3 Hari Menguat 10%, Dolar Australia Kini di Atas Rp 9.500/AU$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 March 2020 12:23
Pada pukul 11:30 WIB, AU$ 1 setara dengan Rp 9.541,08, dolar Australia menguat 3,46% di pasar spot melansir data Refinitiv.
Foto: Dolar Australia (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia menguat tajam melawan rupiah pada perdagangan hari ini, menjauhi level terendah 9 tahun yang dicapai pada pekan lalu.

Pada pukul 11:30 WIB, AU$ 1 setara dengan Rp 9.541,08, dolar Australia menguat 3,46% di pasar spot melansir data Refinitiv. Dalam tiga hari perdagangan, dolar Australia kini sudah menguat nyaris 10%.

Pada hari Kamis pekan lalu, mata uang Negeri Kanguru ambles ke 8.479,24 setelah bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) memangkas suku bunga acuannya ke rekor terendah sepanjang masa. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak Oktober 2011.



Pada Kamis (19/3/2020) RBA suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) ke rekor terendah sepanjang masa 0,25%. Pandemi virus corona (COVID-19) yang mengancam pertumbuhan ekonomi Australia dan global menjadi penyebab suku bunga dipangkas.

Jumlah kasus COVID-19 di Australia sendiri mengalami lonjakan yang signifikan. Pada Kamis lalu, ada 568 kasus positif COVID-19 dengan 3 orang dilaporkan meninggal. Namun hari ini, sudah ada 1.314 kasus dengan 7 orang dilaporkan meninggal dunia.

Guna meminimalisir dampak COVID-19 ke perekonomian, selain memangkas suku bunga, RBA juga menggelontorkan program pembelian aset (quantitative easing/QE). RBA mengatakan akan membeli obligasi pemerintah di pasar sekunder hingga yield tenor 3 tahun berada di level 0,25%. Tidak seperti bank sentral AS dan di Eropa, maupun Jepang, sudah biasa menerapkan QE, bagi RBA ini adalah kali pertama.

Gubernur RBA, Philip Lowe, mengatakan suku bunga 0,25% akan ditahan sampai pasar tenaga kerja menuju full employment dan RBA yakin tingkat inflasi akan menuju target 2-3%.

Dengan suku bunga di rekor terendah sepanjang sejarah serta adanya QE, maka pasar akan dibanjiri likuditas, hal tersebut membuat kurs dolar Australia merosot.

Tetapi penurunan tersebut tidak lama, dolar Australia malah langsung bangkit hari itu juga akibat aksi jual masif yang terjadi di pasar keuangan Indonesia.
Total dari level terendah tersebut hingga hari ini dolar Australia menguat lebih dari Rp. 1.000 atau 13,7%.

Aksi jual di pasar keuangan RI semakin menjadi-jadi sejak pekan lalu. Sepanjang pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambrol 14,52%, menjadi penurunan terburuk sejak krisis finansial global tahun 2008. Kala itu, pada bulan Oktober 2008, IHSG ambrol lebih dari 20% dalam sepekan. Sementara pada perdagangan sesi I hari ini, IHSG nyaris ambles 4%.

Berdasarkan data dari RTI, investor asing melakukan aksi jual bersih secara year-to-date (YTD) hingga Jumat pekan lalu sebesar Rp 10,25 triliun.


Sementara itu di pasar obligasi, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang tahun ini hingga 18 Maret, terjadi capital outflow sebesar Rp 86,49 triliun.

Sementara di pasar obligasi, yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun siang ini naik 4,3 basis poin (bps) ke 8,142%, yang merupakan level tertinggi sejak Januari 2019.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Ketika harga turun, berarti sedang ada aksi jual di pasar obligasi. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang tahun ini hingga 18 Maret, terjadi capital outflow sebesar Rp 86,49 triliun.

Ini berarti sejak awal tahun hingga pekan lalu terjadi capital outflow nyaris Rp 100 triliun, dampaknya nilai tukar rupiah terus tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap) Next Article Lagi-Lagi Karena China, Dolar Australia Berjaya Lawan Rupiah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular