
Awas! Mudik Bisa Ganggu 'Bulan Madu' Rupiah & BI
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 April 2020 14:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sedang perkasa, mencatat penguatan tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) sejak pekan lalu. Dalam 6 hari perdagangan (libur hari Jumat Agung satu kali), rupiah menguat lima kali dan hanya sekali melemah.
Secara total persentase penguatan selama periode tersebut sebesar 4,82%, dan menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik di dunia.
Sementara hari ini, Rabu (15/4/2020) rupiah sempat menguat 0,7% ke Rp 15.500/US$, sebelum terpangkas dan berada di level Rp 15.550/US$ pada pukul 14:00 WIB di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Penguatan rupiah tidak lepas dari upaya Bank Indonesia (BI) mengeluarkan berbagai kebijakan demi menstabilkan Mata Uang Garuda yang sempat mengalami gejolak.
Pada pekan kedua dan ketiga Maret, rupiah mengalami tekanan hebat, dalam sehari rupiah sempat ambles lebih dari 4% hingga menyentuh level Rp 16.620/US$ pada 23 Maret lalu. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak krisis moneter 1998 kala rupiah menyentuh rekor terlemah sepanjang masa Rp 16.800/US$.
BI di bawah komando Gubernur Perry Warjiyo meningkatkan triple intervention, triple yakni intervensi di pasar spot, pasar Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder guna menstabilkan rupiah. Kebijakan pelonggaran moneter lainnya juga tempuh, termasuk dengan penurunan suku bunga guna menambah likuiditas di perekonomian.
Usaha BI membuahkan hasil, rupiah kini terus menguat dan menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik di dunia jika melihat penguatannya sejak pekan lalu. Rupiah-BI kini sedang menikmati "bulan madu"
Penguatan rupiah bisa saja terus berlanjut melihat kondisi eksternal yang mulai stabil akibat penyebaran penyakit virus corona (COVID-19) yang melambat secara global. Sentimen pelaku pasar pun membaik, dan mulai kembali masuk ke aset-aset berisiko dan berimbal hasil tinggi, rupiah akhirnya mendapat rejeki.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan sejak akhir Maret hingga 7 April lalu, terjadi inflow di pasar obligasi sebesar Rp 920 miliar. Sementara sepanjang Maret lalu, terjadi outflow ratusan triliun yang membuat kurs rupiah jeblok.
Penyebaran pandemi COVID-19 yang terus melambat membuat sentimen pelaku pasar semakin membaik, dan inflow bisa berlanjut, rupiah pun berpeluang semakin menguat.
Secara global, penyebaran pandemi COVID-19 terus menunjukkan pelambatan, meski di beberapa wilayah termasuk Indonesia masih dalam tren naik.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) penambahan jumlah kasus secara penambahan jumlah kasus COVID-19 sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu. Terbaru, pada 14 April terjadi penambahan kasus 4,05% sehingga total menjadi 1,84 juta kasus. Persentase penambahan tersebut merupakan yang terendah sejak 10 Maret.
Eropa yang menjadi episentrum penyebaran sebelum AS bahkan sudah mulai melonggarkan kebijakan lockdown-nya.
CNBC International melaporkan Italia dan Spanyol, mulai mencabut beberapa larangan pembatasan aktivitas warganya setelah jumlah kasus baru serta korban meninggal akibat COVID-19 terus menurun.
Spanyol sudah mengizinkan beberapa aktivitas konstruksi bekerja kembali, begitu juga dengan pabrik-pabrik sudah mulai beroperasi sejak hari Senin. Sementara itu Italia mulai mengizinkan beberapa usaha untuk kembali beraktivitas hari ini.
Tidak hanya itu, negara dengan nilai perekonomian terbesar di Benua Biru, Jerman, juga mempertimbangkan langkah-langkah secara bertahap menuju aktivitas normal.
Ketiga negara tersebut, bersama Prancis menjadi 4 negara dengan jumlah kasus COVID-19 terbanyak di Eropa. Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE, hingga hari ini di Spanyol ada lebih dari 170 ribu kasus, Italia nyaris 160 ribu, Perancis lebih dari 137 ribu, dan Jerman lebih dari 130 ribu kasus positif COVID-19.
Namun, penambahan jumlah kasus per harinya sudah menurun drastis.
Berdasarkan data CEIC, Spanyol hari ini melaporkan penambahan kasus sebanyak 3.477 kasus, menjadi yang terendah sejak 20 Maret. Italia melaporkan 3.153 kasus, terendah sejak 15 Maret, dan Jerman melaporkan 2.082 kasus terendah sejak 19 Maret.
Terus menurunnya penambahan kasus perhari tersebut menimbulkan harapan pandemi COVID-19 akan segera berakhir.
Secara total persentase penguatan selama periode tersebut sebesar 4,82%, dan menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik di dunia.
Sementara hari ini, Rabu (15/4/2020) rupiah sempat menguat 0,7% ke Rp 15.500/US$, sebelum terpangkas dan berada di level Rp 15.550/US$ pada pukul 14:00 WIB di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Pada pekan kedua dan ketiga Maret, rupiah mengalami tekanan hebat, dalam sehari rupiah sempat ambles lebih dari 4% hingga menyentuh level Rp 16.620/US$ pada 23 Maret lalu. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak krisis moneter 1998 kala rupiah menyentuh rekor terlemah sepanjang masa Rp 16.800/US$.
BI di bawah komando Gubernur Perry Warjiyo meningkatkan triple intervention, triple yakni intervensi di pasar spot, pasar Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder guna menstabilkan rupiah. Kebijakan pelonggaran moneter lainnya juga tempuh, termasuk dengan penurunan suku bunga guna menambah likuiditas di perekonomian.
Usaha BI membuahkan hasil, rupiah kini terus menguat dan menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik di dunia jika melihat penguatannya sejak pekan lalu. Rupiah-BI kini sedang menikmati "bulan madu"
Penguatan rupiah bisa saja terus berlanjut melihat kondisi eksternal yang mulai stabil akibat penyebaran penyakit virus corona (COVID-19) yang melambat secara global. Sentimen pelaku pasar pun membaik, dan mulai kembali masuk ke aset-aset berisiko dan berimbal hasil tinggi, rupiah akhirnya mendapat rejeki.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan sejak akhir Maret hingga 7 April lalu, terjadi inflow di pasar obligasi sebesar Rp 920 miliar. Sementara sepanjang Maret lalu, terjadi outflow ratusan triliun yang membuat kurs rupiah jeblok.
Penyebaran pandemi COVID-19 yang terus melambat membuat sentimen pelaku pasar semakin membaik, dan inflow bisa berlanjut, rupiah pun berpeluang semakin menguat.
Secara global, penyebaran pandemi COVID-19 terus menunjukkan pelambatan, meski di beberapa wilayah termasuk Indonesia masih dalam tren naik.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) penambahan jumlah kasus secara penambahan jumlah kasus COVID-19 sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu. Terbaru, pada 14 April terjadi penambahan kasus 4,05% sehingga total menjadi 1,84 juta kasus. Persentase penambahan tersebut merupakan yang terendah sejak 10 Maret.
Eropa yang menjadi episentrum penyebaran sebelum AS bahkan sudah mulai melonggarkan kebijakan lockdown-nya.
CNBC International melaporkan Italia dan Spanyol, mulai mencabut beberapa larangan pembatasan aktivitas warganya setelah jumlah kasus baru serta korban meninggal akibat COVID-19 terus menurun.
Spanyol sudah mengizinkan beberapa aktivitas konstruksi bekerja kembali, begitu juga dengan pabrik-pabrik sudah mulai beroperasi sejak hari Senin. Sementara itu Italia mulai mengizinkan beberapa usaha untuk kembali beraktivitas hari ini.
Tidak hanya itu, negara dengan nilai perekonomian terbesar di Benua Biru, Jerman, juga mempertimbangkan langkah-langkah secara bertahap menuju aktivitas normal.
Ketiga negara tersebut, bersama Prancis menjadi 4 negara dengan jumlah kasus COVID-19 terbanyak di Eropa. Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE, hingga hari ini di Spanyol ada lebih dari 170 ribu kasus, Italia nyaris 160 ribu, Perancis lebih dari 137 ribu, dan Jerman lebih dari 130 ribu kasus positif COVID-19.
Namun, penambahan jumlah kasus per harinya sudah menurun drastis.
Berdasarkan data CEIC, Spanyol hari ini melaporkan penambahan kasus sebanyak 3.477 kasus, menjadi yang terendah sejak 20 Maret. Italia melaporkan 3.153 kasus, terendah sejak 15 Maret, dan Jerman melaporkan 2.082 kasus terendah sejak 19 Maret.
Terus menurunnya penambahan kasus perhari tersebut menimbulkan harapan pandemi COVID-19 akan segera berakhir.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular