
Selain Efek Corona, Saham Tekstil Tak Menarik karena Utang
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
28 April 2020 15:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham emiten tekstil di Bursa Efek Indonesia masih belum menarik untuk dikoleksi di tengah pandemi virus Corona (Covid-19). Ketergantungan permintaan dari global yang sedang terhambat akibat pandemi dan utang besar menjadi pertimbangannya.
Saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) misalnya, melemah 1,3%, sepekan terakhir turun 3,18% menjadi Rp 152/saham. Diikuti melemahnya PT Golden Flower Tbk (POLU) turun 6,8%, sepekan anjlok 28,89% menjadi Rp 960/saham.
Beberapa saham lainnya justru bergerak stagnan seperti PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL) stagnan, sedangkan dalam sepekan terakhir terkoreksi 0,72% menjadi Rp 690/saham. Sedangkan, saham PT Pan Brothers Tbk (PBRX) juga bergerak stagnan, sementara selama sepekan melemah 8,11% menjadi Rp 170/saham.
Sektor aneka industri yang menjadi induk dari sub sektor tekstil di sesi pertama perdagangan hari ini juga terjerembab 0,65% dan melemah 3,92% dalam sepekan.
VP Equity Research RHB Sekuritas, Christopher Andre Benas menuturkan, emiten di sektor tekstil pada tahun ini mengalami tantangan yang cukup berat, permintaan dari peritel global yang melemah akibat pandemi dan beberapa toko yang harus tutup tentunya akan berimbas negatif terhadap pendapatan.
Selain itu, kata dia, emiten tekstil, dari sisi profitabilitas juga relatif kecil dan cenderung memiliki profil risiko utang yang besar.
"Kalau tekstil memang dari sahamnya bisa dibilang kurang ada menarik, yang kita tahu low profitability marjin kecil, banyak utang, kalau tidak ada turnover akan tertekan," kata Christopher, Selasa (28/4/2020).
Meskipun, beberapa pengusaha di sektor ini mulai mendiversifikasi bisnisnya dengan memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) dan masker, hal ini dinilai belum akan cukup menutupi demand yang berkurang drastis selama wabah Corona. RHB merekomendasikan untuk menghindari sementara alias netral di emiten tekstil ini.
"Retailer mengalami impact besar, toko lockdown, penjualan online turun, pasti penjualan mereka tergangg karena global demand yang melemah," ujarnya.
Sebelumnya, kalangan pengusaha tekstil yang terhimpun dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) berupaya bertahan di tengah krisis ini dengan memproduksi APD serta masker untuk keperluan medis di tengah kondisi pandemi COVID-19 saat ini.
Namun hal tersebut belum mampu menyelamatkan kesulitan yang dialami pengusaha, bahkan tidak mampu menyelamatkan para buruh dari PHK secara keseluruhan.
Sepinya permintaan juga menyebabkan operasional industri tekstil hanya mampu berjalan 20% dan akan menuju titik di bawah lima persen dalam seminggu ke depan sehingga PHK tidak dapat dihindari.
(hps/hps) Next Article Tekstil Dihantam Corona, Begini Kinerja Saham Produsennya
Saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) misalnya, melemah 1,3%, sepekan terakhir turun 3,18% menjadi Rp 152/saham. Diikuti melemahnya PT Golden Flower Tbk (POLU) turun 6,8%, sepekan anjlok 28,89% menjadi Rp 960/saham.
Beberapa saham lainnya justru bergerak stagnan seperti PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL) stagnan, sedangkan dalam sepekan terakhir terkoreksi 0,72% menjadi Rp 690/saham. Sedangkan, saham PT Pan Brothers Tbk (PBRX) juga bergerak stagnan, sementara selama sepekan melemah 8,11% menjadi Rp 170/saham.
Sektor aneka industri yang menjadi induk dari sub sektor tekstil di sesi pertama perdagangan hari ini juga terjerembab 0,65% dan melemah 3,92% dalam sepekan.
VP Equity Research RHB Sekuritas, Christopher Andre Benas menuturkan, emiten di sektor tekstil pada tahun ini mengalami tantangan yang cukup berat, permintaan dari peritel global yang melemah akibat pandemi dan beberapa toko yang harus tutup tentunya akan berimbas negatif terhadap pendapatan.
Selain itu, kata dia, emiten tekstil, dari sisi profitabilitas juga relatif kecil dan cenderung memiliki profil risiko utang yang besar.
"Kalau tekstil memang dari sahamnya bisa dibilang kurang ada menarik, yang kita tahu low profitability marjin kecil, banyak utang, kalau tidak ada turnover akan tertekan," kata Christopher, Selasa (28/4/2020).
Meskipun, beberapa pengusaha di sektor ini mulai mendiversifikasi bisnisnya dengan memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) dan masker, hal ini dinilai belum akan cukup menutupi demand yang berkurang drastis selama wabah Corona. RHB merekomendasikan untuk menghindari sementara alias netral di emiten tekstil ini.
"Retailer mengalami impact besar, toko lockdown, penjualan online turun, pasti penjualan mereka tergangg karena global demand yang melemah," ujarnya.
Sebelumnya, kalangan pengusaha tekstil yang terhimpun dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) berupaya bertahan di tengah krisis ini dengan memproduksi APD serta masker untuk keperluan medis di tengah kondisi pandemi COVID-19 saat ini.
Namun hal tersebut belum mampu menyelamatkan kesulitan yang dialami pengusaha, bahkan tidak mampu menyelamatkan para buruh dari PHK secara keseluruhan.
Sepinya permintaan juga menyebabkan operasional industri tekstil hanya mampu berjalan 20% dan akan menuju titik di bawah lima persen dalam seminggu ke depan sehingga PHK tidak dapat dihindari.
(hps/hps) Next Article Tekstil Dihantam Corona, Begini Kinerja Saham Produsennya
Most Popular