Catat! Emas Masih Jadi Safe Haven, Berpotensi Bullish

Haryanto, CNBC Indonesia
06 April 2020 14:14
Catat! Emas Masih Jadi Safe Haven, Berpotensi Bullish
Foto: Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas spot dunia masih menguat tipis 0,1% menjadi US$ 1.617,97/troy ons, dari harga penutupan Jumat lalu di US$ 1.616,45/troy ons. Ini seiring masih tingginya ekspektasi harga emas di tengah pandemi virus corona (Covid-19), kendati dalam sepekan terakhir harga emas dunia terkoreksi.

Data Refinitiv mencatat, pada perdagangan awal pekan ini, Senin (6/4/2020) pukul 11.00 WIB, harga emas spot dunia
menguat 0,1% menjadi US$ 1.617,97/troy ons dari akhir pekan lalu.

Penguatan harga emas dunia terangkat oleh data
dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS), yang menunjukkan lonjakan pengangguran yang lebih besar dari yang diperkirakan pada Maret lalu, karena banyak bisnis di AS tutup di tengah wabah virus corona.

Tingkat pengangguran di AS untuk Maret 2020 naik menjadi 4,4% dari 3,5% di Februari 2020. Ini merupakan laporan data pekerjaan terburuk sejak 2009.


Sementara itu pada Kamis lalu, Departemen Tenaga Kerja AS mengatakan klaim pengangguran melonjak mencapai rekor 6,6 juta per 27 Maret.

Meskipun begitu, indeks dolar AS yang mengukur mata uang greenback terhadap enam mata uang saingan utama naik ke level tertinggi
dalam kurun lebih dari satu minggu, dan membuat emas lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lainnya. Hal ini tidak menyurutkan permintaan emas menjadi instrumen investasi aman alias safe haven.

"Pergerakan emas terlihat cukup baik hari ini, dan ada lebih banyak
 permintaan menjadi aset safe haven," kata Stephen Innes, Kepala Ahli Strategi Pasar di perusahaan jasa keuangan AxiCorp, dikutip Reuters.

"Ada harapan bahwa dolar AS tidak mungkin tetap menguat terus dan kondisi ekonomi yang mendasari [penguatan dolar saat ini] buruk, sehingga pedagang emas tidak akan terjebak dalam short covering atau menutup kerugian dengan masuk ke saham," kata Innes.

Sementara itu, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, akan mengumumkan keadaan darurat atas pandemi corona pada Selasa, seperti dilaporkan surat kabar Yomiuri. Ketika jumlah infeksi corona bertambah 1.000 orang di ibu kota, Tokyo, ini juga menjadi sentimen pendukung bagi harga emas untuk naik, m
engutip dari Reuters.


"Jika Jepang menjauh dari kebijakan moneter dan mulai menguatkan kembali mata uangnya dengan menggelontorkan dana kepada publik, maka itu akan menjadi sentimen bullish [penguatan kembali] untuk emas," kata Innes.

Sementara itu, kepemilikan
 emas dari reksa dana yang diperdagangkan di bursa atau Exchange Trade Fund (ETF) dengan aset dasar emas yakni SPDR Gold Trust, naik 0,7% menjadi 978,99 ton pada hari Jumat. Ini level tertinggi dalam kurun lebih dari 3 tahun.

SPDR Gold Shares atau SPDR Gold Trust adalah bagian dari SPDR exchange-traded funds (ETF) yang dikelola dan dipasarkan oleh State Street Global Advisors.

Analis lainnya juga mengatakan, "dari sudut pandang jangka panjang, emas masih akan tetap menjadi aset yang disukai karena suku bunga saat ini rendah dan virus [corona] yang memicu perlambatan global akan mendukung reli [harga emas] berlanjut terus," kata Sugandha Sachdeva, Wakil Presiden, logam, energi dan riset mata uang, di Religare Broking Ltd.

[Gambas:Video CNBC]


Namun analis lain di TD Securites mengatakan bahwa tanda-tanda ketatnya pelonggaran premi pasar fisik emas baru-baru ini berpotensi menahan laju kenaikan harga emas.

Besaran premi rata-rata koin emas untuk pasar spot fisik membengkak ke US$ 50/troy ons pada akhir Maret. Sejak itu jatuh lagi dengan diskon sebesar US$ 50/oz, melansir dari FXstreet.

Hanya saja, aliran kuat dari dana ETF yang beraset dasar emas ini menunjukkan selera investor untuk melirik emas sebagai aset fisik investasi masih tetap kuat.

"Kita belum bisa keluar dari masalah [out of the woods] pada minggu-minggu mendatang, karena mengacu sentimen yang saat ini kami data, menunjukkan bahwa rasa takut mulai mereda. Tapi, patut diingatkan bahwa emas adalah aset dengan beta [beta investasi] tinggi di tengah pandemi yang memicu narasi ketakutan [para investor].


"Perlu dicatat bahwa narasi seputar virus corona itu sendiri sangat menular, karena narasi ini memicu diskusi-diskusi, melibatkan selebriti, dan dengan mudah dikelilingi narasi paralel seperti kejatuhan ekonomi. Narasi [soal corona] sangat menular dan pada akhirnya semakin memberi ketakutan baru. Dalam konteks ini, posisi 'ekor kiri masih gemuk' [posisi long, beli] untuk logam emas," katanya.

Sementara menurut laporan terbaru dari Fitch Ratings, eskalasi kasus virus corona diperkirakan akan memicu resesi global yang dalam dan penurunan PDB global tahun ini dan kondisi ini kemungkinan akan setara dengan krisis keuangan global.

Fitch memperkirakan aktivitas ekonomi dunia akan turun 1,9% pada tahun 2020. Lembaga pemeringkat ini juga memperkirakan PDB AS berpotensi turun 3,3%, kawasan euro turun 4,2%, dan Inggris jeblok 3,9% tahun ini.

Dalam berita ekonomi lainnya, yang memberikan sentimen positif bagi pasar emas, adalah proyeksi dari Asian Development Bank (ADB) pada Jumat (3/4/2020) yang memperingatkan bahwa pandemi virus corona dapat mengurangi separuh pertumbuhan PDB di negara berkembang Asia.

Sentimen positif inilah yang memberikan proyeksi bahwa harga emas masih akan tetap bertahan di atas level US$ 1.600 per troy ons.

Sementara BNP Paribas memproyeksikan bahwa waktu yang terbaik untuk harga emas adalah di kuartal kedua (Q2) tepatnya antara April-Juni 2020.

Harga emas dinilai akan berada di harga terbaiknya di musim semi ini, tetapi harga akan mencapai puncaknya tapi masih di bawah level US$ 1.700 per ons, menurut BNP Paribas, dikutip dari Kitco.com.

BNP Paribas juga memperkirakan harga emas rata-rata pada Q2 di level US$ 1.675/troy ons, kemudian pada kuartal Q3 di level US$ 1.610 dan kemudian turun lebih jauh ke US$ 1.550 di Q4. Pada tahun 2021, BNP Paribas memproyeksikan rata-rata harga emas hanya US$ 1.500 per troy ons.



TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular