Minyak Jadi Aset Paling Amsyong, Apa yang Masih Bisa Cuan?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
31 March 2020 11:04
Minyak Ambles, Saham Ambrol
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Harga minyak mentah menjadi yang paling terpukul akibat pandemi COVID-19. Ketika dunia mengalami resesi, itu artinya aktivitas ekonomi menurun drastis. Kala aktivitas ekonomi terkontraksi, permintaan akan minyak mentah tentunya menurun drastis.

Sejak pandemi COVID-19 hingga Jumat (27/3/2020) harga minyak mentah jenis Brent ambles lebih dari 60% hingga mencapai level terendah dalam lebih dari 17 tahun terakhir. Penurunan harga minyak mentah masih terus berlanjut, pada Selasa (31/3/2020) pagi minyak mentah jenis Brent berada di kisaran US$ 23/barel, menjadi level terendah sejak 2002. 

Memang COVID-19 yang mempengaruhi demand tidak bisa sepenuhnya disalahkan, dari sisi suplai juga berperan akan kejatuhan harga si emas hitam.
Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) yang dipimpin Arab Saudi bersama dengan Rusia dan beberapa negara lainnya, yang disebut OPEC+, beberapa tahun terakhir menerapkan kebijakan pembatasan jumlah produksi guna mengangkat harga minyak mentah.

Tetapi di awal bulan ini OPEC+ gagal mencapai kata sepakat untuk membatasi tingkat produksi. Menteri Energi Rusia, Alexander Novak mengatakan meninggalkan pertemuan OPEC+ di Wina Austria, yang berarti Rusia bebas untuk memproduksi minyak mentah seberapapun besarnya mulai tanggal 1 April.

Itu artinya, saat permintaan menurun drastis, suplai juga malah meningkat, minyak mentah mendapat pukulan bertubi-tubi, harganya pun ambles.

COVID-19 Bikin Minyak Ambles 60% Lebih, Emas Bisa Cuan JumboFoto: Refinitiv

Tidak hanya minyak mentah, hampir semua komoditas ambles sepanjang tahun ini akibat COVID-19. Hal tersebut tercermin dari penurunan indeks Commodity Research Bureau (CRB). Indek CRB dibentuk dari 19 komoditas, dengan 39% komoditas sektor energy, 41% sektor agrikultur, 7% logam mulia, dan 13% logam industri.

Berdasarkan data Reuters, sejak virus corona mulai memicu kecemasan di pasar pada 20 Januari lalu, hingga Jumat pekan lalu, indeks CRB sudah ambles 32,1% dan secara year-to-date (YTD) merosot 33,1%.


Selain komoditas, pasar saham global juga dibuat babak belur oleh COVID-19. Pada periode yang sama, indeks S&P 500 di bursa saham AS ambles 23,4%, dan 21% secara YTD.

Sebagai kiblat bursa saham global, amblesnya bursa saham AS tentunya diikuti bursa saham di benua lainnya. Indeks Nikkei Jepang yang mewakili Asia merosot 18% pada periode 20 Januari - 27 Maret, dan 17,7% secara YTD. Dari Eropa, indeks FTSE 100 Inggris pada periode yang sama merosot 31,5% dan 31,7% YTD.

Jika bursa saham negara-negara maju mengalami aksi jual, negara emerging market jangan harap bisa lolos. Indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) emerging market, yang mengukur kinerja bursa saham negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, pada periode tersebut ambles 20,5% dan 24,4%.

Nyaris semua instrumen investasi ambles, hanya segilintir yang menghasilkan cuan saat pandemi COVID-19.

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular