
Newsletter
Pilih Gelas Setengah Kosong, Apa Setengah Penuh?
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
04 May 2020 06:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat penguatan tajam pekan lalu, menjadi yang terbaik di bandingkan bursa saham utama Asia. Namun pekan ini, banjir data negatif akan membombardir pasar, yang semestinya telah diantisipasi sehingga tak memicu kepanikan yang berlebih.
Dalam 4 hari perdagangan terakhir (Jumat libur Hari Buruh) IHSG menguat 4 hari beruntun dengan total penguatan 4,9% dan berakhir di level 4.716,403. Meski demikian, investor asing masih menarik dananya dari pasar saham Tanah Air dengan jumlah yang cukup besar, yakni senilai Rp 2,68 triliun di semua pasar.
Eforia itu dipicu laporan bahwa obat produksi perusahaan farmasi AS Gilead Science efektif untuk menyembuhkan pasien COVID-19. Pasien yang mendapat terapi dengan Remdesivir, nama obat tersebut, bisa meninggalkan rumah sakit dalam kurun waktu dua pekan.
Hal ini memicu spekulasi bahwa wacana pelonggaran karantina wilayah (lockdown) yang dikemukakan beberapa negara maju, termasuk beberapa negara bagian di AS, kian mendekati kenyataan. Ketika bisnis diizinkan beroperasi secara terbatas, ada harapan bahwa ekonomi bergeliat lebih baik.
Tidak heran, di Wall Street muncul suara-suara optimistis yang memperkirakan indeks Dow Jones tidak bakal mengetes ulang, alias tak menyentuh kembali, level terendah yang dicapai pada Maret lalu.
Penguatan IHSG terjadi berbarengan dengan apresiasi rupiah sebesar 3,42% (mingguan) terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mata Uang Garuda menguat empat pekan beruntun, selama April dengan akumulasi kenaikan sebesar 9,05%, dan membukukan kinerja bulanan terbaik sejak Desember 2008 saat rupiah melesat 9,21% secara bulanan.
Kinerja tersebut berbanding terbalik dari bulan Maret, ketika rupiah menyentuh level terlemah sejak krisis moneter 1998. Infeksi virus corona (strain baru) yang menjangkiti Indonesia memicu kepanikan Maret lalu, sehingga investor menarik dananya dari dari Tanah Air.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang bulan Maret terjadi capital outflow sebesar Rp 121,26 triliun di pasar obligasi.
Penguatan rupiah ini diikuti pasar Surat Berharga Negara (SBN). Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri FR0082 bertenor 10 tahun melemah 3,2 basis poin menjadi 7,892% akhir pekan lalu. Artinya, harga sedang menguat.
Dalam 4 hari perdagangan terakhir (Jumat libur Hari Buruh) IHSG menguat 4 hari beruntun dengan total penguatan 4,9% dan berakhir di level 4.716,403. Meski demikian, investor asing masih menarik dananya dari pasar saham Tanah Air dengan jumlah yang cukup besar, yakni senilai Rp 2,68 triliun di semua pasar.
Eforia itu dipicu laporan bahwa obat produksi perusahaan farmasi AS Gilead Science efektif untuk menyembuhkan pasien COVID-19. Pasien yang mendapat terapi dengan Remdesivir, nama obat tersebut, bisa meninggalkan rumah sakit dalam kurun waktu dua pekan.
Hal ini memicu spekulasi bahwa wacana pelonggaran karantina wilayah (lockdown) yang dikemukakan beberapa negara maju, termasuk beberapa negara bagian di AS, kian mendekati kenyataan. Ketika bisnis diizinkan beroperasi secara terbatas, ada harapan bahwa ekonomi bergeliat lebih baik.
Tidak heran, di Wall Street muncul suara-suara optimistis yang memperkirakan indeks Dow Jones tidak bakal mengetes ulang, alias tak menyentuh kembali, level terendah yang dicapai pada Maret lalu.
Penguatan IHSG terjadi berbarengan dengan apresiasi rupiah sebesar 3,42% (mingguan) terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mata Uang Garuda menguat empat pekan beruntun, selama April dengan akumulasi kenaikan sebesar 9,05%, dan membukukan kinerja bulanan terbaik sejak Desember 2008 saat rupiah melesat 9,21% secara bulanan.
Kinerja tersebut berbanding terbalik dari bulan Maret, ketika rupiah menyentuh level terlemah sejak krisis moneter 1998. Infeksi virus corona (strain baru) yang menjangkiti Indonesia memicu kepanikan Maret lalu, sehingga investor menarik dananya dari dari Tanah Air.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang bulan Maret terjadi capital outflow sebesar Rp 121,26 triliun di pasar obligasi.
Penguatan rupiah ini diikuti pasar Surat Berharga Negara (SBN). Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri FR0082 bertenor 10 tahun melemah 3,2 basis poin menjadi 7,892% akhir pekan lalu. Artinya, harga sedang menguat.
Next Page
Dow Futures Jatuh Akibat Retorika Trump
Pages
Most Popular