IHSG Anjlok 6,6%, Koreksi Harian Terdalam Sejak 2011

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
09 March 2020 16:35
IHSG Anjlok 6,6%, Koreksi Harian Terdalam Sejak 2011
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Jumat 28/2/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka di zona merah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup berdarah-darah dengan koreksi harian terdalam nyaris 9 tahun silam.

IHSG ditutup terjun bebas 6,58% pada akhir perdagangan Senin (9/3/2020) di 5.136,81 dan menjadi koreksi paling dalam sejak 23 September 2011. IHSG sekarang berada di level terendah sejak 20 Juli 2016.

IHSG bergerak tertatih-tatih sejak awal tahun akibat tekanan merebaknya wabah corona. Virus yang diberi nama COVID-19 oleh WHO kini telah menginfeksi 110.146 di 106 negara.


Lonjakan kasus kini terjadi di luar China dengan Korea Selatan (7.478 kasus), Italia (7.375 kasus) dan Iran (6.566 kasus) menjadi tiga negara yang melaporkan kasus infeksi corona terbanyak di dunia setelah China.

Negara Eropa lain yang juga sudah terjangkit COVID-19 selain Italia ada Perancis (1.209 kasus) dan Jerman (1.040 kasus) yang sudah melaporkan lebih dari 1.000 kasus per hari ini, mengacu pada data kompilasi John Hopkins University CSSE.

Pemerintah Italia sudah mengambil langkah tegas dengan menutup daerah Lombardy dan 14 provinsi lainnya yang dihuni oleh lebih dari 16 juta jiwa.

"Kita menghadapi situasi darurat nasional. Pemerintah dari awal sudah memilih untuk jujur dan transparan. Sekarang kita bergerak dengan penuh keberanian, ketegasan, dan determinasi. Kita harus membatasi ruang penyebaran virus dan mencegah rumah sakit kesulitan dalam menangani pasien," tegas Giuseppe Conte, Perdana Menteri Italia, seperti dikutip dari Reuters.

Menyebarnya kasus corona ke Eropa membuat bursa saham Eropa dibuka terbenam di zona merah pada perdagangan hari ini. Indeks Stoxx 600 anjlok 6,69% di awal perdagangan. Indeks bursa saham Inggris (FTSE 100) ambles 7,35%, Jerman (DAX) ambrol 6,61% dan Perancis (CAC 40) jeblok 7%.


Beralih ke pasar saham Paman Sam, walau perdagangan belum buka tetapi indeks futures Wall Street sudah semerah darah. Indeks futures Dow Jones Industrial dan S&P 500 ambles lebih dari 5%.

Sampai hari ini jumlah kasus corona yang dilaporkan di AS sudah ada 563 kasus dan 22 orang dilaporkan meninggal. Jumlah kematian terbanyak dijumpai di King County sebanyak 17 orang.

Sejak diumumkannya lonjakan kasus virus corona di luar China, bursa saham global bergerak dengan volatilitas tinggi. Tekanan jual yang signifikan membuat mayoritas bursa saham utama kawasan Asia tertekan hebat sejak awal tahun.

[Gambas:Video CNBC]




Kasus corona pun sudah masuk ke Indonesia. Pertama kali dilaporkan di awal Maret ada dua ornag yang terindikasi positif, kini jumlahnya bertambah menjadi enam orang. Lima orang yang dilaporkan berasal dari klaster dansa dan seorang lagi merupakan ABK kapal pesiar Diamond Princess.

Sementara itu rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia (BI) hari ini tak mampu memberikan angin segar bagi IHSG. IKK bulan Februari 2020 tercatat berada di level 117,7. Angka di atas 100 menunjukkan konsumen masih optimis. Namun optimisme ini tergerus. Angka IKK bulan Februari merupakan yang terendah sejak 2017.

IHSG yang terus tertatih-tatih sejak awal tahun memang mengekor kinerja bursa saham global yang anjlok gara-gara corona. Walau jumlah kasus yang dilaporkan di dalam negeri tergolong sedikit dan masih ada lebih dari 20 suspect lagi yang harus dipantau, bukan berarti Indonesia kebal dari dampak ekonomi akibat corona.

S&P Global dalam riset terbarunya yang dirilis Jumat pekan lalu mengestimasi nilai kerugian dari wabah virus ini terhadap ekonomi Asia Pasifik sebesar US$ 211 miliar. Angka ini setara dengan lebih dari seperlima output perekonomian Indonesia pada 2019.

Karantina berbagai kota di negara yang terjangkit corona serta pembatalan penerbangan ke berbagai daerah membuat nilai kehilangan pendapatan pada industri maskapai penerbangan pada 2020 mencapai US$ 113 miliar, tulis S&P Global dalam laporannya.

Virus corona telah menjadi ancaman bagi komoditas minyak. Pasalnya dengan merebaknya virus corona membuat permintaan minyak jadi terdampak. IEA memperkirakan permintaan minyak bisa berkurang lebih dari 800.000 barel per hari (bpd) pada 2020.

Hal ini membuat harga minyak dalam tekanan. Namun hari ini harga minyak anjlok signifikan lebih dari 20% setelah organisasi negara eksportir minyak dan aliansinya yang dikenal dengan OPEC+ gagal capai kesepakatan untuk pangkas produksi lebih dalam.

Arab sebagai pemimpin OPEC mengusulkan pemangkasan produksi sebesar 1,5 juta bpd hingga akhir tahun. Namun proposal tersebut ditolak oleh Rusia sebagai pemimpin non-OPEC dengan alasan percuma memangkas produksi minyak jika output minyak AS masih terus bertambah.

"Hasil akhir dari periode pemangkasan produksi minyak OPEC+ yang terus diperpanjang, pada akhirnya cepat diganti oleh pasokan minyak dari Amerika [US Shale Oil]" kata Mikhail Leontief, seorang Sekretaris Pers Rosneft yang merupakan perusahaan migas terbesar di Rusia, mengutip Financial Times.

Karena tak capai kata sepakat, Arab Saudi secara mengejutkan mengambil manuver dengan mendiskon harga minyak eskpor miliknya yang seolah menabuh genderang perang harga dengan Rusia.

Arab Saudi memberikan diskon sebesar 10% untuk harga minyak ekspornya pada Sabtu kemarin (7/3/2020). Genderang perang harga yang ditabuh oleh India membuat harga minyak anjlok signifikan hari ini.

Dampak corona memang mengerikan. Bukan hanya membuat ratusan ribu orang di dunia sakit, tetapi ekonomi global dan pasar keuangan dibuatnya rontok. IHSG pun jadi korbannya dan bergerak tertatih-tatih dalam tekanan hingga hari ini.



TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular