
Menakar Daya Tahan Bank Mega Hadapi Krisis Corona

Jika berbicara mengenai prospek Bank Mega hingga akhir tahun ketika dampak wabah corona terakumulasi, mau tak mau kita harus melihat aspek yang lebih fundamental, yakni permodalan dan likuiditas.
Dua hal inilah yang menentukan sebuah bank bisa bertahan atau gagal dalam situasi krisis. Keduanya adalah parameter utama yang dipakai regulator dalam stress test (uji ketahanan bank lewat simulasi krisis).
Jika kita tengok kinerja Bank Mega per Maret 2020, permodalan masih terbukti kokoh dengan Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) di level 24,7%, atau tumbuh dari capaian pada Maret 2019 di level 24,25%. Ini lebih besar dari tren industri yang mencatatkan CAR (per Februari 2020) sebesar 22,3%.
Angka itu jauh lebih sehat jika mengacu pada standar minimal yang diatur Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bank sistemik sebesar 13,5%. Bisa dibilang, kesehatan Bank Mega (dan juga industri perbankan secara umum) dari sisi permodalan adalah dua kali lipat dari standard.
Jika mengacu pada pengalaman dua krisis sebelumnya, kondisi permodalan bank sekarang jauh berbeda. Modal mereka cukup besar untuk membentengi diri dari efek tekanan ekonomi yang muncul. Sebagai perbandingan, CAR bank di krisis moneter 1998 adalah sebesar -15%. Ya, minus. Sementara itu, CAR perbankan pada krisis finansial 2008 berkisar 16%.
Lalu bagaimana dengan likuiditas?
Bank Mega hingga Maret 2020 mencatatkan rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio/LDR) sebesar 67,48%. Ini boleh dibilang keajaiban. Pasalnya, menurut SPI (Februari 2020), LDR bank Buku 3 ada di angka 98,2%. Artinya, dana yang disalurkan bank nyaris sama besar dengan dana masyarakat yang disimpan. Cukup ketat.
Khusus bank konvensional yang terkategori Buku III (bermodal inti antara Rp 5 triliun-Rp 30 triliun) LDR-nya lebih ketat lagi, yakni 101%. Bank Mega ada di himpunan ini, tetapi LDR-nya justru longgar dan bahkan dekat dengan range ideal yang dipatok BI yakni 75%-80%.
Faktor likuiditas ini menjadi keunggulan kompetitif Bank Mega di antara bank buku III lainnya selama era krisis COVID-19. Di tengah situasi krisis, kekuatan likuiditas (dana siaga besar) berpeluang menjadi semacam cadangan oksigen bagi bank tersebut.
Dana tunai yang berlebih sewaktu-waktu juga bisa dipakai sebagai leverage (kail penggalian dana) untuk mengakuisisi dan menyelamatkan bank lebih kecil yang kesulitan, jika hal itu diperlukan dan menguntungkan secara bisnis.
Mengacu pada data dan fakta tersebut, sulit untuk menafikan kuatnya prospek positif Bank Mega tahun ini, dalam menghadapi pandemi.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ags/ags)