
Corona Tekan Harga Minyak, OPEC+ Siap Pangkas Produksi Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Para menteri Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang berjumlah 14 negara mengadakan pertemuan dengan 10 negara sekutu non-OPEC di Wina, Austria, Kamis (5/3/2020).
Dalam pertemuan itu, kelompok yang dikenal sebagai OPEC + itu dikabarkan membahas rencana mengurangi jumlah produksi minyak dalam skala besar.
Pertemuan itu digelar karena harga minyak berada di bawah tekanan akibat melemahnya permintaan di tengah merebaknya wabah corona (COVID-19). Padahal, pada tahun lalu permintaan juga telah ditekan oleh perang dagang yang berkepanjangan antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Namun demikian, menurut CNBC International, kesepakatan untuk memangkas produksi belum bisa diambil lantaran belum mendapat persetujuan dari pemimpin anggota non-OPEC, Rusia.
![]() |
Bahkan, seorang sumber Reuters mengatakan bahwa dalam sebuah panel yang digelar menjelang pertemuan aliansi mereka pada Jumat esok itu, tidak ada kesepakatan yang dibuat mengenai hal ini.
Pada Kamis (5/3), harga minyak diperdagangkan naik 1% lebih tinggi. Harga minyak mentah Brent yang jadi patokan Eropa dan Asia diperdagangkan di US$ 51,18 per barel dan West Texas Intermediate (WTI) yang jadi acuan pasar Amerika diperdagangkan pada US$ 46,83 per barel.
Terlepas dari ketidakpastian pemangkasan produksi, mayoritas analis memproyeksikan bahwa OPEC+ akan memangkas produksi pada akhirnya. Setidaknya menambah pengurangan produksi 1 juta barel per hari (bph).
Sebab, apabila OPEC dan sekutunya itu tidak melakukan pemangkasan lebih lanjut, "pasar minyak kemungkinan akan dihadapkan pada aksi jual," kata Amrita Sen, salah satu pendiri dan Kepala Analis Minyak dari Energy Aspects.
"Skenario kami adalah bahwa mereka [OPEC+] akan dapat melakukan pemotongan mungkin satu juta barel per hari," katanya kepada Dan Murphy dari CNBC International di Wina. "Tapi Rusia akan selalu sulit [ikut pangkas], dan itulah yang kami lihat sekarang."
"Kita telah melihat Brent diperdagangkan di US$ 50 [per barel] minggu lalu dan saya pikir orang mengharapkan tindakan OPEC. Saya akan mengatakan satu juta [bph pemangkasan] mungkin akan bisa menopang harga saat ini. Kurang dari itu, atau bahkan di sekitar itu, akan banyak aksi jual," katanya.
"Jika mereka gagal membuat kesepakatan, saya pikir kita akan melihat harga minyak diperdagangkan di sekitar US$ 30 per barel."
OPEC dan non-OPEC, yang dipimpin masing-masing oleh Arab Saudi dan Rusia, pertama kali berkomitmen membatasi produksi minyak secara kolektif pada tahun 2016. Upaya itu dilakukan guna meningkatkan harga. Kesepakatan mulai berlaku pada Januari 2017.
Pada Desember 2019, mereka melakukan perpanjangan pemangkasan dan sepakat untuk membatasi produksi minyak sekitar 1,7 juta barel per hari (bph).
Arab Saudi kemudian memilih untuk memotong produksinya sendiri secara sukarela dengan tambahan 400.000 bph selama tiga bulan, jika sesama anggota mematuhi komitmen mereka.
Pada bulan Februari, komite teknis gabungan OPEC (JTC) dilaporkan merekomendasikan pengurangan 600.000 bph dalam produksi minyak, dan memperpanjang pemotongan hingga akhir 2020, untuk mengurangi tekanan pada harga minyak.
Namun pada saat itu Rusia mengatakan belum bisa memutuskan apakah akan menandatangani rencana pemotongan tambahan itu. Hingga saat ini negara itu belum memberikan keputusannya.
Bahkan saat Arab Saudi dikabarkan akan meningkatkan pengurangan hingga sebanyak 1,5 juta bph dari aliansi OPEC +, Rusia belum juga memberikan persetujuan.
(tas/tas) Next Article OPEC+ Pangkas 1,7 Juta Bph, Apa Efeknya buat Emiten Migas?
