
Fitch Sebut Outlook Sawit Negatif, Ini Nasib Saham-saham CPO

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham emiten produsen minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) masih bergerak stagnan, cenderung melemah, di awal pekan ini setelah Fitch Ratings mengumumkan bahwa emiten CPO memiliki risiko tinggi meningkatnya profil utang selama masa pandemi virus Corona (Covid-19). Hal ini disebabkan karena penurunan permintaan domestik akibat daya beli yang melemah.
Data perdagangan sesi I Senin ini (27/4/2020), mencatat, saham emiten sawit Grup Sampoerna misalnya, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), bergerak stagnan di level Rp 2.500 per saham.
Sempat ke level Rp 2.510 per saham tapi kemudian berbalik ke posisi yang sama saat pembukaan perdagangan. Hingga sesi pertama, saham SGRO diperdagangkan dengan volume 3,6 ribu saham dengan 4 kali transaksi.
Saham emiten sawit Grup Sinarmas, PT Sinar Mas Agro Resources ad Technology Tbk (SMAR) juga masih sepi transaksi. Saham SMAR stagnan di level Rp 2.860 per saham.
Kemudian, emiten sawit Grup Astra, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) sempat dibuka menguat pada level Rp 5.600 per saham, kemudian melemah 1,83% pada level 5.475 per saham. Saham AALI ditransaksikan sebanyak 477 kali dengan volume 497 ribu saham.
Saham PT London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) melemah 0,81% di level Rp 610 per saham, disusul saham induknya yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) juga terkoreksi 0,98% di level Rp 202 per saham.
Dalam riset Fitch Ratings bertajuk Indonesian Palm Oil, Homebuilders More Exposed to Coronavirus, sektor komoditas seperti minyak sawit mentah aliascrude palm oil (CPO) cukup tertekan dari sisi harga, melanjutkan tren pelemahan yang terjadi sejak 2019 lalu.
"Hal ini mendorong Fitch merevisi kembali prospek sektor CPO dari sebelumnya stabil menjadi negatif," tulis Fitch Ratings, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (23/4/2020).
Kondisi ini tentu akan menjadi tantangan bagi emiten sawit, terutama yang memiliki utang dalam denominasi dollar, di tengah kondisi kurs Rupiah yang masih melemah, beban bunga utang bisa meningkat.
Sebelumnya, Presiden Direktur Astra Agro Lestari, Santosa mengatakan, perseroan mengantisipasi dampak kerugian kurs lebih dalam dengan melakukan lindung nilai (hedging).
"Kebijakan pengelolaan neraca kami selalu konsisten prudent sejak awal, sehingga seluruh utang mata uang asing sudah lindung nilai, sehingga praktis tidak lagi terkena fluktuasi nilai tukar," kata Santosa, kepada CNBC Indonesia.
Selain itu, untuk memastikan terjaganya kondisi likuiditas selama pandemi, emiten sawit Grup Astra ini juga telah mengantisipasi melalui fasilitas pinjaman dalam bentuk committed facility dalam dalam kurs dollar dan Rupiah yang sewaktu-waktu bisa digunakan untuk memenuhi belanja modal perseroan.
"Kami menyiapkan fasilitas pinjaman dalam bentuk committed facility, sehingga fasilitas pinjaman yang masih belum digunakan sebesar US$ 50 juta dan Rp 2 triliun, sewaktu-waktu bisa ditarik untuk mendukung likuiditas baik untuk modal kerja maupun investasi," katanya.
(tas/tas) Next Article India Boikot CPO Malaysia, Saham Emiten Sawit Berguguran
