
Tekanan Belum Berakhir, Harga Obligasi RI Terkoreksi Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia pada perdagangan Selasa ini (24/3/2020) terkoreksi karena volatilitas pasar saham akibat wabah virus corona membuat investor cenderung melikuidasi asetnya untuk membeli dolar AS (greenback), dan aset safe haven lain seperti emas.
Hal ini tersirat dengan turunnya kurs rupiah yang berada di atas level psikologis Rp 16.000/US$, sementara harga emas Antam juga ikut melambung ke level Rp 842.000/gram di tengah naiknya permintaan.
Penurunan harga obligasi senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang negara maju dan negara berkembang, meskipun cukup bervariatif.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Data Refinitiv menunjukkan penurunan harga surat utang negara (SUN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark). Keempat seri tersebut adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling turun hari ini adalah FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 16,4 basis poin (bps) menjadi 7,435%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 24 Mar'20 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 23 Mar'20 (%) | Yield 24 Mar'20 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar PHEI 24 Mar'21 (%) |
FR0081 | 5 tahun | 7.271 | 7.435 | 16.40 | 7.4730 |
FR0082 | 10 tahun | 8.099 | 8.245 | 14.60 | 8.3054 |
FR0080 | 15 tahun | 8.491 | 8.545 | 5.40 | 8.5584 |
FR0083 | 20 tahun | 8.326 | 8.326 | 0.00 | 8.6204 |
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) juga melemah. Indeks tersebut turun 1,97 poin (0,76%) menjadi 257,81 dari posisi kemarin 259,78.
Koreksi di pasar surat utang hari ini senada dengan pelemahan rupiah di pasar valas. Pada Selasa (24/3/2020), US$ 1 dibanderol Rp 16.450/US$ di pasar spot. Rupiah menguat 0,6% dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin.
Di tengah situasi demikian, pemerintah menerbitkan surat berharga syariah negara (SBSN) senilai Rp 6,6 triliun dengan target indikatif Rp 7 triliun. Terjadi kelebihan permintaan (oversubscribed) karena permintaan yang masuk senilai Rp 13,6 triliun lebih besar dari yang diterbitkan pemerintah.
24-Mar-20 | Seri |
|
|
|
|
| SPN11092020 | PBS002 | PBS026 | PBS004 | PBS005 |
Jatuh tempo | 11-Sep-20 | 15-Jan-22 | 15-Oct-24 | 15-Feb-37 | 15-Apr-43 |
Yield rerata tertimbang | 3.074% |
| 7.165% | 8.748% | 9.015% |
Penawaran masuk | 10,181 | 2,258 | 0,368 | 1,321 | 0,482 |
Sumber : djppr.kemenkeu.go.id
Obligasi Pemerintah Terkoreksi Lagi
Penurunan harga SUN senada dengan penurunan di pasar surat utang pemerintah negara maju dan berkembang lainnya meski bervariasi.
Di antara pasar obligasi negara yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, SBN menjadi yang terburuk ketiga setelah Afrika Selatan dan Brasil.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan maju terpantau beragam, yang kesemuanya mengalami variatif tingkat yield.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 23 Mar'20 (%) | Yield 24 Mar'20 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil (BB-) | 9.11 | 9.84 | 73.00 |
China (A+) | 2.721 | 2.714 | -0.70 |
Jerman (AAA) | -0.361 | -0.356 | 0.50 |
Prancis (AA) | 0.1 | 0.143 | 4.30 |
Inggris Raya (AA) | 0.525 | 0.456 | -6.90 |
India (BBB-) | 6.285 | 6.334 | 4.90 |
Jepang (A) | 0.085 | 0.035 | -5.00 |
Malaysia (A-) | 3.571 | 3.573 | 0.20 |
Filipina (BBB) | 5.49 | 5.263 | -22.70 |
Rusia (BBB) | 7.91 | 7.24 | -67.00 |
Singapura (AAA) | 1.561 | 1.561 | 0.00 |
Thailand (BBB+) | 1.47 | 1.52 | 5.00 |
Amerika Serikat (AAA) | 0.829 | 0.826 | -0.30 |
Afrika Selatan (BB+) | 12.315 | 13.25 | 93.50 |
Sumber: Refinitiv
Hal tersebut mencerminkan investor global mulai memasuki aset berisiko (risk appetite) di tengah serangkaian stimulus pemerintah dan bank sentral global guna menstabilkan pasar saham dan keuangan dari virus corona yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(har/tas) Next Article Investor Khawatir Efek COVID-19 ke Ekonomi, Obligasi Tertekan