
1,2 Juta Nasabah Bank Direstrukturisasi Rp 207 T per 4 Mei

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat perkembangan terbaru program restrukturisasi terhadap debitur perbankan yang terdampak Covid-19 baik UMKM maupun non-UMKM.
OJK menegaskan kebijakan relaksasi restrukturisasi dan upaya mendorong penyediaan pinjaman baru untuk tambahan modal kerja diharapkan dapat memberikan ruang bagi pelaku usaha di sektor riil, UMKM dan sektor informal untuk dapat menjaga keberlangsungan usahanya.
Berdasarkan data monitoring OJK per 4 Mei, ada 74 perbankan yang mengimplementasikan program restrukturisasi dengan jumlah nasabah mencapai 1,02 juta debitur dengan nilai Rp 207,2 triliun. Dari jumlah itu, restrukturisasi nasabah UMKM mencapai Rp 99,36 triliun dengan debitur sebanyak 819.923 UMKM.
"Ini semua masih berjalan [restrukturisasi] jadi masih dinamis dan ini kita harapkan dengan cara ini kita akan dapatkan informasi akurat kira-kira seberapa besar potensi kalau ini direstrukrurisasi, [apakah] diperlukan pinjaman likuiditas," tegas Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK, dalam konferensi virtual, Rabu (6/5/2020).
Dalam paparannya, Wimboh menjelaskan restrukturisasi tidak bersifat otomatis tapi harus diajukan oleh debitur dengan syarat:
- Plafon kredit/pembiayaan UMKM maksimal Rp10 miliar rupiah;
- Debitur existing individual/perusahaan termasuk debitur kendaraan bermotor roda dua /empat;
- Peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi;
- Teknis eksekusi restrukturisasi diserahkan kepada bank/leasing dengan prinsip kehati-hatian;
- Jangka waktu paling lama/maksimal 1 tahun;
- Debitur terdampak dan kredit lancar sebelum Pemerintah mengumumkan darurat Covid 19.
Restrukturisasi juga dilakukan oleh perusahaan pembiayaan (multifinance), baik yang terafiliasi dengan bank maupun multifinance yang terafiliasi dengan agen tunggal pemegang merek (ATPM).
Berdasarkan data monitoring OJK per 4 Mei, dari 183 perusahaan pembiayaan, seluruh multifinance sudah menyampaikan laporan kepada OJK terkait dengan pelaksanaan program restrukturisasi.
Terdapat pengajuan permohonan restrukturisasi dari debitur terkait dengan dampak wabah Covid-19 dengan jumlah kontrak sebanyak 1.277.870 yang terdiri dari:
➢ Kontrak yang permohonannya masih dalam proses sebanyak 508.080 kontrak;
➢ Kontrak yang disetujui oleh PP untuk dilakukan restrukturisasi sebanyak 735.111 kontrak;
➢ Kontrak yang permohonannya tidak sesuai dengan kriteria sebanyak 34.679 kontrak;
➢ Outstanding nilai kontrak yang disetujui sebesar Rp 28,13 triliun.
![]() |
OJK menyampaikan, terjadi perbedaan persepsi masyarakat karena kurangnya pemahaman sehingga ini menjadi kendala di lapangan dalam program restrukturisasi ini.
Selain itu, kendala lain yakni industri (baik bank maupun multifinance) yang masih berpedoman pada SOP (standard operational procedure) lama sehingga cenderung memakan waktu dan birokrasi.
Tak hanya itu, kendala datang dari adanya beberapa pemda yang menetapkan penundaan penagihan kredit dari ASN (aparatur sipil negara) dan pengemudi online (ojol) yang tidak berhubungan langsung dengan perusahaan pembiayaan.
"Memang terjadi perbedaan antara masyarakat atau debitur degan bank [dan multifinance] sehingga sering terjadi distorsi di lapangan. Maka kami sampaikan bahwa dalam restrukturisasi ini, covenant [ketentuan kredit] itu harus betul-betul bahwa kredit yang bisa direstrukturisasi yang tidak macet sebelum dampak Covid-19, kalau sudah macet ga bisa [ikut program restrukrisasi]," tegas Wimboh.
(tas/tas) Next Article Hingga 26 April, 561.950 Debitur Bank Ajukan Restrukturisasi
