Gagal Bayar Indosurya Rp 10 T, DPR Bakal Bentuk Tim Khusus

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
08 May 2020 18:09
Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta (Dok. Indosurya Simpan Pinjam)
Foto: Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta (Dok. Indosurya Simpan Pinjam)

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VI DPR RI menangani perindustrian, perdagangan, koperasi UKM, dan investasi membuka opsi membentuk tim khusus untuk menangani perkara penyelesaian kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta atau Indosurya Simpan Pinjam (ISP) yang mencapai Rp 10 triliun.

Martin Y Manurung, Wakil Ketua Komisi VI, menegaskan pihaknya akan mengawasi Kementerian Koperasi dan UKMĀ (Kemenkop) dan isu ini harus dibawa dalam rapat selanjutnya.

DPR akan memantau langkah apa yang sudah dilakukan Kemenkop dan opsi solusi yang visible bagi pihak-pihak terkait didesak untuk memberikan jalan penyelesaian.

"Saya turut prihatin kepada nasabah," kata Martin, anggota DPR dari Dapil Sumut II, Fraksi Partai Nasdem, dalam rapat virtual dengan nasabah Indosurya, Jumat (8/5/2020).



"Terkait penegakan hukum, nasabah bisa melakukan pertemuan dengan Komisi III DPR, supaya nasabah bisa mendapatkan kejelasan mengenai proses penegakan hukum. Mudah mudahan nasabah mendapatkan jalan keluar dan kita dukung," katanya.

"Untuk kasus Indosurya karena memang uang yang terlibat cukup besar Rp 10 triliun, saya pikir bisa membentuk tim khusus untuk pengawasan terkait Indosurya," katanya melanjutkan.

Selain itu, dalam kesempatan tersebut, DPR juga mendesak KemenkopĀ membuat dasar hukum yang lebih kuat soal pengawasan eksternal koperasi simpan pinjam sehingga kasus gagal bayar seperti ISP tak terulang lagi.

"Ini catatan ke depan, Komisi VI meminta Kemenkop membuat dasar hukum yang lebih kuat mengenai pengawasan eksternal, sejauh ini belum terakomodir," tegas Herman Khaeron, dari anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Demokrat.

Dia mengatakan Kemenkop harus memiliki data, seperti halnya PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). "Ini ya betul betul sudah kita antisipasi. Kita tergagap-gagap sudah ISP tidak punya data, data nasabah apalagi data transaksinya. Seolah olah sistem koperasi jadi sistem yang rentan terhadap penggelapan uang pinjaman nasabah," katanya.

"Yang kita inginkan, simpanan di koperasi, tingkat desa, kecamatan, tidak termonitor. Duit itu yang terjadi perputaran di bawah. Inilah cara pandang mengapa koperasi dari oleh untuk itu ada," kata anggota dari dapil Jabar VIII ini.



Sebab itu, pihaknya menegaskan kasus gagal bayar ini tetap akan dikawal.

"Indosurya, tetap harus kita support bagaimana penyelesaiannya, apakah itu collect sistem keuangan di masa Covid-19. Karena itu tidak hanya ISP, yang collapse [gagal bayar] ini banyak banget. Sebagian dana Indosurya saya harap bisa terintegrasi lewat Kemenkop," tegasnya.

Para nasabah ISP pada Jumat ini melakukan rapat dengar pendapat. Salah satu nasabah ISP yakni Rendy mengungkapkan bagaimana siasat ISP terhadap para anggota karena berbentuk koperasi maka penyimpan dana disebut anggota.

"Selama ini kita dianggapnya nasabah, kita nggak tahu keanggotaan koperasi. Jadi sama marketing kita hanya dianggap nasabah," kata Rendy dalam rapat virtual tersebut.

Rendy kemudian menyadari dia seharusnya berstatus sebagai anggota koperasi ISP. Namun faktanya, dia justru menemukan hal yang aneh karena status keanggota ISP sengaja dibuat abu-abu.

Ternyata dalam aturan ISP, untuk menjadi anggota ada simpanan wajib dan simpanan pokok yang harus dipenuhi. Namun hal itu tidak diberitahukan kepada para anggota.

Hal itu karena berdasarkan anggaran dasar rumah tangga, disebutkan bahwa ada simpanan wajib yang setiap bulan disetor Rp 20 juta dan simpanan pokok Rp 500.000. Hanya saja informasi ini tidak disampaikan. "Nah itu kita tidak diinformasikan [soal simpanan itu]," ungkapnya.

[Gambas:Video CNBC]


(tas/tas) Next Article Curhat Nasabah KSP Indosurya: Diiming-Iming Keuntungan 12%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular