
Saat Jiwasraya Jadi 'Virus' & Deretan Skema Penyelamatannya
Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
03 March 2020 12:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia tidak hanya dihebohkan dengan virus corona (COVID-19) tapi juga ada 'virus' lainnya yakni 'virus' Jiwasraya yang mulai menyerang pasar keuangan dan pasar modal RI sejak Oktober-Desember 2019. Jiwasraya dinilai sebagai 'virus' karena masalahnya terus berkembang, menyeret industri lainnya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso pun mengakui bahwa Jiwasraya menjadi 'virus' baru di Indonesia. Namun, ia menegaskan kontribusi Jiwasraya hanya sebesar 1% dari aset investasi di sektor keuangan.
"Kontribusi Jiwasraya tuh kecil hanya 1%, dampak dari Jiwasraya kecil, [tapi] ini memberikan satu kesimpangsiuran masyarakat, [sebab itu] jangan khawatir di pasar modal ekosistem kita bina," kata dalam forum Economic Outlook 2020 yang digelar CNBC Indonesia.
Di sisi lain, Menteri BUMN Erick Thohir pun meminta penyelesaian kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tidak menjadi ajang politik. Dalam penyelesaian kasus ini, Kementerian BUMN akan meminta persetujuan dari semua lembaga yang berwenang agar ada payung hukum jelas.
Koordinasi dengan OJK, DPR dan Kementerian Keuangan dinilai terus dilakukan untuk mendapatkan penyelesaian yang tepat untuk kasus ini. Ia pun berharap kasus Jiwasraya ini tidak akan terjadi kepada BUMN lainnya, sehingga ia melakukan restrukturisasi di banyak BUMN.
Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menyambut baik langkah yang dilakukan oleh Erick Thohir. Pasalnya ia melihat bahwa akar masalah kasus Jiwasraya ini memang akibat ketidaktepatan pemegang saham dan manajemen lama dalam menentukan momentum sekaligus langkah penyelamatan.
"Ya memang ini akibat menumpuknya persoalan sejak awal Jiwasraya. Harus diakui bahwa ekuitas Jiwasraya sudah negatif sejak 2006. Artinya sudah ada pembiaran sejak itu, hingga akibatnya seperti sekarang," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (3/3/2020).
Sebelumnya, dalam sejumlah data yang diterima CNBC Indonesia, telah berkembang tiga opsi penyelamatan Jiwasraya yang disiapkan pemerintah. Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo atau akrab disapa Tiko punya peranan penting memperbaiki Jiwasraya.
Setidaknya ada tiga opsi yang muncul sebagai langkah penyelamatan Jiwasraya, yakni :
Bail in
Dukungan dana dari pemilik saham Jiwasraya yaitu pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham. Bail in berbeda dengan bail out atau dana talangan yang pernah dilakukan pada Bank Century saat krisis 2008 lalu. Bail in dilakukan pemerintah dalam perannya sebagai pemegang saham.
Bail out
Meski menjadi opsi, namun bail out tidak dapat dilakukan ke Jiwasraya karena belum ada aturan dari OJK atau Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK).
Likuidasi
Likuidasi atau penutupan Jiwasraya. Opsi ini bila dilakukan harus dilakukan melalui OJK, dan menurut pemerintah akan memiliki dampak sosial dan politik yang signifikan.
Saat ini opsi bail in menjadi pilihan sementara pemerintah.
Namun yang menjadi pertanyaan berapa dana yang akan dikeluarkan dan bagaimana skema bail in yang akan dilakukan?
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso pun mengakui bahwa Jiwasraya menjadi 'virus' baru di Indonesia. Namun, ia menegaskan kontribusi Jiwasraya hanya sebesar 1% dari aset investasi di sektor keuangan.
"Kontribusi Jiwasraya tuh kecil hanya 1%, dampak dari Jiwasraya kecil, [tapi] ini memberikan satu kesimpangsiuran masyarakat, [sebab itu] jangan khawatir di pasar modal ekosistem kita bina," kata dalam forum Economic Outlook 2020 yang digelar CNBC Indonesia.
Koordinasi dengan OJK, DPR dan Kementerian Keuangan dinilai terus dilakukan untuk mendapatkan penyelesaian yang tepat untuk kasus ini. Ia pun berharap kasus Jiwasraya ini tidak akan terjadi kepada BUMN lainnya, sehingga ia melakukan restrukturisasi di banyak BUMN.
Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menyambut baik langkah yang dilakukan oleh Erick Thohir. Pasalnya ia melihat bahwa akar masalah kasus Jiwasraya ini memang akibat ketidaktepatan pemegang saham dan manajemen lama dalam menentukan momentum sekaligus langkah penyelamatan.
"Ya memang ini akibat menumpuknya persoalan sejak awal Jiwasraya. Harus diakui bahwa ekuitas Jiwasraya sudah negatif sejak 2006. Artinya sudah ada pembiaran sejak itu, hingga akibatnya seperti sekarang," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (3/3/2020).
Sebelumnya, dalam sejumlah data yang diterima CNBC Indonesia, telah berkembang tiga opsi penyelamatan Jiwasraya yang disiapkan pemerintah. Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo atau akrab disapa Tiko punya peranan penting memperbaiki Jiwasraya.
Setidaknya ada tiga opsi yang muncul sebagai langkah penyelamatan Jiwasraya, yakni :
Bail in
Dukungan dana dari pemilik saham Jiwasraya yaitu pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham. Bail in berbeda dengan bail out atau dana talangan yang pernah dilakukan pada Bank Century saat krisis 2008 lalu. Bail in dilakukan pemerintah dalam perannya sebagai pemegang saham.
Bail out
Meski menjadi opsi, namun bail out tidak dapat dilakukan ke Jiwasraya karena belum ada aturan dari OJK atau Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK).
Likuidasi
Likuidasi atau penutupan Jiwasraya. Opsi ini bila dilakukan harus dilakukan melalui OJK, dan menurut pemerintah akan memiliki dampak sosial dan politik yang signifikan.
Saat ini opsi bail in menjadi pilihan sementara pemerintah.
Namun yang menjadi pertanyaan berapa dana yang akan dikeluarkan dan bagaimana skema bail in yang akan dilakukan?
Next Page
Apa Solusi dari Sri Mulyani?
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular