
Obat Corona: Kabar Baik Umat Manusia, Buruk Buat Emas Dunia
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 May 2020 12:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia merosot sepanjang pekan ini, kembali ke bawah US$ 1.700/troy ons. Logam mulia merupakan aset yang menyandang status aset aman (safe haven) sehingga pergerakannya sering kali dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, politik, hingga krisis kesehatan yang terjadi saat ini akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
Covid-19 tidak hanya menyebabkan krisis kesehatan, tetapi juga resesi global, bahkan diprediksi menjadi yang terburuk sejak Depresi Besar (Great Depression) di tahun 1930an. Hal tersebut membuat permintaan emas sebagai safe haven meningkat, dan membawa harganya melesat ke US$ 1.731,33/troy ons pada 23 April lalu, yang merupakan rekor penutupan tertinggi sejak November 2012.
Tetapi sejak mencapai level tersebut harga emas dunia berbalik arah, meski Jumat (1/5/2020) kemarin berhasil menguat 1,13%, tetapi sepanjang pekan ini merosot 1,64% di level US$ 1.699,12/troy ons.
Penyebabnya, perkembangan terbaru dari pandemi Covid-19, dan segala hal yang terkait dengan virus yang telah menginfeksi lebih dari 3 juta warga dunia, dan menyebabkan lebih dari 230 ribu orang meninggal dunia.
Penyebaran Covid-19 di Eropa dan Amerika Serikat (AS) sudah menunjukkan tanda-tanda pelambatan, alias sudah mencapai puncaknya. Oleh karena itu, Eropa dam AS berencana melonggarkan kebijakan karantina wilayah (lockdown). Bahkan kini obat remdesivir yang dikabarkan mampu efektif mengobati pasien Covid-19 di AS kini sudah disahkan penggunaannya.
Italia berencana membuka lockdown secara bertahap pada 4 Mei nanti. Italia dan Spanyol bahkan sudah mengijinkan warganya mulai beraktivitas meski terbatas sejak dua pekan lalu.
Kemudian Jerman juga mulai mengizinkan warganya beraktivitas, toko-toko kecil sudah diizinkan buka kembali sejak Senin, dan sekolah mulai aktif lagi per 4 Mei. Belanda juga berencana membuka lockdown secara bertahap mulai 11 Mei.
Kemudian dari AS, Gubernur New York, Andrew Cuomo, mengatakan lockdown akan dibuka dalam beberapa fase setelah Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan jumlah pasien rawat inap sudah menurun dalam 14 hari terakhir.
Fase satu, New York dunia usaha di bidang konstruksi dan manufaktur akan diizinkan kembali beraktivitas. Fase kedua dunia usaha perlu rencana untuk beroperasi kembali, termasuk memiliki pengaman individual serta menerapkan social distancing.
Selanjutnya Gubernur Ohio, Mike DeWine, mengatakan sektor ritel dan jasa bisa kembali beroperasi pada 12 Mei.
Selain itu, negara bagian Alaska, Georgia, South Carolina, Tennessee dan Texas sudah mengizinkan restoran dan beberapa usaha lainnya untuk kembali beroperasi.
Roda bisnis di Eropa dan AS yang mulai berputar kembali tentunya menjadi kabar bagus, perekonomian global bisa perlahan bangkit dari keterpurukan.
Setelah kabar pelonggaran lockdown, sentimen pelaku pasar semakin membuncah setelah adanya perkembangan positif dari obat penyakit virus corona (Covid-19) buatan Gilead Science Inc.
CNBC International Rabu (29/4/2020 waktu AS melaporkan tahap awal uji klinis remdesivir tersebut yang dilakukan oleh National Institute of Allergy and Infectious Diseases sudah mencapai tahap akhir, dan hasilnya bagus.
Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases, Dr. Anthony Fauci, mengatakan remdesivir menunjukkan hasil yang positif yang "jelas" dalam mengobati pasien virus corona.
Sementara itu Gilead juga merilis hasil uji klinis sendiri yang menunjukkan peningkatan kondisi pasien Covid-19 saat menggunakan remdesivir buatannya.
Presiden AS, Donald Trump, pada Rabu waktu setempat mengatakan ia ingin Food and Drug Administration (FDA) bergerak secepat yang mereka bisa untuk menyetujui remdesivir Gilead digunakan sebagai pengobatan virus corona.
"Kami ingin melihat persetujuan yang cepat, khususnya dengan obat yang mampu mengobati Covid-19" kata Trump di Gedung Putih, sebagaimana dilansir CNBC International.
Hanya berselang dua hari, Jumat kemarin sebelum perdagangan sesi AS ditutup, FDA mengijinkan penggunaan darurat remdesivir Gilead untuk mengobati pasien Covid-19. Presiden Trump mengumumkan langsung keputusan tersebut bersama CEO Gilead Daniel O'Day di Gedung Putih.
Dengan ijin dari FDA tersebut, dokter akan diizinkan menggunakan remdesivir untuk pengobatan pasien Covid-19 di rumah sakit. Kabar tersebut tentunya membuat harapan akan segara berakhirnya pandemi Covid-19 semakin membuncah. Harga emas yang sebelumnya sempat kembali ke atas US$ 1.700/troy ons harus berbalik turun dan mengakhiri perdagangan Jumat di bawah level tersebut.
Pelonggaran lockdown dan potensi obat yang bisa meyembuhkan pasien Covid-19 menjadi kabar bagis bagi umat manusia, tetapi menjadi kabar buruk bagi emas.
Pelonggaran lockdown dan obat remdesivir dari Gilead membuat sentimen pelaku pasar membaik dan masuk kembali ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi, dampaknya emas yang menyandang status safe haven menjadi kurang menarik, harganya pun merosot.
Meski demikian, dalam jangka panjang emas diprediksi beberapa bulan ke depan, emas diprediksi akan melewati rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920,3/troy ons yang dicapai 6 September 2011, bahkan dalam jangka panjang diramal mencapai US$ 4.000/troy ons.
Di akhir Maret lalu, analis dari WingCapital Investment memprediksi harga emas US$ 3.000/troy ons. Level tersebut tentunya sudah jauh melampaui rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920,3/troy ons.
Semenjak saat itu, harga emas terus merosot, mengalami fase konsolidasi, hingga akhirnya mulai melesat naik lagi sejak pertengahan tahun lalu.
Kini, tidak hanya analis dari WingCapital yang memprediksi emas akan terbang tinggi, tetapi bank investasi ternama, Bank of America (BofA) juga memprediksi emas akan ke US$ 3.000/troy ons dalam 18 bulan ke depan.
Terlihat luar biasa, tetapi jangan kaget kalau harga emas diramal bisa terbang lebih tinggi lagi. Ole Hansen, Kepala Ahli Strategi Komoditas di Saxo Bank, memprediksi dalam jangka panjang emas akan di atas US$ 4.000/troy ons.
1 troy ons setara dengan 31,1 gram, sehingga jika harga emas mencapai US$ 3.000/troy ons itu artinya harga per gramnya dalam rupiah nyaris Rp 2 juta (kurs: Rp 15.000/US$).
Hansen mengatakan pelaku pasar belum paham sepenuhnya bagaimana dampak kebijakan bank sentral dan pemerintah di berbagai negara ke pasar finansial.
"Dari perspektif investasi emas, ini bukan mengenai apa yang terjadi hari ini, besok, atau bulan depan, tetapi apa yang akan terjadi 6 sampai 12 bulan ke depan atau lebih dari itu" kata Hansen, sebagaimana dikutip Kitco.
Hansen memprediksi di akhir tahun ini harga emas berada di US$ 1.800/troy ons, kemudian mencetak rekor tertinggi di 2021, dan dalam jangka panjang berada di atas US$ 4.000/troy ons.
Pelonggaran moneter secara global yang terjadi mulai tahun lalu menjadi pijakan awal harga emas terus bergerak naik.
Pandemi Covid-19 yang membawa perekonomian global ke jurang resesi membuat bank sentral di berbagai negara secara agresif melonggarkan kebijakan moneter semakin agresif di tahun ini.
Negeri Paman Sam menjadi yang paling agresif. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunganya hingga menjadi 0-0,25%, kemudian mengaktifkan kembali program pembelian aset atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE) dengan nilai tanpa batas. Berapapun akan digelontorkan agar likuiditas di perekonomian AS tidak mengetat.
Itu baru The Fed, bank sentral lainnya juga menerapkan kebijakan yang sama, bank sentral Australia misalnya, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah menerapkan program QE.
Tidak hanya bank sentral, pemerintah di berbagai negara juga menggelontorkan stimulus fiskal. Pemerintah AS sudah menggelontorkan stimulus senilai US$ 2 triliun, terbesar sepanjang sejarah.
Stimulus moneter dan fiskal tersebut membuat pasar banjir likuiditas, kondisi tersebut sangat menguntungkan bagi emas.
Banjir likuiditas tersebut akan memicu terjadinya inflasi, dan menurun Hansen dari Saxo Bank itulah yang akan membawa harga emas terbang tinggi ke atas US$ 4.000/troy ons dalam jangka panjang.
Di tahun 2008 ketika terjadi krisis finansial global, The Fed dan bank sentral lainnya di Eropa menerapkan kebijakan yang sama, suku bunga rendah serta QE, dampaknya harga emas terus bergerak naik hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada tahun 2011.
Sementara itu, analis dari WingCapital Investment menggunakan pendekatan yang berbeda. Analis lebih melihat peningkatan belanja pemerintah dengan gelontoran stimulus tersebut dapat menaikkan rasio utang terhadap produk domestic bruto (PDB) akan membawa harga emas terbang tinggi.
"Secara historis kami melihat rasio utang terhadap PDB memiliki korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan balance sheet [neraca] The Fed (terhadap harga emas)" tulis analis WingCapital yang dikutip Kitco.
Untuk saat ini, belanja masif pemerintah AS guna memerangi COVID-19 diprediksi akan membengkakkan defisit anggaran, hingga rasio utang terhadap PDB akan menyamai ketika perang dunia II ketika naik sebesar 30% tahun ini. Sementara itu, beberapa analis lainnya melihat rasio tersebut akan naik sekitar 10% sampai 14%.
Untuk diketahui, saat ini rasio utang terhadap PDB AS pada tahun 2019 mencapai 108,28% dari PDB, berdasarkan data CEIC.
Sebagai perbandingan pada tahun 2008 ketika terjadi krisis finansial global, rasio utang terhadap PDB AS naik sekitar sebesar 8% di tahun 2008 dari tahun 2007 menjadi 72,72%.
Kemudian naik lagi 12% menjadi 85,21% di tahun 2009. Laju kenaikan tersebut mulia menurun pada tahun 2010 dan harga emas mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah pada September 2011, setelahnya malah terus melorot seiring melambatnya laju kenaikan rasio utang terhadap PDB AS.
"Dalam prospek harga, menggunakan panduan pasca krisis finansial 2008 ketika pasar bullish dan harga emas naik dua kali lipat 3 tahun setelahnya, menurut kami target emas jangka panjang ke US$ 3.000/troy ons menjadi masuk akal" kata analis tersebut.
Bank of America (BofA) yang juga memprediksi harga emas akan ke US$ 3.000/US$, tetapi lebih cepat lagi yakni 18 bulan ke depan. Analis dari BofA tersebut melihat semua faktor-faktor yang disebutkan di atas, mulai dari perekonomian global yang mengalami resesi, kemudian stimulus fiskal serta peningkatan neraca bank sentral akan membuat pelaku pasar memburu emas sebagai investasi, sehingga harganya akan melonjak.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/sef) Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas
Covid-19 tidak hanya menyebabkan krisis kesehatan, tetapi juga resesi global, bahkan diprediksi menjadi yang terburuk sejak Depresi Besar (Great Depression) di tahun 1930an. Hal tersebut membuat permintaan emas sebagai safe haven meningkat, dan membawa harganya melesat ke US$ 1.731,33/troy ons pada 23 April lalu, yang merupakan rekor penutupan tertinggi sejak November 2012.
Tetapi sejak mencapai level tersebut harga emas dunia berbalik arah, meski Jumat (1/5/2020) kemarin berhasil menguat 1,13%, tetapi sepanjang pekan ini merosot 1,64% di level US$ 1.699,12/troy ons.
Penyebabnya, perkembangan terbaru dari pandemi Covid-19, dan segala hal yang terkait dengan virus yang telah menginfeksi lebih dari 3 juta warga dunia, dan menyebabkan lebih dari 230 ribu orang meninggal dunia.
Penyebaran Covid-19 di Eropa dan Amerika Serikat (AS) sudah menunjukkan tanda-tanda pelambatan, alias sudah mencapai puncaknya. Oleh karena itu, Eropa dam AS berencana melonggarkan kebijakan karantina wilayah (lockdown). Bahkan kini obat remdesivir yang dikabarkan mampu efektif mengobati pasien Covid-19 di AS kini sudah disahkan penggunaannya.
Italia berencana membuka lockdown secara bertahap pada 4 Mei nanti. Italia dan Spanyol bahkan sudah mengijinkan warganya mulai beraktivitas meski terbatas sejak dua pekan lalu.
Kemudian Jerman juga mulai mengizinkan warganya beraktivitas, toko-toko kecil sudah diizinkan buka kembali sejak Senin, dan sekolah mulai aktif lagi per 4 Mei. Belanda juga berencana membuka lockdown secara bertahap mulai 11 Mei.
Kemudian dari AS, Gubernur New York, Andrew Cuomo, mengatakan lockdown akan dibuka dalam beberapa fase setelah Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan jumlah pasien rawat inap sudah menurun dalam 14 hari terakhir.
Fase satu, New York dunia usaha di bidang konstruksi dan manufaktur akan diizinkan kembali beraktivitas. Fase kedua dunia usaha perlu rencana untuk beroperasi kembali, termasuk memiliki pengaman individual serta menerapkan social distancing.
Selanjutnya Gubernur Ohio, Mike DeWine, mengatakan sektor ritel dan jasa bisa kembali beroperasi pada 12 Mei.
Selain itu, negara bagian Alaska, Georgia, South Carolina, Tennessee dan Texas sudah mengizinkan restoran dan beberapa usaha lainnya untuk kembali beroperasi.
Roda bisnis di Eropa dan AS yang mulai berputar kembali tentunya menjadi kabar bagus, perekonomian global bisa perlahan bangkit dari keterpurukan.
Setelah kabar pelonggaran lockdown, sentimen pelaku pasar semakin membuncah setelah adanya perkembangan positif dari obat penyakit virus corona (Covid-19) buatan Gilead Science Inc.
CNBC International Rabu (29/4/2020 waktu AS melaporkan tahap awal uji klinis remdesivir tersebut yang dilakukan oleh National Institute of Allergy and Infectious Diseases sudah mencapai tahap akhir, dan hasilnya bagus.
Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases, Dr. Anthony Fauci, mengatakan remdesivir menunjukkan hasil yang positif yang "jelas" dalam mengobati pasien virus corona.
Sementara itu Gilead juga merilis hasil uji klinis sendiri yang menunjukkan peningkatan kondisi pasien Covid-19 saat menggunakan remdesivir buatannya.
Presiden AS, Donald Trump, pada Rabu waktu setempat mengatakan ia ingin Food and Drug Administration (FDA) bergerak secepat yang mereka bisa untuk menyetujui remdesivir Gilead digunakan sebagai pengobatan virus corona.
"Kami ingin melihat persetujuan yang cepat, khususnya dengan obat yang mampu mengobati Covid-19" kata Trump di Gedung Putih, sebagaimana dilansir CNBC International.
Hanya berselang dua hari, Jumat kemarin sebelum perdagangan sesi AS ditutup, FDA mengijinkan penggunaan darurat remdesivir Gilead untuk mengobati pasien Covid-19. Presiden Trump mengumumkan langsung keputusan tersebut bersama CEO Gilead Daniel O'Day di Gedung Putih.
Dengan ijin dari FDA tersebut, dokter akan diizinkan menggunakan remdesivir untuk pengobatan pasien Covid-19 di rumah sakit. Kabar tersebut tentunya membuat harapan akan segara berakhirnya pandemi Covid-19 semakin membuncah. Harga emas yang sebelumnya sempat kembali ke atas US$ 1.700/troy ons harus berbalik turun dan mengakhiri perdagangan Jumat di bawah level tersebut.
Pelonggaran lockdown dan potensi obat yang bisa meyembuhkan pasien Covid-19 menjadi kabar bagis bagi umat manusia, tetapi menjadi kabar buruk bagi emas.
Pelonggaran lockdown dan obat remdesivir dari Gilead membuat sentimen pelaku pasar membaik dan masuk kembali ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi, dampaknya emas yang menyandang status safe haven menjadi kurang menarik, harganya pun merosot.
Meski demikian, dalam jangka panjang emas diprediksi beberapa bulan ke depan, emas diprediksi akan melewati rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920,3/troy ons yang dicapai 6 September 2011, bahkan dalam jangka panjang diramal mencapai US$ 4.000/troy ons.
Di akhir Maret lalu, analis dari WingCapital Investment memprediksi harga emas US$ 3.000/troy ons. Level tersebut tentunya sudah jauh melampaui rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920,3/troy ons.
Semenjak saat itu, harga emas terus merosot, mengalami fase konsolidasi, hingga akhirnya mulai melesat naik lagi sejak pertengahan tahun lalu.
Kini, tidak hanya analis dari WingCapital yang memprediksi emas akan terbang tinggi, tetapi bank investasi ternama, Bank of America (BofA) juga memprediksi emas akan ke US$ 3.000/troy ons dalam 18 bulan ke depan.
Terlihat luar biasa, tetapi jangan kaget kalau harga emas diramal bisa terbang lebih tinggi lagi. Ole Hansen, Kepala Ahli Strategi Komoditas di Saxo Bank, memprediksi dalam jangka panjang emas akan di atas US$ 4.000/troy ons.
1 troy ons setara dengan 31,1 gram, sehingga jika harga emas mencapai US$ 3.000/troy ons itu artinya harga per gramnya dalam rupiah nyaris Rp 2 juta (kurs: Rp 15.000/US$).
Hansen mengatakan pelaku pasar belum paham sepenuhnya bagaimana dampak kebijakan bank sentral dan pemerintah di berbagai negara ke pasar finansial.
"Dari perspektif investasi emas, ini bukan mengenai apa yang terjadi hari ini, besok, atau bulan depan, tetapi apa yang akan terjadi 6 sampai 12 bulan ke depan atau lebih dari itu" kata Hansen, sebagaimana dikutip Kitco.
Hansen memprediksi di akhir tahun ini harga emas berada di US$ 1.800/troy ons, kemudian mencetak rekor tertinggi di 2021, dan dalam jangka panjang berada di atas US$ 4.000/troy ons.
Pelonggaran moneter secara global yang terjadi mulai tahun lalu menjadi pijakan awal harga emas terus bergerak naik.
Pandemi Covid-19 yang membawa perekonomian global ke jurang resesi membuat bank sentral di berbagai negara secara agresif melonggarkan kebijakan moneter semakin agresif di tahun ini.
Negeri Paman Sam menjadi yang paling agresif. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunganya hingga menjadi 0-0,25%, kemudian mengaktifkan kembali program pembelian aset atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE) dengan nilai tanpa batas. Berapapun akan digelontorkan agar likuiditas di perekonomian AS tidak mengetat.
Itu baru The Fed, bank sentral lainnya juga menerapkan kebijakan yang sama, bank sentral Australia misalnya, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah menerapkan program QE.
Tidak hanya bank sentral, pemerintah di berbagai negara juga menggelontorkan stimulus fiskal. Pemerintah AS sudah menggelontorkan stimulus senilai US$ 2 triliun, terbesar sepanjang sejarah.
Stimulus moneter dan fiskal tersebut membuat pasar banjir likuiditas, kondisi tersebut sangat menguntungkan bagi emas.
Banjir likuiditas tersebut akan memicu terjadinya inflasi, dan menurun Hansen dari Saxo Bank itulah yang akan membawa harga emas terbang tinggi ke atas US$ 4.000/troy ons dalam jangka panjang.
Di tahun 2008 ketika terjadi krisis finansial global, The Fed dan bank sentral lainnya di Eropa menerapkan kebijakan yang sama, suku bunga rendah serta QE, dampaknya harga emas terus bergerak naik hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada tahun 2011.
Sementara itu, analis dari WingCapital Investment menggunakan pendekatan yang berbeda. Analis lebih melihat peningkatan belanja pemerintah dengan gelontoran stimulus tersebut dapat menaikkan rasio utang terhadap produk domestic bruto (PDB) akan membawa harga emas terbang tinggi.
"Secara historis kami melihat rasio utang terhadap PDB memiliki korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan balance sheet [neraca] The Fed (terhadap harga emas)" tulis analis WingCapital yang dikutip Kitco.
Untuk saat ini, belanja masif pemerintah AS guna memerangi COVID-19 diprediksi akan membengkakkan defisit anggaran, hingga rasio utang terhadap PDB akan menyamai ketika perang dunia II ketika naik sebesar 30% tahun ini. Sementara itu, beberapa analis lainnya melihat rasio tersebut akan naik sekitar 10% sampai 14%.
Untuk diketahui, saat ini rasio utang terhadap PDB AS pada tahun 2019 mencapai 108,28% dari PDB, berdasarkan data CEIC.
Sebagai perbandingan pada tahun 2008 ketika terjadi krisis finansial global, rasio utang terhadap PDB AS naik sekitar sebesar 8% di tahun 2008 dari tahun 2007 menjadi 72,72%.
Kemudian naik lagi 12% menjadi 85,21% di tahun 2009. Laju kenaikan tersebut mulia menurun pada tahun 2010 dan harga emas mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah pada September 2011, setelahnya malah terus melorot seiring melambatnya laju kenaikan rasio utang terhadap PDB AS.
"Dalam prospek harga, menggunakan panduan pasca krisis finansial 2008 ketika pasar bullish dan harga emas naik dua kali lipat 3 tahun setelahnya, menurut kami target emas jangka panjang ke US$ 3.000/troy ons menjadi masuk akal" kata analis tersebut.
Bank of America (BofA) yang juga memprediksi harga emas akan ke US$ 3.000/US$, tetapi lebih cepat lagi yakni 18 bulan ke depan. Analis dari BofA tersebut melihat semua faktor-faktor yang disebutkan di atas, mulai dari perekonomian global yang mengalami resesi, kemudian stimulus fiskal serta peningkatan neraca bank sentral akan membuat pelaku pasar memburu emas sebagai investasi, sehingga harganya akan melonjak.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/sef) Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular