
The Fed Diramal Pangkas Bunga 50 bps, Harga Emas Melesat Lagi
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 March 2020 16:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia menguat pada perdagangan Senin (2/3/2020) setelah merosot tajam pada Jumat (27/2/2020) pekan lalu.
Pada pukul 16:08 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.603,17/troy ons, menguat 1,16% di pasar spot, melansir data Refnitiv.
Aksi ambil untung membuat harga emas anjlok sekitar 3,5% pada perdagangan Jumat lalu. Padahal kala itu, bursa saham juga mengalami aksi jual. Para analis melihat lonjakan kasus wabah virus corona memicu aksi jual di berbagai instrumen investasi, termasuk emas yang sudah menguat cukup tajam.
Para investor mencairkan keuntungan dari penguatan emas tersebut, sehingga harga emas merosot tajam.
"Para pelaku pasar menjual apapun yang mereka bisa, ini merupakan aksi jual di semua instrumen" kata Michael Matousek, Kepala Trader Global Investors AS, dilansir CNBC International.
Lonjakan kasus virus corona terjadi di Korea Selatan (Korsel), Italia, dan Iran. Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE jumlah kasus virus corona di Korsel kini mencapai 4.212 kasus, dengan 17 orang meninggal dunia, di Italia ada 1.694 kasus dengan 34 orang meninggal dunia, dan Iran 978 kasus dengan 54 orang meninggal dunia.
Jumlah korban meninggal di Iran kini menjadi yang terbanyak kedua setelah China yang merupakan pusat wabah virus corona.
Secara global, virus corona sudah memakan korban jiwa lebih dari 3.000 orang, dan menjangkiti lebih dari 89.000 orang.
Selain virus corona itu sendiri, yang ditakutkan oleh pelaku pasar adalah pelambatan ekonomi global akibat wabah tersebut, sehingga memicu aksi jual di bursa saham global, termasuk di Indonesia sepanjang pekan lalu.
Lembaga riset global, Moody's Analytics, memprediksi virus corona Wuhan (Covid-19) dapat menekan pertumbuhan ekonomi China pada 2020 menjadi tinggal 5,4% dari angka pertumbuhan tahun lalu 6%.
"Di dalam skenario dasar kami, kemungkinan besar penyebaran wabah akan tetap tertahan di China dan masih akan terjadi pada musim semi. Ekonomi China akan berkontraksi pada kuartal pertama tahun ini, dan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan terpangkas menjadi 5,4%," ujar Mark Zandi, Chief Economist Moody's Analytics dalam risetnya, Rabu (26/2/20).
Selain berdampak pada ekonomi China, ekonomi AS juga akan diprediksi akan melambat 0,6 ppt (persentase poin) dan hanya dapat tumbuh 1,3% pada kuartal I-2020.
Tahun ini, ekonomi AS diprediksi melambat 0,2 ppt dari prediksi awal 2% atau artinya hanya tumbuh 1,7%.
Dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi di China dan AS itu, maka dampaknya diprediksi dapat membuat pertumbuhan ekonomi dunia melambat 0,4 ppt menjadi 2,4% tahun ini dari prediksi awal 2,8%.
Ekonomi di AS yang diprediksi akan melambat membuat Goldman Sachs memprediksi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas suku bunga secara agresif di tahun ini.
CNBC International mewartakan, ekonom Goldman Sachs memprediksi The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) di bulan Maret menjadi 1-1,25%, dan sepanjang tahun ini bank sentral pimpinan Jerome Powell tersebut diprediksi akan memangkas suku bunga sebanyak 100 bps.
Prediksi Goldman tersebut diperkuat dengan data dari piranti FedWatch milik CME Group, dimana pelaku pasar melihat probabilitas 100% The Fed akan memangkas suku bunga 50 bps di bulan ini.
Prediksi pemangkasan suku bunga tersebut membuat harga emas kembali menguat pada hari ini.
Emas merupakan aset tanpa imbal hasil, suku bunga rendah di AS membuat opportunity cost atau atau biaya yang ditanggung karena memilih investasi emas, dibandingkan investasi lainnya, misalnya obligasi AS. Sehingga ketika suku bunga di AS turun, harga emas cenderung menguat.
Pada pukul 16:08 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.603,17/troy ons, menguat 1,16% di pasar spot, melansir data Refnitiv.
Aksi ambil untung membuat harga emas anjlok sekitar 3,5% pada perdagangan Jumat lalu. Padahal kala itu, bursa saham juga mengalami aksi jual. Para analis melihat lonjakan kasus wabah virus corona memicu aksi jual di berbagai instrumen investasi, termasuk emas yang sudah menguat cukup tajam.
"Para pelaku pasar menjual apapun yang mereka bisa, ini merupakan aksi jual di semua instrumen" kata Michael Matousek, Kepala Trader Global Investors AS, dilansir CNBC International.
Lonjakan kasus virus corona terjadi di Korea Selatan (Korsel), Italia, dan Iran. Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE jumlah kasus virus corona di Korsel kini mencapai 4.212 kasus, dengan 17 orang meninggal dunia, di Italia ada 1.694 kasus dengan 34 orang meninggal dunia, dan Iran 978 kasus dengan 54 orang meninggal dunia.
Jumlah korban meninggal di Iran kini menjadi yang terbanyak kedua setelah China yang merupakan pusat wabah virus corona.
Secara global, virus corona sudah memakan korban jiwa lebih dari 3.000 orang, dan menjangkiti lebih dari 89.000 orang.
Selain virus corona itu sendiri, yang ditakutkan oleh pelaku pasar adalah pelambatan ekonomi global akibat wabah tersebut, sehingga memicu aksi jual di bursa saham global, termasuk di Indonesia sepanjang pekan lalu.
Lembaga riset global, Moody's Analytics, memprediksi virus corona Wuhan (Covid-19) dapat menekan pertumbuhan ekonomi China pada 2020 menjadi tinggal 5,4% dari angka pertumbuhan tahun lalu 6%.
"Di dalam skenario dasar kami, kemungkinan besar penyebaran wabah akan tetap tertahan di China dan masih akan terjadi pada musim semi. Ekonomi China akan berkontraksi pada kuartal pertama tahun ini, dan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan terpangkas menjadi 5,4%," ujar Mark Zandi, Chief Economist Moody's Analytics dalam risetnya, Rabu (26/2/20).
Selain berdampak pada ekonomi China, ekonomi AS juga akan diprediksi akan melambat 0,6 ppt (persentase poin) dan hanya dapat tumbuh 1,3% pada kuartal I-2020.
Tahun ini, ekonomi AS diprediksi melambat 0,2 ppt dari prediksi awal 2% atau artinya hanya tumbuh 1,7%.
Dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi di China dan AS itu, maka dampaknya diprediksi dapat membuat pertumbuhan ekonomi dunia melambat 0,4 ppt menjadi 2,4% tahun ini dari prediksi awal 2,8%.
Ekonomi di AS yang diprediksi akan melambat membuat Goldman Sachs memprediksi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas suku bunga secara agresif di tahun ini.
CNBC International mewartakan, ekonom Goldman Sachs memprediksi The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) di bulan Maret menjadi 1-1,25%, dan sepanjang tahun ini bank sentral pimpinan Jerome Powell tersebut diprediksi akan memangkas suku bunga sebanyak 100 bps.
Prediksi Goldman tersebut diperkuat dengan data dari piranti FedWatch milik CME Group, dimana pelaku pasar melihat probabilitas 100% The Fed akan memangkas suku bunga 50 bps di bulan ini.
Prediksi pemangkasan suku bunga tersebut membuat harga emas kembali menguat pada hari ini.
Emas merupakan aset tanpa imbal hasil, suku bunga rendah di AS membuat opportunity cost atau atau biaya yang ditanggung karena memilih investasi emas, dibandingkan investasi lainnya, misalnya obligasi AS. Sehingga ketika suku bunga di AS turun, harga emas cenderung menguat.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular