukungan fiskal mungkin membutuhkan biaya yang tidak murah, tetapi layak jika mampu membantu menghindari kerusakan ekonomi jangka panjang dan memperkuat peluang menuju pemulihan," papar Powell.
Di sisi lain, ada harapan perekonomian Singapura perlahan akan bangkit setelah lockdown atau disana disebut "circuit breaker" mulai dilonggarkan sejak Selasa (12/5/2020) lalu.
Sebagian aktivitas di sektor industri manufaktur seperti biofarmasi dan petrokimia akan mulai dibuka.
Menteri Kesehatan Singapura, Gan Kim Yong, mengatakan, pelonggaran selanjutnya akan dilakukan pada 1 Juni mendatang, tetapi tetap harus berhati-hati.
"Kami tidak memperkirakan 1 Juni ekonomi akan dibuka semua, semua akan akan kembali normal, kita mulai merayakan dan berpesta. Kita harus melakukan ini dengan hati-hati" kata Gan sebagaimana dilansir The Strait Times.
"Jika terjadi penambahan kasus yang besar setelah pelonggaran pertama, maka pelonggaran selanjutnya harus dimundurkan, dan kemungkinan akan kembali menerapkan circuit breaker untuk mengendalikan penyeraban Covid-19," ujarnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada pukul 14:06 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.052,25, dolar Singapura menguat 0,45% di pasar spot melansir data Refinitiv. Sementara level terelemah satu setengah bulan Rp 10.433,53/SG$ sebelumnya disentuh pada 4 Mei lalu.
Sebenarnya sentimen pelaku pasar sudah mulai kurang bagus sejak Rabu kemarin akibat munculnya risiko penyebaran penyakit virus corona (Covid-19) gelombang kedua.
Sementara itu Korea Selatan melaporkan penambahan 29 kasus. Penyebaran kasus baru di Negeri Ginseng tersebut terjadi di sebuah klub, dan hingga saat ini sudah 131 orang dinyatakan positif yang terkait dengan klub tersebut.
Risk appetite pelaku pasar semakin rusak setelah ketua bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell memberikan outlook yang agak suram bagi perekonomian Paman Sam, yang diprediksi membutuhkan waktu lama untuk bangkit.
Ketika raksasa ekonomi dunia sedang suram, negara-negara lainnya juga akan terdampak, akibatnya sentimen pelaku pasar memburuk, dan aset-aset berisiko serta mata uang emerging market berguguran.
"Akan butuh waktu untuk kembali seperti sebelum sekarang. Pemulihan kemungkinan akan terjadi dalam tempo yang lebih lebih lambat dari perkiraan," kata Powell, dalam paparan di hadapan Kongres AS secara virtual.
Selama risiko kesehatan (bahkan kehilangan nyawa) masih tinggi, Powell menegaskan akan sulit bagi dunia usaha untuk menggenjot ekspansi. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja menjadi sangat terbatas (bahkan berkurang drastis) sehingga rumah tangga juga mengalami penurunan pendapatan.
"Ini membuat ekonomi akan mengalami periode produktivitas rendah dan pendapatan yang stagnan dalam waktu yang lebih lama. Dukungan fiskal mungkin membutuhkan biaya yang tidak murah, tetapi layak jika mampu membantu menghindari kerusakan ekonomi jangka panjang dan memperkuat peluang menuju pemulihan," papar Powell.
Di sisi lain, ada harapan perekonomian Singapura perlahan akan bangkit setelah lockdown atau disana disebut "circuit breaker" mulai dilonggarkan sejak Selasa (12/5/2020) lalu.
Sebagian aktivitas di sektor industri manufaktur seperti biofarmasi dan petrokimia akan mulai dibuka.
Menteri Kesehatan Singapura, Gan Kim Yong, mengatakan, pelonggaran selanjutnya akan dilakukan pada 1 Juni mendatang, tetapi tetap harus berhati-hati.
"Kami tidak memperkirakan 1 Juni ekonomi akan dibuka semua, semua akan akan kembali normal, kita mulai merayakan dan berpesta. Kita harus melakukan ini dengan hati-hati" kata Gan sebagaimana dilansir The Strait Times.
"Jika terjadi penambahan kasus yang besar setelah pelonggaran pertama, maka pelonggaran selanjutnya harus dimundurkan, dan kemungkinan akan kembali menerapkan circuit breaker untuk mengendalikan penyeraban Covid-19," ujarnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular