Obat Corona Jadi 'Obat Kuat' Buat Rupiah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 April 2020 09:07
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Uji obat virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang sukses menjadi motor penggerak risk appetite pelaku pasar.

Pada Kamis (30/4/2020), US$ 1 dihargai Rp 15.150 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,72% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan berada di posisi terkuat sejak 16 Maret.


Penguatan rupiah tidak lepas dari peningkatan minat investor terhadap aset-aset berisiko. Tanda-tanda ke arah sana sudah terlihat sejak dini hari tadi, di mana bursa saham New York ditutup menguat signifikan. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 2,21%, S&P 500 menguat 2,66%, dan Nasdaq Composite bertambah 3,57%.

Investor (dan dunia) menyambut kabar baik seputar pengobatan virus corona. Gilead Sciences Ics mengumumkan bahwa obat bernama remdesivir menunjukkan potensi yang menjanjikan sebagai obat untuk melawan virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.

Hasil uji coba pemerintah AS mengungkapkan bahwa pasien Covid-19 yang diberikan remdesivir punya peluang sembuh 31% lebih tinggi dibandingkan yang diberi obat 'jadi-jadian' (placebo). Anthony Fauci, Direktur US National Institute of Allergy and Infectious Diseases, mengatakan hasil tersebut sangat signifikan.

"Ini kemajuan yang sangat penting. Ini akan jadi standar penanganan pasien," tegas Fauci, dikutip dari Reuters.


Datangnya harapan untuk bangkit melawan pandemi virus corona membuat investor percaya diri. Walau sebelumnya ada laporan ekonomi AS tekontraksi (tumbuh negatif) -4,8% pada kuartal I-2020, investor tidak peduli. Bodo amat, yang penting ada harapan obat virus corona sudah ditemukan.

Walau bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) tidak menurunkan suku bunga acuan, cuek bebek. Yang penting ada harapan obat virus corona sudah ditemukan.



Selan itu, investor juga menyambut baik pelonggaran pembatasan sosial (social distancing) di AS yang ternyata belum menyebabkan lonjakan pasien corona baru. Per 29 April 2020, US Centers for Disease Control dan Prevetion mencatat jumlah pasien corona di Negeri Paman Sam adalah 1.005.147 orang. Bertambah dibandingkan posisi per hari sebelumnya yaitu 981.246 orang.

Meski masih bertambah, tetapi persentase laku pertumbuhannya cukup terkendali yaitu 2,44%. Sejak 15 April, laju pertumbuhan kasus corona di AS sudah stabil di bawah 5% dengan kecenderungan menurun.

Jika tren ini bisa dijaga, maka bukan tidak mungkin jumlah kasus akan menurun dalam waktu dekat. Puncak sudah semakin dekat, setelah itu saatnya 'turun gunung'.



Apabila virus corona semakin jinak, maka social distancing bisa lebih dikendurkan lagi. Aktivitas masyarakat akan berangsur normal dan roda ekonomi berputar kembali.

Namun membuat ekonomi bisa 'berlari' sepertinya masih butuh waktu. Sebab virus corona telah membuat luka yang teramat dalam, sehingga penyembuhannya tidak bisa cepat.


"Ekonomi sudah terjun bebas, mungkin kita akan mengalami sesuatu yang lebih buruk dari resesi yaitu depresi. Terlalu awal untuk bicara pemulihan, kita masih akan melihat kebangkrutan usaha kecil dan menengah," kata Sung Won Sohn, Prefesor Ekonomi di Loyola Marymount University yang berbasis di Los Angeles, seperti diwartakan Reuters.

Akan tetapi, sinyal bahwa ekonomi bisa bangkit berdiri saja sudah sangat melegakan. Setidaknya kita punya harapan bahwa badai pasti berlalu. Harapan ini kemudian diwujudkan oleh pelaku pasar dengan memburu aset-aset berisiko, termasuk di negara berkembang Asia seperti Indonesia.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular