
Gegara Permintaan Lesu & COVID-19, Saham Semen Ambrol
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
13 March 2020 09:59

Pada dasarnya industri semen tanah air kemungkinan besar akan menghadapi periode yang sulit terutama pada 1Q20 – 1H20. Ada beberapa faktor yang berpotensi membuat penjualan semen melambat.
Pertama adalah curah hujan yang masih akan tinggi hingga bulan Maret. Mengutip dari situs resmi BMKG, periode hujan tinggi di bulan Februari-Maret 2020 berpotensi menyebabkan banjir di wilayah : Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua.
Jika hujan lebat masih akan terjadi terutama di daerah Jawa yang berkontribusi lebih dari 50% total penjualan semen domestik, maka tak menutup kemungkinan pembangunan masih akan terhambat sehingga mempengaruhi permintaan semen.
Faktor kedua yang berpotensi membuat penjualan semen domestik terancam adalah wabah COVID-19. Dengan lebih dari 126 ribu orang di lebih dari separuh negara di dunia terjangkiti, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendeklarasikan COVID-19 sebagai pandemi.
Indonesia yang dulu terkenal kebal, akhirnya kebobolan COVID-19 juga. Kini jumlah kasus di Indonesia sudah 34 orang. Padahal kasus pertama dilaporkan pada awal Maret, artinya ada setidaknya tiga kasus baru dalam sehari. Jika wabah ini terus merebak dan tak dapat dikendalikan maka aktivitas perekonomian jelas akan terganggu baik dari sisi permintaan maupun pasokan.
Namun investor juga perlu melihat adanya potensi baik dari sisi permintaan maupun perbaikan margin. Dari sisi permintaan investor perlu melihat kebijakan moneter yang longgar yang diambil oleh Bank Indonesia (BI).
Tahun lalu BI memangkas BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRRR) sebanyak empat kali dan masing-masing 25 basis poin (bps). Artinya secara total BI telah memangkas suku bunga acuan sebesar 100 bps pada 2019. Tahun ini tepatnya pada Februari lalu BI kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps sehingga suku bunga acuan berada di level 4,75%.
Jika transmisi moneter baru akan efektif berdampak setelah enam bulan, maka bunga kredit akan berangsur turun cukup signifikan setelah kuartal pertama, terutama untuk bunga KPR. (twg/twg)
Pertama adalah curah hujan yang masih akan tinggi hingga bulan Maret. Mengutip dari situs resmi BMKG, periode hujan tinggi di bulan Februari-Maret 2020 berpotensi menyebabkan banjir di wilayah : Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua.
Jika hujan lebat masih akan terjadi terutama di daerah Jawa yang berkontribusi lebih dari 50% total penjualan semen domestik, maka tak menutup kemungkinan pembangunan masih akan terhambat sehingga mempengaruhi permintaan semen.
Indonesia yang dulu terkenal kebal, akhirnya kebobolan COVID-19 juga. Kini jumlah kasus di Indonesia sudah 34 orang. Padahal kasus pertama dilaporkan pada awal Maret, artinya ada setidaknya tiga kasus baru dalam sehari. Jika wabah ini terus merebak dan tak dapat dikendalikan maka aktivitas perekonomian jelas akan terganggu baik dari sisi permintaan maupun pasokan.
Namun investor juga perlu melihat adanya potensi baik dari sisi permintaan maupun perbaikan margin. Dari sisi permintaan investor perlu melihat kebijakan moneter yang longgar yang diambil oleh Bank Indonesia (BI).
Tahun lalu BI memangkas BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRRR) sebanyak empat kali dan masing-masing 25 basis poin (bps). Artinya secara total BI telah memangkas suku bunga acuan sebesar 100 bps pada 2019. Tahun ini tepatnya pada Februari lalu BI kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps sehingga suku bunga acuan berada di level 4,75%.
Jika transmisi moneter baru akan efektif berdampak setelah enam bulan, maka bunga kredit akan berangsur turun cukup signifikan setelah kuartal pertama, terutama untuk bunga KPR. (twg/twg)
Next Page
Masih Adakah Peluang?
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular