Emas Global vs Emas Antam, Siapa Paling Cuan Saat Ini?

Haryanto & Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 March 2020 06:47
Emas Global vs Emas Antam, Siapa Paling Cuan Saat Ini?
Foto: Emas Antam (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas logam mulia acuan yang diproduksi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sejak awal tahun hingga saat ini (year to date) per Kamis kemarin (12/3/2020) atau 3 bulan terakhir mampu menguat Rp 69.000 atau naik 9,67% dari level terendah yang dicatatkan pada awal Januari.

Data situs logammulia Antam mencatat, harga terendah emas Antam yang tercatat pada 2 Januari 2020 yakni Rp 713.000/gram, dan pada Kamis ini harga emas Antam menjadi Rp 782.000/gram.

Kenaikan tipis harga emas Antam dari level terendah tersebut seiring dengan permintaan untuk aset aman (safe haven) yang naik di tengah penyebaran wabah virus corona yang semakin merebak.

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO kini menetapkan status corona sebagai pandemi pada Rabu kemarin dan keputusan ini langsung menggerus pasar saham global termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merosot sebesar 20,5% year to date.


Sementara itu harga emas dunia juga menguat secara tahun berjalan atau year to date/ytd seiring dengan kekhawatiran virus Wuhan ini, apalagi Italia dan Denmark kini sudah menyatakan negaranya diisolasi alias dikunci di seluruh wilayah (lockdown). Kekhawatiran ini memicu investor memburu emas sebagai aset aman.

Pada awal Januari, harga emas dunia di level US$ 1.516,89 per troy ons, sementara pada Kamis ini harga emas global US$ 1.636,07/troy ons, atau naik 7,85%, lebih rendah dari kenaikan harga emas Antam.

Tak hanya corona, sentimen pendorong harga emas global ialah terjunnya harga minyak mentah setelah Arab Saudi dan Rusia tidak menemui kata sepakat dalam pemangkasan produksi dan semakin menghantam pasar saham. Kondisi ini lagi-lagi membuat investor bergegas mencari tempat investasi yang aman.

Kamis kemarin, harga emas spot terapresiasi 0,07% pada US$ 1.636,07/troy ons dari harga Rabu kemarin.

"Kekhawatiran virus [berdampak ke] pasar saham terus menawarkan dukungan [bagi harga emas dunia]," kata Ryan McKay, ahli strategi komoditas di TD Securities, dikutip CNBC International, Kamis (12/3).


"Bank-bank sentral global juga menawarkan stimulus. Pada saat yang sama, emas sedang dijual ketika pasar saham mengalami hari yang buruk untuk menutupi margin," katanya.

"Saya pikir ceritanya [sentimen harga emas] belum banyak berubah selama beberapa minggu," tambahnya.

Pada Kamis, harga emas Antam dalam 3 hari terakhir ambles hingga Rp 20.000 atau minus 2,5% dari level tertinggi yang dicapai pada Senin (9/3) yakni Rp 802.000/gram, menjadi Rp 782.000/gram pada Kamis.

[Gambas:Video CNBC]

Harga emas dunia melemah pada perdagangan Rabu lalu (10/3) padahal bursa saham global sedang mengalami aksi jual masif.

Kamis kemarin (12/3/2020) harga emas dunia sempat menguat 0,94% sebelum nyaris stagnan di level US$ 1.635,7/troy ons pada pukul 14:15 WIB. 

Emas merupakan aset safe haven yang menjadi target investasi ketika terjadi gejolak di pasar finansial. Rabu lalu, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street kembali mengalami aksi jual, indeks Dow Jones ambles nyaris 6%, sementara S&P 500 dan Nasdaq nyaris 5%. Saat kiblat bursa saham dunia tersebut ambles, harga emas dunia justru merosot 0,88%. 

Ternyata penyebab merosotnya harga emas adalah aksi ambil untung (profit taking) pelaku pasar guna menambah margin di pasar saham yang ambles beberapa pekan terakhir.

Indeks S&P 500 misalnya, sejak mencapai rekor tertinggi sepanjang masa Rp 3.386,15 pada 19 Februari lalu, kini telah merosot lebih dari 19% hingga perdagangan Selasa kemarin. 

Sementara itu, harga emas sedang bersinar, bahkan sempat melewati US$ 1.700/troy ons di awal pekan ini. Sejak akhir 2019, hingga ke level tertinggi tahun ini US$ 1.702,56/troy ons yang dicapai Senin lalu, emas sudah menguat lebih dari 12%. 

Kemerosotan tajam di pasar saham tersebut tentunya membuat banyak investor mengalami margin call atau pemberitahuan untuk membayar kekurangan dana.


Dengan demikian, pelaku pasar mencairkan keuntungan dari investasi emas, dan memasukkan kembali di bursa saham untuk menghindari kekurangan dana, dengan harapan bursa saham akan bangkit ketika wabah virus corona berakhir, atau ketika para pemangku kebijakan mulai bertindak guna meminimalisir dampak virus corona ke perekonomian.

Wabah virus corona yang sudah ditetapkan menjadi pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) membuat harga emas terus melesat naik.

Situasi yang disebut pandemi oleh WHO adalah ketika suatu penyakit menyebar luas ke berbagai penjuru dunia dengan laju yang sangat cepat.

Yang paling ditakutkan pelaku pasar adalah pelambatan ekonomi yang ditimbulkan pandemi ini. Beberapa bank sentral sampai harus memangkas suku bunga untuk melindungi perekonomian mereka.

Terbaru, Rabu kemarin bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) mengumumkan pemangkasan suku bunga darurat sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 0,25%.

"Pada rapat khusus yang berakhir 10 Maret 2020, Komite Kebijakan Moneter (MPC) secara bulat memutuskan memangkas suku bunga sebesar 50 bps menjadi 0,25%" kata BoE dalam pernyataannya, Rabu (11/3/2020) sebagaimana dilansir CNBC International.

Kebijakan dari BoE tersebut serupa dengan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang juga melakukan pemangkasan suku bunga darurat.

Pada Selasa (3/3/2020) malam (Selasa pagi waktu AS), The Fed mengejutkan pasar dengan tiba-tiba mengumumkan memangkas suku bunga acuannya atau Federal Funds Rate (FFR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 1%-1,25%.

Pemangkasan suku bunga dan stimulus dari bank sentral tersebut memberikan keuntungan bagi emas, khususnya pemangkasan suku bunga The Fed.

Emas merupakan aset tanpa imbal hasil, suku bunga rendah di AS membuat opportunity cost atau atau biaya yang ditanggung karena memilih investasi emas, dibandingkan investasi lainnya, misalnya obligasi AS, sehingga ketika suku bunga di AS turun, harga emas cenderung menguat.


TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular