
Global Bond RI Laris di Pasar, Ini Kata Bos BI

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menyatakan keberhasilan penerbitan global bond pemerintah mencerminkan kepercayaan pasar terhadap Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global karena dampak virus corona (Covid-19).
Pemerintah RI menerbitkan obligasi atau surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) senilai US$ 4,3 miliar atau setara dengan Rp 69 triliun (asumsi kurs Rp 16.000/US$). Uang hasil penerbitan ini akan dipakai untuk mendanai penanganan virus corona atau Coronavirus Desease-2019 (Covid-19).
Seperti dikutip dari Reuters, Selasa (7/4/2020), obligasi valas ini diterbitkan dengan tiga tenor yaitu 10,5 tahun, 30,5 tahun, dan 50 tahun. Tenor 50 tahun adalah rekor terpanjang.
"Untuk global bond, Menkeu [Sri Mulyani] akan mengumumkan secara rinci. Kita tunggu pengumuman dari Menkeu. Tapi kalau dari sisi BI, keberhasilan dari repo line atau global bond adalah food confidence, di masa ketidakpastian [ekonomi] yang tinggi, RI dipercaya," tegas Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Sebelumnya, bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), juga menyepakati penyediaan fasilitas repurchase agreement line (repo line) bagi BI saat Indonesia membutuhkan likuiditas dolar.
Ketika ditanya apakah tenor global bond yang mencapai 50 tahun akan memberatkan cadangan devisa (cadev) RI, Perry menegaskan cadev akan terkendali. "BI akan terus [jaga] stabilitas cadev," kata Perry.
BI sebelumnya mengumumkan cadev pada akhir Maret sebesar US$ 121 miliar, turun US$ 9,4 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. "Penurunan ini US$ 2 miliar untuk utang pemerintah jatuh tempo, dan US$ 7 miliar untuk stabilisasi rupiah, khususnya pada minggu kedua dan ketiga di mana terjadi kepanikan global yang mendorong investor melepas saham, obligasi. Di situ peran BI berada di pasar," ungkap Perry.
CAD
Selain itu, defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) juga masih akan terjaga dan terkendali di 2,5-3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Dari perkiraan kami, CAD perkiraan kami masih terjaga dan terkendali 2,5-3% PDB meski ada covid-19," tegas Perry.
"Covid-19 memang kasih gangguan ke ekonomi global, terganggunya mata rantai dunia, dari dampak itu ekspor turun, tapi kalau kita lihat CAD RI, penurunan impor karena covid-19 lebih besar. Karena struktur ekonomi membutuhkan impor yang besar, karena penurunan impor lebih tingi dari ekspor makanya kami perkirakan CAD masih 2,5-3% PDB," katanya.
"Penurunan pariwisata karena turis turun, penggunaan devisa saat keluar, umroh turun, kena pembatasan masuknya orang di dunia guna minimalisir penyebaran covid-19."
Adapun dari sisi stabilitas eksternal yang diukur dari NPI [neraca pembayaran Indonesia], akan tambah arus masuk neraca modal dan financial. Dari stabilitas eksternal diukur dari NPI akan dukung stabilitas dari eksternal ini. Ini salah satu landasan maka kami percaya nilai tukar rupiah akan stabil dan menguat ke Rp 15.000, karena sekarang masih undervalue."
NPI merupakan statistik yang mencatat transaksi ekonomi antara penduduk Indonesia dengan bukan penduduk pada suatu periode tertentu. Transaksi NPI terdiri dari transaksi berjalan, transaksi modal, dan transaksi finansial.
(tas/tas) Next Article BI Juga Turunkan GWM Rupiah 50 Bps & Perluas Underlying DNDF
