Demi Likuiditas, Bank Mega Jaga LDR di Level 70%

Rahajeng Kusumo, CNBC Indonesia
22 April 2020 17:54
Kostaman Thayib, Direktur Utama Bank mega.
Foto: Kostaman Thayib, Direktur Utama Bank mega.
Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen PT Bank Mega Tbk (MEGA) menegaskan akan konsisten menjaga loan to deposit ratio (LDR) di kisaran 70% untuk menjaga kecukupan likuiditas sehingga siap menghadapi berbagai situasi saat ini di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Rasio LDR 70% merupakan kebijakan yang ditetapkan Bank Mega, dan masih dalam level aman yang ditentukan oleh Bank Indonesia (BI) yakni 75-80%.

Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib mengatakan likuiditas ibarat darah dalam tubuh sebuah bank, sehingga penting untuk dijaga kecukupannya. Likuiditas perbankan juga harus tetap terjaga terutama untuk menghadapi kondisi resesi agar kinerja perbankan tetap berjalan.

"Kenapa Bank Mega policy-nya menjaga LDR di sekitar 70% ini untuk menjaga agar likuiditas yang cukup di saat apa pun. Terutama di saat resesi dan krisis, Bank Mega bisa menurunkan LDR tersebut," kata Kostaman kepada CNBC Indonesia, Rabu (22/04/2020).


LDR a
dalah rasio yang mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendek (atau biasa disebut likuiditas) dengan membagi total kredit terhadap total Dana Pihak Ketiga (DPK).

Kostaman menekankan LDR tersebut, tujuannya adalah menjaga kecukupan likuiditas agar bank bisa memiliki kelonggaran terutama dalam penyaluran kredit dan menghadapi krisis. Apalagi likuiditas di bank kategori BUKU III (bank umum kelompok usaha, dengan modal inti Rp 5-30 triliun) per Februari 2020 di level 101%, yang berarti sangat ketat sehingga tidak lagi leluasa dalam penyaluran kredit.

"Walau di kuartal I-2020 turun, karena kredit kuartal I agak lambat bisanya. Virus corona membuat kredit di kuartal II dan III-2020, akan melemah tapi likuiditas ke depan akan lebih baik," katanya,

Selain itu dengan kebijakan BI yang melonggarkan GWM (giro wajib minimum) dalam rangka memberikan insentif pada bank, ini akan menambah likuiditas sebesar Rp 102 triliun. Tetapi di saat yang sama, BI mengharuskan Penyangga Likuiditas Makro (PLM) senilai Rp 102 triliun.

"Likuiditas yang tadinya ada di BI adalah GWM, berubah bentuk menjadi PLM yang akan berubah bentuk menjadi Surat Utang Negara (SUN). Berubah saja bentuknya dari GWM menjadi SUN, beda di bunganya saja," katanya.


Longgarnya likuiditas Bank Mega juga didukung oleh kuatnya rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) yang berada di level 24,70%, naik dibandingkan Maret 2019 yakni 24,25%.

Bukan hanya itu, Bank Mega juga mencatatkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) hampir 30%, menjadi Rp 76,06 triliun, dibandingkan periode yang sama 2019 senilai Rp 58,96 triliun.

Dengan begitu, Bank Mega memiliki modal yang kuat untuk menghadapi ketidakpastian, dan tantangan yang ada tahun ini terutama di tengah pandemi Covid-19.

Sepanjang kuartal I-2020, laba bersih Bank Mega tercatat senilai Rp 669,39 miliar sepanjang kuartal I-2020, melesat 38,4% dibandingkan laba bersih kuartal I-2019 senilai Rp 483,67 miliar.

Kenaikan laba bersih ini dikontribusikan oleh kenaikan pendapatan bunga yang mencapai Rp 2 triliun, naik 12,67% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 1,78 triliun. Bank Mega juga mencatatkan pendapatan bunga bersih senilai Rp 989,14 miliar, naik 9,7% dibandingkan Maret 2019 senilai Rp 901,37 miliar.

Selain itu, kredit bermasalah atau NPL (non performing loan) gross bank yang masuk BUKU III ini juga terjaga di level 1,55%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 1,75%. Sementara Return of Asset (ROA) tercatat naik menjadi 3,29%, sementara Return of Equity (ROE) 17,57%.

[Gambas:Video CNBC]






(tas/tas) Next Article Pertumbuhan Laba Bank Mega 6x Lipat dari Industri Perbankan

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular