Dampak Covid-19, Garuda Akan Kembalikan 18 Pesawat Bombardier

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
29 April 2020 15:17
Bombardier CRJ1000/Detik
Foto: Bombardier CRJ1000/Detik
Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), akan menerapkan sejumlah strategi efisiensi guna bertahan di tengah dampak pandemi virus corona (Covid-19). Selain melakukan relaksasi keuangan, Garuda juga akan negosiasi pembayaran sewa pesawat kepada lessor.

Tak hanya itu, induk usaha PT Citilink Indonesia dan PT GMF AeroAsia Tbk (GMFI) ini juga akan mengembalikan jenis pesawat yang tidak digunakan lagi, yakni CRJ1000 Bombardier.

Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra mengatakan perseroan akan mengembalikan pesawat CRJ1000 Bombardier yang sebelumnya sudah 'dikandangkan' alias grounded

"Kita juga sedang pengembalian CRJ yang kita
grounded, kita terbangkan jauh lebih merugikan. Ongkos kita grounded setahun 50 juta dolar [Rp 775 miliar]. Ini waktu terbaik negosiasi sewa pesawat kita, kita minta pesawat tersebut diambil aja, kita punya fleet dan konfigurasi lebih pas," katanya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (29/4/2020).

A Bombardier worker walks past the CS300 Aircraft in the hangar prior to its' test flight in Mirabel February 27, 2015. REUTERS/Christinne MuschiFoto: Bombardier (REUTERS/Christinne Muschi)

Sebelumnya, Desember tahun lalu, Garuda dikabarkan gencar mencari pembeli untuk armada pesawat Bombardier CRJ1000 pabrikan Kanada yang dipesan pada 2012 silam.

Seorang eksekutif senior Garuda Indonesia yang enggan disebutkan namanya, dikutip SmartAviation, mengatakan perusahaan sedang berbicara dengan beberapa maskapai AS untuk menjajaki apakah ada yang berminat membeli CRJ1000.

Menurut eksekutif tersebut, pesawat Bombardier CRJ1000 itu tidak sesuai untuk pasar Asia Tenggara, dan lebih cocok untuk pasar Amerika Utara, sebagaimana juga dikutip Aviatren.

Sumber tersebut mengungkapkan, manajemen Garuda Indonesia kecewa atas tipe pesawat ini karena kurang sesuai dengan kondisi wilayah Asia Tenggara.

Tak hanya itu, kinerja pesawat CRJ1000 yang membutuhkan landasan pacu (runway) 2.000 meter membuat strategi Garuda Indonesia berekspansi ke wilayah Timur Indonesia tertahan karena tidak banyak bandara dengan panjang runway tersebut. Padahal pesawat jenis ATR dengan kapasitas serupa, bisa masuk ke bandara-bandara dengan panjang runway di bawah 2.000 meter.


Laporan keuangan 2019 GIAA menunjukkan Garuda didukung 18 armada Bombardier CRJ1000 Next Gen, sementara armada paling banyak yakni Boeing B737-800 sebenyak 73 unit dan Airbus A330-300 sebanyak 17 unit, sisanya jenis lainnya.

Selain mengembalikan Bombardier, lebih lanjut, Irfan mengatakan juga akan melakukan negosiasi ulang sewa pesawat yang dinilai masih mahal, "Kita melakukan negosiasi rental. Kondisi Covid-19 memungkinkan kita rekonstruksi sewa menyewa pesawat ini," katanya.

"Kita menengarai bahwa harga sewa [pesawat] kita terlalu tinggi," tegas mantan bos BUMN PT Inti ini.

Dia mencontohkan, Boeing 777 yang dipakai untuk layanan penerbangan rute Amsterdam itu sewa pesawatnya US$ 1,6 juta atau Rp 25 miliar per bulan (asumsi kurs Rp 15.500/US$).

"Kita sudah coba nego dari lama, bahwa ini sudah terlalu mahal. Hari ini kita punya kesempatan yang sangat bagus untuk negosiasi karena harga pasar hanya US$ 800.000 dolar [Rp 12,4 miliar] per bulan. Kita punya 10 unit, jadi basically bayar 2 kali lipat dari harga market," tegasnya.


[Gambas:Video CNBC]





(tas/tas) Next Article Spesifikasi Tak Sesuai, Garuda Jual 18 Pesawat Bombardier?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular