Tahan Guncangan, Saham Asuransi Tugu Tetap Defensif

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
31 March 2020 16:29
Berbagai emiten pun harga sahamnya merosot tajam, termasuk emiten BUMN dan anak-anak usahanya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Foto: tugu
Jakarta, CNBC Indonesia- Adanya pandemi COVID-19 dan berbagai ketidakpastian di skala global maupun nasional, membuat pasar bergerak volatil dan membuat investor bergerak hati-hati. Dalam satu bulan terakhir, dan diwarnai dengan pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercacat turun 16,26%.

Berbagai emiten pun harga sahamnya merosot tajam, termasuk emiten BUMN dan anak-anak usahanya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Meski demikian masih ada anak usaha BUMN yang tergolong defensif, misalnya PT Asuransi Tugu Pratama Tbk (Tugu Insurance). Emiten berkode TUGU ini tetap konsisten di posisi Rp 3.240/ saham pada penutupan perdagangan, Selasa (3i/03/2020).

Bahkan dalam sebulan terakhir, harga saham dalam satu bulan terakhir hanya turun 4,71%. Kinerja tersebut cukup menggembirakan apalagi IHSG sempat merosot dan menyentuh titik terendahnya sejak 2013, pada penutupan perdagangan Senin (23/03/2020) merosot ke 3.989. Sejak awal tahun (year to date) IHSG pun tercatat sudah turun 28,48%.


Selain itu, sejak awal tahun pun penurunan TUGU tidak sedalam yang lainnya, yakni hanya 5,8%. Hal ini menjadi bukti saham anak usaha PT Pertamina (Persero) ini cenderung defensif atau bertahan di tengah tantangan yang ada.

Berbeda dengan anak usaha BUMN lainnya yang harga sahamnya terguncang belakangan ini. Misalnya saja anak usaha di bidang keuangan seperti PT BRI Agroniaga Tbk (AGRO) dalam sebulan terakhir harga sahamnya merosot 11,01%.

Anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) ini pada perdagangan Senin (30/03/2020) ditutup turun 4% menjadi Rp 95/saham, dibandingkan Jumat (27/03/2020) ditutup di harga Rp 99/saham. Padahal di awal Maret, AGRO sempat menyentuh harga Rp 160/saham.

Sementara PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) pun juga harus mengalami penurunan, meski tidak sedalam saudaranya. Selama satu bulan terakhir RTI mencatat harga saham BRIS turun 3,88%. Pada penutupan perdagangan Senin (30/03/2020), saham bank syariah ini pun turun hingga 5,05% menjadi Rp 188/saham, dibandingkan hari sebelumnya Rp 198/saham.

Bukan hanya bidang keuangan, anak usaha BUMN di bidang lain pun mengalami kinerja negatif. PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), dan sempat menyentuh harga terendah setelah IPO. Dalam satu bulan terakhir, harga saham WSBP anjlok 27,62% dan pada penutupan kemarin juga harus turun 6,57% di posisi Rp 128/saham. Sementara sejak awal tahun(year to date), saham WSBP sudah turun 56,68%.

Sementara itu, anak BUMN lainnya yakni PT PP Properti Tbk (PPRO), anak usaha dari PT PP Tbk (PTPP) sempat terganjal isu tidak sedap yang menyangkut Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero).

Dalam satu bulan terakhir harga saham PPRO tidak ada pergerakan dari Rp 50/saham. Sementara secara year to date (ytd) harga saham PPRO anjlok 26,47%.

Anak usaha dari PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yakni, PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) dalam sebulan terakhir juga turun 29,75%. Sementara pada perdagangan Senin (30/03/2020) saham WTON turun 5,26% menjadi Rp 216/saham. Sementara dari awal tahun saham WTON juga telah turun 50,67%.

Jika dibedah kinerja Tugu Insurance, tidak mengherankan jika harga sahamnya defensif apalagi kinerjanya juga di atas rata-rata industri asuransi.
Asuransi Tugu juga mencatatkan kenaikan premi di berbagai sektor. Premi aviasi tercatat naik 57% sepanjang 2019 senilai Rp 1,1 triliun, dibandingkan 2018 senilai Rp 732 miliar.

Sementara premi engineering naik 32% menjadi Rp 178 miliar, dibandingkan 2018 senilai Rp 138 miliar. Kemudian premi kendaraan bermotor dari segmen ritel dan korporasi pun melesat 120% menjadi Rp 204 miliar pada 2019, dibandingkan 2018 senilai Rp 90,5 miliar.

Hingga kuartal III-2019 pun Asuransi Tugu mencatatkan kenaikan aset a 21% menjadi Rp 21,4 triliun hingga triwulan III-2019. Pertumbuhan aset ini jauh di atas pertumbuhan aset industri asuransi lainnya yang hanya di kisaran 9,45%.

Risk Based Capital (RBC) atau rasio solvabilitas perusahaan sebesar 398,24%, jauh di atas ketentuan minimum Otoritas Jasa keuangan (OJK) yaitu di angka 120%. Meski status emiten TUGU sebagai anak usaha Pertamina yang bergerak di sektor Migas, Tugu Insurance juga aktif mengembangkan sayapnya ke sektor lainnya.

Presiden Direktur Tugu Insurance Indra Baruna sebelumnya mengatakan tahun ini, kami berencana untuk meningkatkan premi ritel dengan porsi mencapai 11%. Adapun hingga triwulan III-2019, persentase premi ritel baru mencapai 8% atau sekitar Rp 213 miliar.


Indra optimistis target tersebut bisa tercapai di tengah penjualan kendaraan yang melambat tahun ini. Tugu Insurance yakin karena telah menyiapkan sejumlah amunisi untuk mencapai fokus target tersebut.

"Pertama membuat permainan baru di pasar melalui T-drive, itu baru belum ada di Indonesia diferensiasi kuat," kata Indra belum lama ini.

Melalui aplikasi T-Drive tersebut, menurunnya menjadi alternatif bagi pengguna kendaraan yaitu mobil untuk mendapatkan asuransi dengan cara lebih mudah dan sederhana. Saat ini, setidaknya ada 30 ribu pengguna aplikasi yang telah diunduh.

"Sudah bisa pembelian polis asuransi, hanya 4 klik. Itu sudah mencakup Pembayaran sama pengiriman. Klaim juga bisa," pungkasnya.

Aplikasi T-Drive juga diperkirakan bakal menggaet pengguna kendaraan bermotor karena alasan mudahnya membeli produk asuransi ini. Apalagi ada sejumlah kemudahan salah satunya pembelian asuransi bisa dilakukan melalui aplikasi T-Drive tersebut.

[Gambas:Video CNBC]




(dob/dob) Next Article Mantap! Tugu Insurance Pertahankan Rating A- dari A.M. Best

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular