Bos BI Sebut Kinerja Perusahaan di RI Turun, NPL Bank Gimana?

Lidya Julita Sembiringa, CNBC Indonesia
31 March 2020 15:35
Bank Indonesia (BI) memperkirakan kinerja perusahaan-perusahaan besar, menengah, dan UMKM berpotensi turun pada tahun ini.
Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur bulan Maret 2020.  (Youtube Bank Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memperkirakan kinerja perusahaan-perusahaan besar, menengah, dan UMKM berpotensi turun pada tahun ini lantaran terjadi penurunan aktivitas bisnis di tengah pandemi virus corona (COVID-19).

"Secara keseluruhan kinerja perusahaan baik UMKM, menengah, besar, menurun, karena aktivitas usaha menurun. Tidak hanya gangguan mata rantai perdagangan, tidak bisa eks-im [ekspor impor], tapi dalam negeri juga kita lakukan pembatasan pencegahan COVID-19," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam update perkembangan ekonomi RI, lewat video conference, Selasa (31/3/2020).

Dia mengatakan di tengah situasi yang penuh tekanan ini, BI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), juga berkoordinasi dengan pemerintah pusat, untuk memberikan stimulus yang diperlukan oleh pelaku pasar guna mengurangi beban dari masyarakat kecil.

"Tentu saja ini kemudian menjadi paket kebijakan yang akan dilakukan bersama," katanya.


Adapun khusus perbankan, Perry mengatakan kondisi sektor perbankan saat ini jauh lebih kuat saat ditanya soal kekhawatiran penurunan kinerja perusahaan di RI bakal berdampak pada kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) bank-bank di Tanah Air.

"Saya harus sampaikan di awal bahwa kondisi perbankan RI saat ini jauh lebih kuat dari 2008, apalagi dibanding tahun 97-98, CAR [rasio kecukupan modal bank] kita 23p, NPL [kredit bermasalah] rendah 2,5 persen gross dan 1,3 persen net. ketahanan industri perbankan kita, saya tidak katakan COVID tidak berdampak ke perbankan," tegasnya.

Perry juga mengungkapkan bahwa BI telah membeli obligasi obligasi pemerintah dalam jumlah besar untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. Sejak awal 2020, nilai pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh bank sentral mencapai Rp 172,5 triliun.

"BI berkomitmen melakukan stabilisasi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder. Secara year-to-date, BI telah membeli SBN sebesar Rp 172,5 triliun," kata Perry.

MH Thamrin, lanjut Perry, menyerap obligasi yang dilepas oleh investor asing. Nilainya mencapai Rp 166,2 triliun.

Sementara OJK juga sudah merilis kebijakan untuk memudahkan pelaku pasar. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan OJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease.

Dalam POJK ini disebutkan bahwa POJK ini memberikan kelonggaran kepada debitur, termasuk untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit maupun pembiayaan dari bank.

Sektor-sektor yang disorot akan terdampak dengan virus yang menyebar secara global ini antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan




[Gambas:Video CNBC]




(tas/tas) Next Article Gubernur BI: Rupiah Masih Undervalue, Ada Potensi Menguat!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular