Combo Effect Trump & Jay Powell Picu Gairah Pasar Saat Wabah

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
28 March 2020 16:31
Combo Effect Trump & Jay Powell Picu Gairah Pasar Saat Wabah
Foto: Presiden AS Donald Trump (REUTERS/Carlos Barria)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini Amerika Serikat (AS) mencetak sejarah baru seiring dengan disahkannya Undang Undang paket stimulus ekonomi jumbo AS oleh Donald Trump setelah lolos di senat dan DPR.

Pada Rabu malam (23/3/2020) waktu setempat, Senat AS mengadakan voting untuk menentukan lolos atau tidaknya RUU paket stimulus ekonomi sebesar US$ 2 triliun tersebut. Senat akhirnya menyetujui secara bulat (96 vs 0) RUU tersebut setelah berhari-hari berdiskusi dengan alot.

"Ini merupakan momen yang membanggakan bagi Senat Amerika Serikat dan negara ini. Kami yakin akan memenangkan pertempuran ini dalam waktu dekat" kata Senat Mitch McConnell kepada wartawan usai pemungutan suara melansir CNBC International.

Kemudian pada Jumat pagi (27/3/2020), DPR AS (House of Representatives) meloloskan RUU tersebut dan selanjutnya ditandatangani oleh Presiden AS ke-45 yakni Donald Trump.


"Saya menandatangani satu paket bantuan ekonomi terbesar dalam sejarah Amerika," kata Trump di Kantor Oval ketika penasihat ekonomi utamanya dan para pemimpin kongres Republik berdiri di belakangnya. "Ini akan memberikan pertolongan yang sangat dibutuhkan bagi keluarga, pekerja, dan bisnis bangsa kita, itulah intinya." tambahnya melansir CNBC International.

UU tersebut mencakup bantuan langsung tunai untuk perorangan, asuransi bagi pengangguran, pinjaman dan hibah untuk bisnis serta peningkatan sumber daya kesehatan untuk rumah sakit, negara bagian dan kota.

Berikut ini adalah rincian dari RUU Paket Stimulus Ekonomi Jumbo AS, mengutip CNBC International :

a) Memberikan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar US$ 1.200 per orang atau US$ 2.400 jika berpasangan dan tambahan US$ 500 untuk setiap anak. Bantuan ini hanya diperuntukkan untuk penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 75.000/tahun.

b) Meningkatkan asuransi untuk pengangguran dengan tambahan US$ 600 dari yang diterima biasanya per minggu untuk empat bulan ke depan

c) Mengumpulkan uang pembayar pajak senilai US$ 500 miliar yang kemudian digunakan sebagai pinjaman, jaminan pinjaman dan atau investasi untuk bisnis, negara bagian maupun kota yang terdampak krisis.

d) Memberikan hibah untuk industri maskapai penerbangan maupun pengangkutan masing-masing senilai US$ 25 miliar dan US$ 4 miliar yang dialokasikan untuk membayar upah, gaji, dan tunjangan karyawan. Tidak lupa juga menyisihkan US$ 25 miliar dan US$ 4 miliar yang digunakan sebagai pinjaman maupun jaminan pinjaman.

e) Memberikan US$ 17 miliar dalam bentuk pinjaman maupun jaminan pinjaman untuk sektor bisnis yang berperan penting dalam menjaga keamanan nasional

f) Mengalokasikan anggaran senilai US$ 117 miliar untuk rumah sakit-rumah sakit dan kesehatan veteran

g) Mengalokasikan anggaran senilai US$ 16 miliar untuk persediaan farmasi dan kelengkapan kesehatan nasional

h) Memberikan bantuan senilai US$ 350 miliar dalam bentuk pinjaman ke UKM untuk membayar upah, gaji maupun tunjangan pegawai senilai 250% dari gaji bulanan pemberi kerja dengan maksimal sebesar US$ 10 juta

i) Kredit pajak untuk tetap mempertahankan karyawan senilai 50% dari upah yang dibayarkan selama krisis untuk bisnis yang terpaksa menunda aktivitas operasi atau mengalami penurunan pendapatan kotor hingga 50% dibanding periode sebelumnya

j) Meminta penyedia jasa asuransi untuk menanggung layanan pencegahan wabah corona tanpa membagi biaya

k) Menangguhkan Pajak Penghasilan (PPh) pengusaha dengan kewajiban membayar setengahnya pada akhir 2021, dan setengahnya lagi pada 2022.

l) Melarang perusahaan yang mendapat pinjaman dari pemerintah untuk melakukan aksi buy back saham sampai satu tahun setelah pinjaman di bayar kembali.


m) Membatasi karyawan atau eksekutif perusahaan untuk mendapat kenaikan gaji bagi mereka yang tahun lalu menerima US$ 425.000

n) Melarang bantuan wajib pajak darurat untuk Presiden Donald Trump dan bisnis anggota keluarganya begitu juga Wakil Presiden Mike Pence, kepala departemen, anggota kongres serta anggota keluarganya.

o) Menangguhkan pembayaran utang pinjaman siswa hingga 30 September nanti.
Bursa saham AS ditutup melemah pada perdagangan Jumat (27/3/2020) indeks S&P melorot 3,4% dan Dow Jones Industrial terkoreksi 4,1%. Namun, pasar saham Paman Sam masih mencatatkan reli dalam sepekan karena adanya sentimen positif dari stimulus ekonomi AS yang nilainya jumbo.

Sebelum sesi hari Jumat, saham telah naik 24% dalam reli tiga hari terbesar sejak 1931. Pada hari Selasa, saham memiliki kenaikan satu hari terbaik sejak 1931, melonjak 11%. Kedua indeks utama sekarang naik lebih dari 20% sejak mencapai posisi terendah dalam tiga tahun pada hari Senin, yang secara teknis didefinisikan sebagai bullish.

Reli pasar saham AS terjadi di tengah kabar buruk yang datang dari rilis data ekonomi AS. Pada Kamis (26/3/2020), data klaim pengangguran AS melonjak tinggi hingga 3,3 juta orang. Banyak yang berpendapat bahwa pasar saham sudah mencapai titik terendahnya dan bersiap untuk rebound.

“Saya pikir pasar telah mencapai titik terendah,” Peter Boockvar, kepala investasi di Bleakley Advisory Group.

"Saya pikir semua berita buruk yang akan kita dengar tentang virus selama empat hingga enam minggu ke depan, semua data ekonomi yang mengerikan yang akan kita lihat selama empat hingga enam bulan ke depan, sudah dipertimbangkan pasar," dia menambahkan.



"Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang terjadi setelah ... kita jatuh dan ekonomi mulai pulih? Apakah ekonomi pulih dengan membentuk kurva berpola 'V', atau periode pemulihan berjalan lebih lambat. "

Selain sudah dipertimbangkan, reli di pasar saham AS juga dipicu oleh pasar yang tidak bergerak paralel dengan perekonomian. “Pasar dan ekonomi tidak berjalan secara paralel. Pasar berjalan jauh di depan ekonomi, "kata Randy Frederick, wakil presiden trader derivatif di Charles Schwab. "Pasar tidak peduli dengan apa yang terjadi hari ini, pasar peduli dengan apa yang terjadi enam bulan dari sekarang." Namun ada juga yang berpendapat bahwa pasar belum menyentuh titik terendahnya. Ini hanya sentimen sesaat ketika pasar sedang bearish. “Rebound pasar saham AS yang terjadi di pekan ini lebih mencerminkan reli saat pasar bearish ketimbang mengindikasikan bahwa pasar sudah berada di titik terendahnya” kata Edward Moya, analis pasar OANDA.

“Kekhawatiran akan wabah virus corona dan kacaunya fundamental ekonomi kemungkinan besar masih akan menimbulkan skeptisisme di benak orang-orang” tambahnya seperti yang diwartakan Forbes.

Kalau dilihat memang belum ada konsensus terkait arah pergerakan pasar saham ke depan. Wajar saja, musuh tak kasat mata memang masih mengintai. Wabah corona kini sudah menjangkiti hampir semua negara di dunia dan jumlah kasus per hari ini nyaris menyentuh angka 600.000.

Apalagi saat ini Amerika menjadi negara dengan jumlah kasus infeksi paling banyak (104.686 kasus) mengungguli China (81.946 kasus) dan Italia (86.498 kasus).

Pemerintah AS tak sendirian berperang melawan corona. The Fed selaku bank sentral AS juga sudah menggunakan bazookanya untuk menghadapi virus ganas ini. Pada Senin (23/3/2020), The Fed mengumumkan bahwa bank sentral akan melakukan program pembelian aset atau quantitative easing (QE) dengan nilai tak terbatas guna membantu perekonomian AS menghadapi tekanan dari pandemi virus corona (COVID-19).



Aset yang akan dibeli seperti obligasi pemerintah, efek beragun aset perumahan (Residential Mortgage-Backed Security/RMBS), hingga obligasi korporasi dengan rating investment grade dan exchange traded fund (ETF)-nya. The Fed mengatakan akan melakukan QE seberapapun yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran fungsi pasar serta transmisi kebijakan moneter yang efektif di segala kondisi finansial dan ekonomi.

"Tidak seperti pasca krisis finansial global (2008), saat itu nilai QE The Fed terbatas setiap bulannya, kali ini jumlahnya tak terbatas" kata Ray Attril, kepala strategi valas di National Australia Bank, sebagaimana dilansir CNBC International.

Walau masih ada perbedaan terkait ke mana pasar akan bergerak ke depan, tak bisa dipungkiri kombinasi stimulus ekonomi AS bernilai jumbo dan bazooka The Fed lewat QE buat pasar saham bergairah pekan ini.

Namun satu yang pasti, jumlah kasus corona masih terus bertambah dengan signifikan. Ketidakpastian masih ada. Walau pasar melihat periode empat atau enam bulan ke depan, seberapa parah wabah akan tetap berpengaruh terhadap seberapa lama ekonomi akan pulih. Oleh karena itu tak menutup kemungkinan, volatilitas tinggi masih akan dirasakan.


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular