
Efek Restrukturisasi Kredit: Waspada Laba Turun & NPL Naik

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan relaksasi penangguhan kredit bank dan lembaga pembiayaan (multifinance) kepada para nasabah lembaga keuangan yang terdampak wabah virus corona (COVID-19). Hal ini ditempuh guna meringankan beban nasabah yang kehilangan pendapatan akibat pandemi COVID-19.
Keringanan yang diberikan tersebut meliputi kelonggaran dari sisi bunga kredit dan tagihan pokok, regulasi ini tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease.
Aturan ini juga diperkuat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) yang baru diteken Presiden Jokow Widodo (Jokowi) pada 31 Maret lalu.
Meski diberikan kelonggaran, pelaku pasar menilai perlunya rambu-rambu yang jelas harus diterapkan agar tidak menjadi bumerang yakni berpotensi meningkatnya rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di perbankan dan rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) di multifinance.
"Mungkin saja [kebijakan restrukturisasi membuat NPL bank meningkat], tetapi harus menunggu situasi stabil baru bisa di ukur," terang Head of Economics and Research UOB Group, Enrico Tanuwidjaja, kepada CNBC Indonesia, Jumat (3/4/2020).
Menurut data OJK mengenai intermediasi lembaga jasa keuangan, sepanjang Februari 2020, kredit perbankan mencatat pertumbuhan sebesar 5,93% secara tahunan.
Sedangkan rasio kredit bermasalah atau NPL gross sebesar 2,79% dan NPL net sebesar 1,00%. Sepanjang Februari, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,80% yoy.
Hal yang juga harus diwaspadai emiten perbankan adalah potensi penurunan profitabilitas karena kebijakan restrukturisasi ini, pasalnya pendapatan bank dari pos marjin bunga bersih (net interest income) akan mengalami penurunan.
"Kebijakan restrukturisasi akan berdampak kepada penurunan profitabilitas bank," kata Kepala Riset PT Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy.
Bank Indonesia (BI) pada pekan ini juga memperkirakan kinerja perusahaan-perusahaan besar, menengah, dan UMKM berpotensi turun pada tahun ini lantaran terjadi penurunan aktivitas bisnis di tengah pandemi virus corona (COVID-19).
"Secara keseluruhan kinerja perusahaan baik UMKM, menengah, besar, menurun, karena aktivitas usaha menurun. Tidak hanya gangguan mata rantai perdagangan, tidak bisa eks-im [ekspor impor], tapi dalam negeri juga kita lakukan pembatasan pencegahan COVID-19," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam update perkembangan ekonomi RI, lewat video conference, Selasa (31/3/2020).
Namun menurut Perry, kondisi sektor perbankan saat ini jauh lebih kuat saat ditanya soal kekhawatiran penurunan kinerja perusahaan di RI bakal berdampak pada NPL bank-bank di Tanah Air.
"Saya harus sampaikan di awal bahwa kondisi perbankan RI saat ini jauh lebih kuat dari 2008, apalagi dibanding tahun 97-98, CAR [rasio kecukupan modal bank] kita 23 persen, NPL [kredit bermasalah] rendah 2,5 persen gross dan 1,3 persen net. ketahanan industri perbankan kita, saya tidak katakan COVID tidak berdampak ke perbankan," tegasnya.
(tas/tas) Next Article Wow! NPL Perbankan Naik, Duniatex Penyebabnya
