
PHK Hantui Pabrik Sepatu & Tekstil, Begini Nasib Sahamnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease 2019/COVID-19) yang pertama kali muncul di kota Wuhan, provinsi Hubei, China, telah memukul habis hampir semua lini ekonomi baik di luar negeri maupun dalam negeri yang berujung Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Beratnya biaya operasional sejumlah perusahaan di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) harus disikapi dengan efisiensi, salah satunya dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) bidang UMKM, Suryani Motik menyebut warga yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi corona (Covid-19) bisa mencapai 15 juta jiwa, melansir dari CNN Indonesia.
Angka itu lebih besar dari jumlah yang sudah dirilis oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sebanyak 2,8 juta per 20 April lalu. Sebab, kata Suryani jumlah itu belum ditambah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang juga ikut terdampak.
"Jadi kalau tadi 2 juta, fakta bisa 15 juta. Itu 2 juta mungkin yang dilaporkan. Apakah UMKM melaporkan, kan tidak," kata Suryani dalam diskusi online via aplikasi Zoom, Jumat (1/5).
PHK ini tentunya terjadi di beberapa sektor industri antara lain yang saat ini sedang viral seperti industri tekstil dan pabrik sepatu.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan hantaman COVID-19 terhadap industri tekstil semakin berat, bahkan diprediksi akan memasuki titik nadir di awal Mei. Langkah merumahkan karyawan industri tekstil tak bisa dihindari, sedikitnya 1,8 juta pekerja tekstil dan garmen sudah dirumahkan.
Saat ini utilisasi atau pemanfaatan produksi beberapa industri tekstil bahkan berjalan di titik yang sangat rendah yaitu di bawah lima persen untuk daerah Bandung dan Majalaya. Sejumlah pabrik bahkan telah merumahkan sebagian besar karyawan mereka karena beban industri yang kian berat.
"Kita tiap minggu mengadakan survey, rata-rata mereka sudah merumahkan karyawan mereka itu di titik 80 persen, mereka itu running ke titik nol karena tidak adanya demand atau permintaan di pasar lokal maupun pasar ekspor," ujar Jemmy dalam dialog via zoom di program Squawk Box, CNBC Indonesia, Senin (27/04/2020).
Sementara pengumuman PHK dari pabrik sepatu yang berlokasi di kawasan Industri Jatake, Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten juga sempat viral di media sosial.
Kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal diambil oleh pabrik sepatu yang memproduksi brand kenamaan seperti Adidas dan Nike, yakni PT. Shyang Yao Fung. PHK dilakukan kepada 2.500 karyawannya.
Keputusan itu dituangkan secara resmi melalui surat yang disampaikan kepada sejumlah serikat buruh bernomor SYF20-002 tertanggal 28 April 2020. Di antaranya Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Serikat Buruh Nusantara (SBN), serta Serikat Buruh Merdeka (SBM).
Para buruh akan terkena PHK sesuai jadwal yang telah ditentukan. Perusahaan membaginya menjadi dua sesi. Keduanya dilakukan pada hari rabu pukul 16.00 WIB, atau tepat di waktu jam pulang kerja.
"Di mana pada tahap pertama tanggal 13 Mei 2020 akan dilaksanakan PHK terhadap sekitar 1800 karyawan, dan tahap kedua yaitu tanggal 20 Mei 2020 atas semua karyawan yang tersisa," tulis perusahaan dalam surat keterangan resminya.
Asosiasi Persepatuan Indonesia (ASPRISINDO) mengungkapkan PHK tersebut merupakan benar terjadi lantaran perusahaan harus memindahkan pabrik ke Brebes, Jawa Tengah. Persoalan upah pekerja yang tinggi di Tangerag menjadi salah satu pemicunya.
Direktur Asosiasi Persepatuan Indonesia (ASPRISINDO), Firman Bakri mengatakan PT Shyang Yao Fun telah melakukan komunikasi dengan sejumlah pihak dimana PHK massal tersebut merupakan murni masalah bisnis bukan karena dampak dari pandemi Covid-19. Kebijakan ini sudah disiapkan sejak tahun lalu.