Beralih ke bursa saham Amerika Serikat (AS) yakni Wall Street, tiga indeks utama di bursa saham New York membukukan lonjakan signifikan sepanjang pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melambung 12,67%, S&P 500 menguat12,10%, dan Nasdaq Composite naik 1,94%.
Lonjakan bursa saham Wall Street tak lain karena upaya pemerintah dan bank sentral Amerika Serikat (The Fed AS) guna memerangi pandemi virus corona.
AS saat ini menjadi negara dengan pasien corona terbanyak di dunia dan menjadi episentrum baru, dengan 530.200 orang terpapar. Korban jiwa akibat virus corona di Negeri Paman Sam mencapai 20.614 orang.
Oleh karena itu, sejumlah stimulus untuk menghambat kerusakan ekonomi akibat pandemi ini dikucurkan. Terakhir The Fed AS mengumumkan sejumlah program, termasuk pinjaman yang diarahkan untuk usaha kecil dan menengah (UKM), yang akan berjumlah hingga US$ 2,3 triliun.
Bank sentral juga memberikan rincian lebih lanjut tentang rencananya untuk membeli surat berharga peringkat ‘investment grade’ hingga obligasi 'junk'. Melansir CNBC Internasional.
Peringkat investasi atau investment grade adalah kelayakan yang diberikan kepada suatu obligasi di mana obligasi yang mendapatkan peringkat dari lembaga pemeringkat resmi.
“Stimulus The Fed ini adalah yang paling agresif. Mereka tidak ingin dianggap sebagai alasan The Fed mengalami depresi, "kata Jim Cramer di" Squawk Box " CNBC Internasional pada hari Kamis. "Saya sangat terkesan. The Fed sedang dalam permainannya dan inilah yang diperlukan karena kita harus melawan depresi, kita harus membuat Amerika terbuka untuk bisnis. ”
Lonjakan mingguan Wall Street datang di tengah meningkatnya harapan bahwa situasi seputar virus corona membaik. Dalam beberapa hari terakhir, jumlah kasus baru harian yang dikonfirmasi telah menurun secara global dan di negara bagian New York AS juga melaporkan penurunan tingkat rawat inap terkait virus corona.
Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin juga mengatakan kepada CNBC Internasional pada hari Kamis bahwa ekonomi AS dapat dibuka kembali pada bulan Mei. Dia mencatat departemen sedang melakukan "semua yang diperlukan agar perusahaan Amerika dan pekerja Amerika dapat beraktivitas kembali untuk bisnis dan bahwa mereka memiliki likuiditas yang mereka butuhkan untuk mengoperasikan bisnis mereka sementara."
Tetapi beberapa orang percaya bahwa saham sekarang sudah mencapai puncaknya dan investor harus berhati-hati.
"Saya pikir ini semacam beli rumor dan berpotensi kita menjual berita ketika kenyataan menentukan apa yang akan kita lihat di sisi lain," kata investor miliarder, Mark Cuban, Rabu di program CNBC Internasional “Closing Bell.”
“Saya pikir orang secara alami optimis saat ini dalam hal pasar. Saya hanya tidak berpikir mereka benar-benar mempertimbangkan apa yang akan kita lihat di sisi lain, "tambahnya.
“Pasar saham berada pada titik yang sangat tidak pasti sekarang. Dampak dari virus corona terhadap pendapatan masa depan masih belum ditentukan. Kami belum keluar dari inti masalah, "kata Nancy Davis, kepala investasi di Quadratic Capital. Dikutip dari CNBC Internasional. Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati dan mengkaji sejumlah sentimen yang akan mewarnai perdagangan. Pertama tentu saja perkembangan dari pandemi virus corona itu sendiri yang menjadi fokus utama investor.
Per pukul 24:00 WIB, jumlah pasien terpapar virus corona di seluruh dunia mencapai hampir 1,8 juta orang, sementara jumlah korban jiwa menjadi 110.052 orang.
Di Indonesia saat ini, ada 4.241 orang terinfeksi positif virus corona dan korban jiwa tercatat sebanyak 373 orang. Ada kenaikan jumlah kasus per 12 April 2020, dengan penambahan 330 kasus. Namun, di angka kematian justru mengalami penurunan dari hari sebelumnya, sebanyak 21 jiwa per 12 April. Mengutip dari Worldometer.
Situasi ini bisa mempengaruhi psikologis investor. Arus modal asing enggan masuk ke Indonesia sepanjang data dan persepsi belum membaik.
"Kami memperkirakan ke depan masih akan ada pelemahan (nilai tukar rupiah) seiring meluasnya infeksi dan keengganan pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang lebih ketat untuk meredam penyebaran virus," sebut riset ING, seperti dikutip dari Reuters.
Mengutip risiko penyebaran global virus corona, Bank Indonesia (BI) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi domestik untuk tahun 2020 dari 5,0%-5,4% menjadi 4,2%-4,6%. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik untuk rebound pada 2021 menjadi 5,2%-5,6% setelah Covid-19 berlalu dan pemulihan selanjutnya dalam iklim investasi.
Kedua adalah tingkat efektifitas sejumlah stimulus pemerintah dan bank sentral dunia termasuk Indonesia.
Pemerintah Indonesia dengan stimulus fiskalnya saat ini mengusulkan tambahan belanja negara sebesar Rp 405,1 triliun. Terdiri dari intervensi kesehatan Rp 75 triliun, social safety net Rp 110 triliun, melindungi industri Rp 70 triliun, dan cadangan Rp 150 triliun untuk pembiayaan penjaminan serta restrukturisasi ekonomi dalam rangka membantu sektor keuangan.
Di sisi lain, pemerintah juga menerbitkan tiga surat utang global senilai US$ 4,3 miliar dengan tenor terpanjang 50 tahun atau setara Rp 68,6 triliun dengan kurs Rp 16.000 per US$.
"Ini adalah penerbitan terbesar dalam US bond dalam sejarah RI. Dan Indonesia juga jadi negara pertama yang menerbitkan sovereign bond sejak pandemic covid-19 terjadi," kata Sri Mulyani, Selasa (7/4/2020).
Sementara Bank Indonesia (BI) dengan stimulus moneternya juga menyepakati kerja sama repurchase agreement (repo)
line dengan Bank Sentral AS (The Fed) New York juga memberikan efek positif ke rupiah. The Fed New York nantinya akan menyiapkan stok dolar hingga US$ 60 miliar jika BI membutuhkan
likuiditas.
"Ini bentuknya repo line. Kerja sama dengan bank sentral termasuk BI dengan The Fed. Repo line ini adalah suatu kerja sama kalau BI membutuhkan likuiditas dolar bisa digunakan," kata Perry, Selasa (7/4/2020).
BI mengklaim keberhasilan kerja sama ini memberikan keyakinan kepada investor asing.Di antara pasar obligasi negara yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, SBN menjadi yang terbaik ketiga setelah Afrika Selatan dan Rusia, pada perdagangan akhir pekan kemarin. Pada hari Kamis, Bank Indonesia juga mengatakan telah memperkuat bauran kebijakan untuk memitigasi risiko penularan COVID-19, dengan tetap menjaga stabilitas pasar uang dan sistem keuangan serta menggerakkan momentum pertumbuhan ekonomi.
Bank memutuskan untuk memperkuat intervensi pasar mata uangnya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, untuk mengimplementasikan langkah-langkah untuk memastikan likuiditas sistem perbankan dan meningkatkan frekuensi lelang pertukaran swap.
Berikut bauran kebijakan dan dukung mitigasi risiko COVID-19 serta dorong pertumbuhan ekonomi melalui tujuh langkah kebijakan, yakni:
Pertama, BI akan memperkuat intensitas kebijakan triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar, baik secara spot, Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.
Kedua, BI memperpanjang tenor Repo SBN hingga 12 bulan dan menyediakan lelang setiap hari untuk memperkuat pelonggaran likuiditas Rupiah perbankan, yang berlaku efektif sejak 20 Maret 2020.
Ketiga, BI akan menambah frekuensi lelang FX swap tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan dari 3 (tiga) kali seminggu menjadi setiap hari, guna memastikan kecukupan likuiditas, yang berlaku efektif sejak 19 Maret 2020.
Keempat, BI akan memperkuat instrumen Term Deposit valuta asing guna meningkatkan pengelolaan likuiditas valuta asing di pasar domestik, serta mendorong perbankan untuk menggunakan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing yang telah diputuskan Bank Indonesia untuk kebutuhan di dalam negeri.
