
Terjun Bebas, Harga Minyak Sentuh Titik Terendah Sejak 2002
Redaksi CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
30 March 2020 20:00

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga minyak dunia kembali terhantam dan merosot hampir 8% pada hari ini, dipicu oleh kebijakan shutdown atau lockdown beberapa negara, akibat penyebaran virus corona (Covid-19), yang diperkirakan akan berlangsung dalam beberapa bulan ke depan.
Sempat ada angin segar dari pasar Australia, saat pemerintahnya mengumumkan paket kebijakan selama pandemi ini buat warga negara tersebut, dan imbasnya juga sedikit terasa di bursa berjangka Wall Street. Tapi ya, hanya itu saja.
Indeks saham Nikkei di Jepang masih mencetak rapor merah dengan kembali terjun 1%, terburuk sejak 1987.
Kondisi pasar yang babak belur ini membuat harga minyak mentah sentuh titik terendahnya sejak 2002. Minyak Brent kini berada di level US$ 22,5 per barel atau merosot 65% dalam setahun ini. Turunnya harga minyak ini pun menghantam beberapa mata uang negara seperti rubel Rusia, peso Meksiko, dan rupiah Indonesia sampai 2%.
Meskipun dolar AS mulai mencoba menguat, tetap tak menolong banyak karena Euro terpukul 0,7% dan poundsterling pun ikut terhantam karena kondisi Inggris yang makin buruk akibat virus corona.
"Saya sudah di bisnis ini selama 30 tahun, dan ini adalah koreksi tercepat yang pernah saya lihat," ujar Chief Investment Officer Lombar Odier, Stephane Manier, seperti dikutip dari Reuters, Senin (30/3/2020).
Jumlah kematian akibat corona virus saat ini mencapai 34.000 jiwa dan AS telah menjadi pusat epidemi terbaru menggeser China, dengan total kasus 141 ribu dan 2400 korban jiwa.
(gus/gus) Next Article Sentimen Campur Aduk, Pantes Harga Minyak Dunia Galau
Sempat ada angin segar dari pasar Australia, saat pemerintahnya mengumumkan paket kebijakan selama pandemi ini buat warga negara tersebut, dan imbasnya juga sedikit terasa di bursa berjangka Wall Street. Tapi ya, hanya itu saja.
Indeks saham Nikkei di Jepang masih mencetak rapor merah dengan kembali terjun 1%, terburuk sejak 1987.
Meskipun dolar AS mulai mencoba menguat, tetap tak menolong banyak karena Euro terpukul 0,7% dan poundsterling pun ikut terhantam karena kondisi Inggris yang makin buruk akibat virus corona.
"Saya sudah di bisnis ini selama 30 tahun, dan ini adalah koreksi tercepat yang pernah saya lihat," ujar Chief Investment Officer Lombar Odier, Stephane Manier, seperti dikutip dari Reuters, Senin (30/3/2020).
Jumlah kematian akibat corona virus saat ini mencapai 34.000 jiwa dan AS telah menjadi pusat epidemi terbaru menggeser China, dengan total kasus 141 ribu dan 2400 korban jiwa.
(gus/gus) Next Article Sentimen Campur Aduk, Pantes Harga Minyak Dunia Galau
Most Popular