Kelima, BI akan mempercepat berlakunya ketentuan penggunaan rekening Rupiah dalam negeri (Vostro) bagi investor asing sebagai underlying transaksi dalam transaksi DNDF, sehingga dapat mendorong lebih banyak lindung nilai atas kepemilikan Rupiah di Indonesia, berlaku efektif paling lambat pada 23 Maret 2020 dari semula 1 April 2020.
Keenam, BI akan memperluas kebijakan insentif pelonggaran GWM harian dalam Rupiah sebesar 50bps yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-sektor prioritas lain, berlaku efektif sejak 1 April 2020.
Ketujuh, BI akan memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung upaya mitigasi penyebaran COVID-19 melalui tiga hal. Pertama, menjaga ketersediaan uang layak edar yang higienis, layanan kas, dan backup layanan kas alternatif, serta menghimbau masyarakat agar lebih banyak menggunakan transaksi pembayaran secara nontunai. Yang kedua menurunkan biaya SKNBI antar BI dengan bank dari Rp 600 per transaksi menjadi Rp 1 dan biaya transaksi dari bank ke nasabah dari Rp 3.500 menjadi Rp 2.900 per transaksi. Kebijakan ini berlaku mulai 1 April 2020. Yang terakhir mendukung penyaluran dana bansos melalui non tunai.
Kebijakan BI perlahan membuahkan hasil, nilai tukar rupiah mulai stabil hingga kembali ke bawah Rp 16.000/US$.
Selain sentimen internal dari dalam negeri, ada juga sentimen eksternal sebagai penggerak kinerja pasar keuangan Tanah Air, yaitu bank sentral Amerika Serikat (The Fed AS) yang mengumumkan sejumlah program, termasuk pinjaman yang diarahkan untuk usaha kecil dan menengah (UKM), yang akan berjumlah hingga US$ 2,3 triliun.
The Fed juga memberikan rincian lebih lanjut tentang rencananya untuk membeli surat berharga peringkat ‘investment grade’ hingga obligasi 'junk'.
Stimulus ini membawa bursa saham ‘Paman Sam’ yakni Wall Street melonjak, Indeks Dow Jones naik 1,2% menjadi 23.719,37, S&P 500 melonjak 1,5% ke 2.789,82, sedangkan Nasdaq naik 0,8% menjadi 8.153,58. Ini merupakan kenaikan hari kedua berturut-turut Wall Street.
Penguatan yang terjadi di Wall Street bisa menjadi angin segar serta daya dorong kenaikan di bursa saham global dan domestik.
Sentimen berikutnya yaitu dari harga minyak mentah dunia yang terperosok. Harga minyak mentah dunia anjlok pada pekan kemarin. Ironisnya, pelemahan terjadi saat OPEC+ sudah sepakat untuk memangkas produksi.
Pada Kamis (9/4/2020) OPEC+ menggelar rapat melalui konferensi video selama 9 jam lebih sebelum akhirnya memutuskan untuk memangkas produksi sebesar 10 juta barel per hari (bpd) atau setara dengan 10% dari pasokan minyak global.
Minyak mentah jenis Brent anljok 7,71% ke US$ 31,48 per barel, sementara jenis Light Sweet yang menjadi acuan harga minyak AS (West Texas Intermerdiate/WTI) ambles 19,69% di US$ 22,76 per barel.
Pada akhir Maret lalu, harga minyak mentah bahkan berada di level terendah dalam 18 tahun terakhir.
Harga minyak mentah diprediksi masih akan lebih rendah lagi, bahkan pada satu titik bisa negatif. Hal tersebut diprediksi oleh Direktur Pelaksana Muzuho Securities, Paul Sankey pada pertengahan Maret lalu. Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI April 2020
- Laporan Survei Kegiatan Dunia Usaham Triwulanan I 2020
- Prompt Manufacturing Index Triwulanan I 2020
- Daftar Pemegang Saham (DPS) Dividen Tunai PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF)
- Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY) | 5,02% |
Inflasi (Maret 2020 YoY) | 2,96% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2020) | 4,5% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -1,76% PDB |
Transaksi berjalan (2019) | -2,72% PDB |
Cadangan devisa (Maret 2020) | US$ 120,97 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA